nyata. Urutan tinggi tanaman dari semua perlakuan pada minggu ke-10 adalah sebagai berikut: S.R.I. anorganik 98.50 cm, S.R.I. semi-organik 95.8 cm,
S.R.I. organik 93.50 cm, dan terakhir konvensional 91.25 cm. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sumardi et al. 2007, yang menyatakan bahwa pemberian
air pada sekitar kapasitas lapang menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang diberikan air hingga tergenang karena
pemberian air dalam kapasitas lapang menyebabkan kadar oksigen yang diperoleh akar lebih banyak sehingga tanaman padi lebih cepat berkembang. Hal tersebut
secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap hasil tanaman. Perlakuan S.R.I organik memiliki tinggi tanaman yang selalu lebih rendah
dibanding dengan dua perlakuan S.R.I. lainnya yang diterapkan. Hal ini karena S.R.I organik menggunakan pupuk organik yang memiliki kandungan unsur N, P,
dan K yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menyebabkan pertumbuhan pada perlakuan S.R.I. organik selalu lebih rendah
dibandingkan perlakuan lainnya karena unsur hara khususnya nitrogen sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif
tanaman seperti daun, batang, dan akar Sarief, 1985.
4.1.2. Jumlah Batang per 100 m2
Pengaruh perlakuan budidaya padi secara konvensional dan S.R.I. terhadap jumlah batang per 100 m2 dapat dilihat dibawah ini Gambar 6.
Gambar 6. Pengaruh budidaya padi secara konvensional dan S.R.I. terhadap jumlah batang per 100 m2
Perbedaan nyata pada jumlah batang per 100 m2 antara budidaya S.R.I. dengan budidaya konvensional sudah terlihat sejak 2 MST. Perbedaan itu
dikarenakan jarak tanam antara budidaya S.R.I. dengan budidaya konvensional berbeda. Budidaya konvensional dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm akan
menghasilkan jumlah rumpun per 100 m2 yang lebih banyak yaitu sebanyak 2,500 rumpun, sedangkan budidaya S.R.I. yang memiliki jarak tanam sebesar 30
cm x 30 cm hanya akan menghasilkan 1,111 rumpun per luasan 100 m2 sehingga walaupun jumlah batang per rumpun pada perlakuan budidaya S.R.I. anorganik,
S.R.I semi-organik dan S.R.I organik telah melampaui jumlah batang per rumpun perlakuan budidaya konvensional sejak minggu ke-6 sampai minggu ke-10 Tabel
Lampiran 8, tetapi perlakuan budidaya S.R.I. memiliki jumlah batang per 100 m2 yang lebih rendah dibanding budidaya konvensional.
Menurut Sumardi et al. 2007, pemberian air secara intermitten menjamin ketersediaan O
2
di zona perakaran dan secara konsisten memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan budidaya sawah yang digenangi terus menerus,
hal tersebut secara nyata dapat meningkatkan jumlah anakan produktif, biomasa, tinggi tanaman dan luas daun, hal tersebut yang menyebabkan jumlah batang per
rumpun pada perlakuan budidaya S.R.I. dapat melampaui budidaya konvensional pada minggu ke-6 sampai minggu ke-10 Tabel Lampiran 8.
Berdasarkan jumlah batang per 100 m2 antara S.R.I. anorganik, organik, dan semi-organik, S.R.I. anorganiklah yang memiliki jumlah batang tertinggi. Hal
ini karena dosis pupuk urea yang diberikan pada S.R.I. anorganik lebih banyak dibanding dua perlakuan S.R.I. yang lain. Menurut Agustamar dan Zulfadly
2007, nitrogen sangat membantu pada awal pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Budidaya S.R.I. organik selalu memiliki jumlah batang terendah. Hal ini
diduga karena S.R.I. organik menggunakan pupuk organik yang memiliki kadar N, P dan K rendah sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukkan anakan.
Jumlah batang per 100 m2 pada budidaya konvensional maksimal pada minggu ke-4, sedangkan pada budidaya S.R.I. pada minggu ke-6 dan pada minggu
berikutnya jumlah batang per 100 m2 mulai menurun. Hal ini terjadi karena tanaman telah mencapai fase reproduktif sehingga batang mulai berkurang karena
batang banyak yang mulai mati seperti yang dinyatakan Yoshida 1981, fase
reproduktif ditandai dengan berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting dan pembungaan
4.2. Komponen