Perbandingan Varietas Berdasarkan Indeks Panen

Tabel 32. Matrik perbandingan karakter dua belas varietas kacang tanah Varietas Bobot Kering Batang 42 HST ILD 42 HST ILD 70 HST Jumlah ginofor 70 HST Jumlah polong tanaman Persentase Polong penuh Indeks Panen Bobot polong tanaman Badak O O O T T O T T Gajah T T O O O T T O Garuda3 T T O O O T T O Jerapah T T T O O T O O Kancil T T O O T T T T Kelinci O O O T O O O O Kidang T T T O O T O O Mahesa T T T O O T O O Panter O O O T T O T T Pelanduk T T T T T T O T Sima O O T T T O O T Turangga T O T T O T O O Keterangan : T = tinggi O = rendah Tanaman yang cepat menghasilkan ILD tinggi pada awal fase generatif berarti mampu menghasilkan bahan kering tinggi yang kemudian tersimpan dalam batang dan daun. Terdapat tujuh varietas yang menghasilkan bobot kering batang tinggi pada 42 HST dan menunjukkan persentase pengisian polong penuh yang tinggi, akan tetapi karena banyak yang tidak mampu menghasilkan jumlah polong yang banyak maka hasil polongnya relatif rendah. Hanya Kancil dan Pelanduk dari ketujuh varietas tersebut, yang menghasilkan bobot batang pada awal generatif tinggi, menghasilkan jumlah polong dan bobot polong relatif lebih baik dengan persentase polong penuh yang tinggi. Pengisian polong pada Pelanduk diduga masih terkendala oleh persaingan asimilat dengan tajuk yang terus tumbuh cepat hingga akhir fase pengisian ILD dan jumlah ginofor 70 HST, sedangkan Kancil lebih efisien dilihat dari nilai IP-nya yang tinggi. Terdapat varietas yang cenderung lambat pertumbuhannya pada fase awal generatif, tetapi kemudian pertambahan bahan kering terus terjadi dengan cepat bahkan hingga akhir fase pengisian, ditunjukkan dengan tingginya nilai ILD, bobot kering batang dan daun serta jumlah ginofor pada 70 HST. Sima dan Turangga menunjukkan pola pertumbuhan tersebut tetapi Sima menghasilkan bobot polongtanaman lebih baik dari Turangga karena jumlah polongtanaman Sima lebih baik. Besarnya bahan kering yang dihasilkan Sima tidak mampu didistribusikan dengan lebih baik ke dalam polong-polong yang tersedia, menunjukkan polong-polong kacang tanah bukan sink yang cukup kuat untuk mendapatkan asimilat. Letak sink polong yang berada dibawah permukaan tanah diduga merupakan penyebabnya. Pola translokasi asimilat dari source ke sink mengikuti pola kedekatan lokasi source dan sink, perkembangan organ dan hubungan pembuluh Wardlaw 1990; Taiz dan Zeiger 2002. Tajuk, bunga dan ginofor yang terus muncul menjadi pesaing polong untuk asimilat, lokasi polong diduga membuat polong menjadi lebih sulit mendapatkan asimilat dibandingkan misalnya polong kedelai yang tumbuh di batang. Taiz dan Zeiger 2002 juga menyatakan bahwa mengurangi daun-daun dibagian bawah dapat memaksa daun-daun bagian atas untuk mentranslokasikan lebih banyak asimilat ke bagian akar. Dari keduabelas varietas yang diuji hanya Kelinci yang karakter-karakter pertumbuhan dan hasilnya relatif lebih rendah daripada varietas lainnya. Varietas ini cenderung lambat mengumpulkan bahan kering pada awal fase generatif tetapi pertambahan bahan keringnya hingga akhir fase pengisian juga tergolong rendah. Rata-rata jumlah polong yang dihasilkan Kelinci 14.5 polongtanaman tetapi diduga karena kemampuan menghasilkan bahan kering kurang ditambah persaingan dari ginofor yang jumlahnya tinggi mengakibatkan banyak polong kurang terisi penuh dan bobot polong tergolong rendah. Varietas kacang tanah dengan bobot polong tinggi terutama ditentukan oleh jumlah polongnya yang tinggi, sedangkan kualitas pengisian polong yang baik persentase polong penuh 70 ditentukan oleh kemampuan tanaman menghasilkan ILD tinggi pada awal fase generatif 42 HST atau distribusi asimilat indeks panen tinggi. Dari pengamatan dapat dikatakan bahwa, produktivitas kacang tanah nasional, salah satunya, lebih ditunjang oleh peningkatan jumlah polongtanaman daripada peningkatan indeks panen.

