Tabel 12. Rata-rata jumlah cabang dan tinggi batang utama kacang tanah pada MT-2010
Varietas Jumlah Percabangan
Tinggi cm
42HST 56HST 70HST 84HST Badak
5.0 5.2
5.0 d 5.3 cde
75.6 ab Gajah 6.8
7.3 6.5 a-d
6.7 abc 65.6 bc
Garuda3 6.5
7.3 7.3 ab
6.3 a-d 55.1 c
Jerapah 4.7
6.8 7.2 abc
7.2 a 66.1 bc
Kancil 6.0 5.3 8.2 a
7.0 a 65.1 bc
Kelinci 5.0
5.7 4.8 d
5.5 b-e 72.4 ab
Kidang 6.0 6.5 5.8 bcd
6.8 ab 68.1 bc
Mahesa 6.0 7.3 6.0 bcd
7.3 a 61.0 bc Panter
4.3 4.8
5.0 d 4.8 e
77.1 ab Pelanduk
6.5 6.3
8.2 a 7.5 a
75.9 ab Sima
5.2 6.3
5.5 bcd 5.2 de
87.9 a Turangga
5.0 5.0
5.2 cd 5.0 de
75.2 ab KK 17.1
17.8 17.8
12.6 6.4
Keterangan:angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5
Berdasarkan uji F diperoleh bahwa tinggi batang utama berbeda nyata antar varietas. Sima merupakan varietas dengan tinggi batang utama tertinggi dan
Garuda3 adalah yang terendah. Umumnya varietas yang tinggi menghasilkan jumlah cabang yang rendah. Dengan menggunakan uji korelasi Pearson
didapatkan bahwa jumlah cabang menunjukkan kecenderungan berkorelasi negatif dengan tinggi batang utama. Varietas dengan jumlah cabang banyak juga nyata
berkorelasi positif dengan ILD 42 dan 56 HST. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan tanaman yang bercabang menghasilkan lebih banyak
daun pada fase awal pengisian biji. Banyaknya cabang pada awal fase pembentukan ginofor dan pengisian
memungkinkan pembentukan lebih banyak ginofor pada 42 dan 56 HST, ini ditunjukkan dengan adanya korelasi positif antara jumlah cabang dengan jumlah
ginofor Lampiran 9. Hal ini diduga adanya cabang memungkinkan lebih banyak ginofor terbentuk pada buku-buku yang dekat dengan permukaan tanah.
Tinggi batang utama berkorelasi positif dengan jumlah bunga, jumlah ginofor pada 70 dan 84 HST. Hal ini dapat menyebabkan distribusi asimilat untuk
pengisian polong menjadi terganggu. Alasan ini dikuatkan dengan hasil korelasi antara tinggi batang utama dengan persentase polong penuh yang negatif dan
dengan jumlah cipo dan persentase polong setengah penuh yang positif. Walaupun demikian, tinggi batang utama berkorelasi nyata dengan hasil polong
jumlah dan bobot polongtanaman dengan nilai r sebesar 0,56 dan 0,60.
4.2.2. Aktivitas Source
Biomassa atau bahan kering tanaman merupakan produk laju fotosintesis
bersih per unit luas daun dan total area yang aktif berfotosintesis Khanna-Chopra 2000. Kemampuan tanaman menghasilkan asimilat diamati melalui laju
pertambahan luas daun, laju asimilasi bersih dan laju pertambahan bahan kering.
4.2.2.1. Laju Pertambahan Luas Daun
Untuk mengamati pertambahan luas daun digunakan data luas daun pada MT-2010 karena hasilnya diduga lebih mendekati rata-rata luas daun
sesungguhnya. Gambar 4 menyajikan pertambahan luas daun dari varietas- varietas yang diuji. Pertambahan luas daun disajikan dalam dua gambar, yaitu
Gambar 4a dan Gambar 4b, untuk memudahkan pengamatan. Pada MT-2010, rata-rata luas daun tanaman pada tiap varietas terus
meningkat hingga 70 HST, kemudian kecepatan pertambahannya menurun setelah periode tersebut. Varietas seperti Gajah, Kancil, Badak Gambar 4a dan Kidang,
Mahesa, Turangga Gambar 4b relatif tidak menunjukkan pertambahan luas daun hijau setelah 70 HST, tetapi Kelinci Gambar 4a dan Sima, Panter Gambar 4b
masih menunjukkan pertambahan. Pertanaman kacang tanah mendapat penyemprotan pestisida hingga 70 HST, sehingga kemampuan varietas
menghadapi serangan OPT setelah 70 HST tergantung pada ketahananan varietas tersebut. Jerapah, Garuda3 Gambar 4a dan Pelanduk Gambar 4b setelah 70
HST luasan daun hijau cenderung menurun. Hal ini diduga karena varietas tidak mampu menahan serangan penyakit bercak daun. Rata-rata nilai ILD Sima pada
MT-2007 dan 2010 masih bertambah setelah 70 HST Tabel 8 dan Gambar 4b. Hal ini menunjukkan varietas ini masih banyak mendistribusikan asimilat untuk
pembentukan daun baru hingga menjelang panen.
Gambar 4 Pertambahan luas daun pada duabelas varietas kacang tanah a dan b pada MT-2010.
4.2.2.2. Laju Asimilasi Bersih LAB
Akumulasi bahan kering merupakan Laju Asimilasi Bersih LAB menggambarkan efisiensi fotosintesis dauntajuk dalam menghasilkan bahan
kering Gardner et al. 1991. Nilai LAB tinggi terjadi pada saat tanaman masih muda dan sebagian besar tajuknya mendapatkan sinar matahari langsung. Nilai
LAB menurun seiring dengan pertambahan jumlahluasan daun yang mengakibatkan makin banyak daun saling menaungi. Daun-daun yang ternaungi
tidak dapat berfotosintesis dengan baik, apabila hal ini terjadi pada saat tanaman memasuki periode pengisian biji, maka suplai asimilat untuk pengisian biji dapat
terganggu.
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
12.0
42HST 56HST
70HST 84HST
Indeks Luas Daun
Badak Gajah
Garuda3 Jerapah
Kancil Kelinci
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
12.0
42HST 56HST
70HST 84HST
Indeks Luas Daun
Kidang Mahesa
Panther Pelanduk
Sima Turangga
a
b