Jumlah dan Bobot Polong

Pada MT-2007, laju akumulasi bahan kering dalam polong tidak berbeda antar varietas, sedangkan pada MT-2010 laju akumulasi bahan kering dalam polong berbeda antar varietas. Pada MT-2010, varietas Badak dan Panter menunjukkan laju akumulasi bahan kering dalam polong lebih baik daripada varietas-varietas lain, kecuali dengan Pelanduk dan Sima Tabel 23. Nilai Laju Tumbuh Tanaman merupakan penjumlahan laju akumulasi bahan kering tajuk dan laju akumulasi bahan kering dalam polong. Perbandingan rata-rata LTP dengan rataan LTT pada periode yang sama Tabel 14 menunjukkan bahwa akumulasi bahan kering dalam tajuk pada MT2007 tidak mendominasi akumulasi bahan kering dalam polong LTT=7.4±1.7; LTP=3.5±0.3, sedangkan pada MT-2010 laju akumulasi bahan kering dalam tajuk jauh lebih besar daripada nilai LTP LTT=40.1±8.0; LTP=5.7±2.2. Hubungan LTP pada periode 42 dan 56 HST hingga panen dengan bobot polong dan bobot bijitanaman memiliki korelasi positif. Kekuatan hubungan antara LTP dengan bobot polong sebesar 0.99 dan 0.96, sedangkan dengan bobot bijitanaman sebesar 0.77 dan 0.60 Lampiran 11 dan 12. Nilai LTP periode 56 HST hingga panen berkorelasi negatif dengan persentase polong penuh r = - 0.71, tetapi pada MT-2007, LTP periode 42 HST hingga panen tidak berkorelasi dengan persentase polong penuh. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak tanaman mengakumulasi bahan kering dalam polong, maka hasil polong dan biji cenderung meningkat, akan tetapi terdapat pula kecenderungan jumlah polong penuhnya menurun. Penurunan jumlah polong penuh ini diduga karena asimilat ditempatkan dalam banyak sink polongbiji.

4.3.4. Kekuatan Sink Sink Strength

Kekuatan sink menunjukkan kemampuan sink untuk mendapatkan asimilat. Dalam penelitian ini kekuatan sink diamati melalui perbandingan laju akumulasi bahan kering dalam polong atau LTP dengan LTT, serta dari persentase polong penuh yang dihasilkan pertanaman.

4.3.4.1 . Partition Coefficient

Duncan et al. 1978 memperkenalkan koefisien partisi PC = Partitioning Coefficient yang merupakan rasio antara Pod Growth Rate LTP dan Crop Growth Rate LTT. Apabila nilai koefisien partisi ≥ 1 berarti laju pertambahan berat kering polong lebih besar atau sama dengan laju pertambahan berat kering tanaman. Semakin tinggi nilai koefisien partisi menunjukkan semakin banyak asimilat didistribusikan ke bagian ekonomis. Tabel 24 menyajikan data nilai koefisien pembagian asimilat PC antara polong dan total bahan kering tanaman saat panen pada tiap varietas. Pada tabel ini ditunjukkan bahwa nilai koefisien partisi, baik pada MT-2007 PC periode 42 HST-panen maupun MT-2010 PC periode 56-panen, tidak berbeda antar varietas. Hal ini menguatkan dugaan bahwa tidak ada perbedaan antar varietas kacang tanah dalam mendistribusikan bagian asimilat yang diperuntukkan untuk mengisi polongbiji. Nilai PC pada MT-2007 lebih besar daripada MT-2010, akan tetapi bahan kering yang dihasilkan pada MT-2010 lebih besar daripada MT-2007. Tabel 24 Nilai koefisien partisi PC kacang tanah pada MT-2007 PC42-panen dan MT-2010 PC56-panen Varietas PC 42-panen PC 56-panen Badak 0.48 0.17 Gajah 0.57 0.10 Garuda3 0.66 0.14 Jerapah 0.58 0.09 Kancil 0.54 0.13 Kelinci 0.49 0.13 Kidang 0.41 0.09 Mahesa 0.55 0.09 Panter 0.41 0.15 Pelanduk 0.44 0.12 Sima 0.35 0.12 Turangga 0.37 0.13 KK 22.9 25.7 Besarnya bagian asimilat yang didistribusikan untuk polong sejak periode 42 HST dan 56 HST hingga panen PC 42-panen dan PC 56-panen nyata berkorelasi positif dengan Indeks Panen r = 0.86 dan 0.61. Pada MT-2010, PC 56-panen juga berkorelasi positif dengan bobot polongtanaman r = 0.76, artinya semakin tinggi laju akumulasi bahan kering dalam polong semakin besar kemungkinan tanaman menghasilkan bobot polongtanaman yang tinggi.