4.6. Sidik Lintas

Bagaimana karakter-karakter pertumbuhan mempengaruhi produksi dapat dipelajari dengan mengukur besarnya pengaruh atau hubungan karakter tersebut terhadap karakter hasil tanaman. Menggunakan koefisien korelasi Pearson saja tidak cukup untuk menerangkan hubungan antara karakter-karakter pertumbuhan dengan produksi tanaman, karena korelasi Pearson hanya menjelaskan tingkat keeratan antara karakter-karakter yang diuji tidak menjelaskan hubungan sebab akibat dari kekeratan hubungan karakter-karakter tersebut Rohaeni 2010. Untuk itu karakter-karakter yang diduga mempengaruhi hasilproduksi polong tanaman disusun dan dianalisis menggunakan analisis sidik lintas sehingga menjadi suatu model yang diharapkan dapat menerangkan apakah suatu karakter dalam model tersebut berpengaruh langsung atau tidak terhadap produksi tanaman. Pada analisis sidik lintas, produksi tanaman berupa bobot polongtanaman, bobot bijitanaman, Indeks Panen dan persentase polong penuh ditempatkan secara bergantian sebagai variabel tak bebas sedangkan komponen karakter yang lain menjadi variabel bebas. Komponen karakter yang menjadi variabel bebas yang digunakan adalah karakter-karakter yang memiliki korelasi nyata dengan karakter variabel tak bebas berdasarkan uji Pearson. Pemahaman mengenai karakter yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap produksi tanaman dibutuhkan, misalnya untuk menentukan karakter yang dapat digunakan secara efektif untuk melakukan seleksi atau untuk digunakan sebagai subjek yang dieksploitasi dalam perbaikan teknik produksi tanaman untuk menjamin peningkatan produksi.

4.6.1. Sidik Lintas Bobot Polong Per Tanaman

Lampiran 12 menyajikan hasil sidik lintas yang menunjukkan karakter- karakter yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap hasil polongtanaman bobot polongtanaman dengan pengaruh sisaan yang tidak dapat dijelaskan dengan model tersebut, sebesar 1.1 . Dengan hanya mengambil karakter-karakter yang nilai korelasinya tinggi maka tampak pada Gambar 18 bahwa bobot polongtanaman dipengaruhi langsung positif oleh banyaknya polong yang dihasilkan tanaman jumlah polongtanaman, bobot 100 butir biji dan jumlah ginofor pada 70 HST. Bobot kering batang pada 42 HST merupakan karakter yang mempengaruhi bobot polongtanaman secara positif melalui pengaruhnya terhadap bobot 100 biji, akan tetapi bobot kering 42 HST juga dapat menekan bobot polongtanaman walaupun nilai koefisiennilai pengaruhnya kecil melalui jumlah ginofor yang muncul pada 70 HST. Bobot kering batang berkorelasi positif sangat nyata dengan jumlah cabang Lampiran 8, sehingga dapat dikatakan bahwa tanaman yang bercabang banyak cenderung bobot batangnya tinggi. ILD dan bobot kering daun pada 42 HST juga merupakan karakter yang mempengaruhi bobot polongtanaman dengan nilai koefisien yang negatif melalui pengaruhnya terhadap jumlah polongtanaman. Dalam jumlah yang sama biji yang berukuran besar bobot 100 biji tinggi menunjukkan kebutuhan asimilat yang lebih banyak daripada biji yang berukuran kecil, sehingga dapat dikatakan biji besar kekuatan sinknya lebih tinggi daripada biji kecil. Tanaman dengan banyak cabang pada awal fase generatif 40 HST cenderung menghasilkan jumlahluasan daun yang banyak. Karena daun-daun