4.3.4.2. Persentase pengisian polong

Trustinah 1993 menyatakan bahwa pada saat panen tidak semua polong yang dihasilkan tanaman terisi biji, tanaman akan menghasilkan polong mature, polong immature, polong cipo dan ginofor. Keserempakan pembentukan dan pengisian polong akan menghasilkan lebih banyak polong yang terisi penuh biji, sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil dan kualitas polong. Tabel 25 Persentase polong penuh kacang tanah pada dua musim tanam Varietas MT-2007 MT-2010 Jumlah ginofor 42 HST Jumlah polong tanaman Polong penuh Jumlah ginofor 42 HST Jumlah polong tanaman Polong penuh Badak 10.67 17.45 a 70.43 11.50 bc 19.54 66.66 bc Gajah 11.00 15.53 ab 71.44 32.83 a 13.38 72.76 ab Garuda3 13.67 12.38 ab 78.41 24.50 ab 11.90 71.28 abc Jerapah 14.00 16.19 ab 87.21 24.33 ab 12.51 79.20 a Kancil 13.33 16.17 ab 84.83 17.50 bc 16.24 73.74 ab Kelinci 20.67 15.42 ab 63.85 16.17 bc 14.36 65.75 bc Kidang 15.50 14.29 ab 73.52 19.33 abc 10.38 75.72 ab Mahesa 12.00 13.71 ab 85.10 19.00 abc 14.41 72.30 ab Panter 18.17 12.60 ab 71.90 11.83 bc 18.23 64.08 bc Pelanduk 11.17 15.63 ab 81.33 19.67 abc 19.86 68.28 abc Sima 14.67 13.88 ab 62.01 6.83 c 17.18 60.12 c Turangga 13.67 10.75 b 73.16 13.50 bc 11.87 67.74 abc KK 32.8 23.2 12.8 28.2 14.0 6.21 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 Rata-rata persentase polong yang terisi penuh pada MT-2007 lebih besar dibandingkan pada MT-2010. Persentase polong penuh pada MT-2007 tidak berbeda antar varietas, sedangkan pada MT-2010 terdapat perbedaan antar varietas. Varietas Jerapah, Kidang, Kancil, Gajah dan Mahesa memiliki persentase polong penuh lebih baik daripada varietas Badak, Kelinci, Panter dan Sima Tabel 25. Pada MT-2010, polong yang dihasilkan tanaman diduga banyak yang berasal dari ginofor yang terbentuk hingga 42-HST, kecuali pada Badak, Kelinci, Panter dan Sima. Ketiga varietas ini masih perlu menambah polong lagi, yang berakibat waktu pengisian berkurang sehingga polong cenderung banyak yang kurang terisi. Rata-rata persentase polong penuh dari Badak, Kelinci, Panter dan Sima tampak lebih rendah daripada beberapa varietas lainnya. Peningkatan populasi tanaman pada MT-2010 tampaknya meningkatkan pembentukan lebih banyak sink potensial bunga dan ginofor per tanaman, tetapi jumlah polong yang dapat diisi lebih sedikit. Kondisi ini sesuai dengan yang dilaporkan Cahaner dan Ashri 1974, dimana pada kerapatan tanaman yang lebih tinggi, bunga dan ginofor lebih banyak dihasilkan tetapi hasil polong tidak meningkat, bahkan ditemukan lebih banyak “immature pod” atau polong setengah penuh. Hal ini dikarenakan bahan kering yang dihasilkan harus didistribusikan ke lebih banyak polong sehingga tidak cukup untuk pengisian maksimal. Keadaan ini mengindikasikan sink-sink yang ada tidak cukup kuat untuk mendapatkan lebih banyak asimilat sink limited. Pada MT-2007, banyak varietas yang masih perlu menambah polong setelah 42 HST, tetapi pertanaman menghasilkan lebih sedikit asimilatbahan kering. Sedikitnya bahan kering ini mengakibatkan perkembangan tajuk, bunga, dan ginofor terhambat, sehingga polong-polong yang sudah terbentuk dapat menjadi sink yang kuat dalam mendapatkan asimilat. Persentase pengisian polong pada sebagian besar varietas pada MT-2007 lebih baik daripada MT-2010. Persentase polong penuh tinggi dapat diperoleh dari jumlah polong total yang relatif lebih sedikit atau karena jumlah polong penuh relatif lebih banyak. Kidang merupakan varietas dengan persentase polong penuh tinggi, tetapi dicapai dengan rata-rata jumlah polong totaltanaman yang rendah. Keadaan ini mengindikasikan adanya kekurangan asimilat untuk pengisian biji pada Kidang. Sementara pada Kancil, persentase polong penuhnya relatif tinggi, hal ini dikarenakan rataan jumlah polong penuhtanaman relatif banyak dan polong cipo serta ½ penuhnya yang sedikit Tabel 21 dan 25.

4.4. Translokasi asimilat

Pengamatan translokasi asimilat dilakukan hanya pada MT-2007 dengan mengukur kandungan TNC dalam daun dan batang pada periode pembentukan polong 42 HST dan akhir pengisian polong 70 HST. 4.4.1. Kadar Total Non-structural Carbohydrate TNC Asimilat yang ditranslokasikan dari source ke sink pada prinsipnya adalah karbon dan nitrogen Atkins dan Smith 2007. Zheng et al 2001 menyatakan bahwa bentuk asimilat yang diekspor daun kacang tanah dan ditranslokasikan antara source dan sink kemungkinan besar adalah fruktosa. Sukrosa diduga disintesa di batang, akar dan polong. Karbohidrat non-struktural adalah bentuk karbohidrat yang mampu menyediakan energi untuk pertumbuhan. Karbohidrat yang terdapat dalam kelompok Non-structural Carbohydrate terutama terdiri atas pektin, gula dari jenis glukosa, fruktosa, sukrosa dan pati. Streeter dan Jeffers 1979 menyatakan bahwa polong, batang dan petiole merupakan sumber utama karbohidrat untuk pengisian biji kedelai, sedangkan kandungan TNC dalam daun tidak digunakan untuk mendukung perkembangan biji. Dalam percobaan ini pengamatan kadar TNC dalam daun dan batang hanya diukur pada pertanaman MT-2007 dan hanya pada 6 varietas kacang tanah yang berbeda pola pertumbuhannya yaitu Badak, Sima, Gajah, Jerapah, Kidang dan Kelinci. Tabel 26. Kadar TNC dalam daun dan batang pada 42 dan 70 HST Varietas Daun Batang …………….gram per100 gram bahan…………….. 42 HST 70 HST Selisih 42 HST 70 HST Selisih Badak 23,94 c 33,98 b 10.04 29,29 31,47 2.18 Gajah 39,26 a 30,26 b -9.00 33,04 33,12 0.07 Jerapah 25,32 bc 34,83 b 9.52 36,38 38,45 2.07 Kelinci 35,01 ab 27,37 b -7.63 37,18 31,27 -5.91 Kidang 34,12 abc 48,55 a 14.43 35,66 42,20 6.54 Sima 26,94 bc 28,76 b 1.81 34,62 32,75 -1.88 KK 18.1 11.2 10.6 22.5 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 Tabel 26 menyajikan data kadar TNC dalam daun dan batang pada 42 dan 70 HST. Pada tabel ini ditunjukkan bahwa kadar TNC dalam daun pada 42 dan 70 HST berbeda antar varietas, sedangkan kadar TNC dalam batang tidak terdapat perbedaan antar varietas. Selisih kadar TNC antara 42 dan 70 HST dalam daun tidak berbeda antar varietas, tetapi selisih kadar TNC dalam batang berbeda antar varietas. Apabila antara kadar TNC pada periode pengisian biji dengan jumlah atau persentase polong penuh berkorelasi nyata positif, maka terdapat kemungkinan aliran asimilat untuk pengisian polongbiji. Kadar TNC batang saat 70 HST ditemukan hanya cenderung berkorelasi positif dengan jumlah polong penuh P0,06; r = 0.44. Kadar TNC dalam daun dan batang pada 70 HST umumnya masih meningkat, sehingga diduga asimilat untuk pengisian biji lebih banyak diperoleh dari kegiatan fotosintesis pada periode pengisian polongbiji daripada retranslokasi asimilat. Pada varietas Kidang, Badak, Jerapah dan Gajah terdapat selisih positif antara kadar TNC 42 dan 70 HST dalam batang, sedangkan pada Sima dan Kelinci, kadar TNC pada 70 HST lebih rendah daripada saat 42 HST, sehingga nilai selisihnya negatif Tabel 26. Persentase polong penuh pada Sima dan Kelinci berada di bawah 70. Nilai ini lebih rendah daripada persentase polong penuh keempat varietas lainnya. Kondisi ini menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kandungan asimilat batang pada 70 HST mengakibatkan penurunan asimilat menuju polong yang berakibat sebagian polong kurang atau tidak terisi.

4.4.2. Translokasi

13 C Pengamatan translokasi karbon dilakukan dengan menggunakan gas isotop 13 C sebagai penjejak. Varietas kacang tanah yang digunakan adalah Sima dan Jerapah. Dua varietas ini dipilih karena keduanya memiliki perbedaan dalam bahan kering yang diakumulasikan, hasil polong dan pengisian polong. Pada setiap kondisi PAR, varietas Sima mempunyai kemampuan fotosintesis yang lebih tinggi daripada Jerapah. Nilai CER dari kedua varietas mencapai maksimum sekitar 4.5 – 5 µmolCO 2 m 2 s dengan rata-rata 4,3 µmolCO 2 m 2 s pada Sima dan 3,3 µmolCO 2 m 2 s pada Jerapah Tabel 27. Nilai ini lebih rendah dari yang dicapai oleh varietas kacang tanah yang digunakan Senoo dan Isoda 2003, yang mencapai 8,8–10,4 µmolCO 2 m 2 s. Hasil CER yang dicapai oleh kedua varietas ini menunjukkan rendahnya fotosintesis kacang tanah