Kinanthi menjadi TKI Masa Penyiksaan

pergeseran tujuan, tidak ingin berteman dengan siapapun, hanya mengejar ilmu dan menamatkan SMP-nya dengan nilai yang memuaskan.

3. Kinanthi menjadi TKI

Mengirimkan Kinanthi ke luar negeri sebagai TKI sudah dirancang keluarga Edi sejak lama. Kedua suami-istri tersebut memang berprofesi sebagai calo TKI. Demi mendapatkan TKI yang pintar dan cantik, mereka menyiapkan segala sesuatu yang dapat mendukung Kinanthi untuk menjadi TKI yang berkualitas. Menyekolahkan Kinanthi hanyalah alasan sampingan bagi mereka. Semua itu mengarah bagi keuntungan keluarga Edi. Kinanthi juga didaftarkan kursus bahasa Arab, agar mudah memahami permintaan majikan Arab. Kinanthi dipersiapkan untuk menjadi tenaga kerja wanita di Arab Saudi. Agak sukar untuk menemukan permpuan muda sepintar Kinanthi. Dipoles sedikit, harga jualnya menjadi lebih tinggi. Majikan Arab tentu akan lebih membayar beda, pembantu yang pandai dibanding yang kosong melompong. Untuk itulah, Kinanthi disekolahkan oleh keluarga Edi, supaya sedikit pintar. Supaya cepat tanggap jika majikan Arab-nya nanti meminta sesuatu. Supaya sedikit bisa berbahasa Inggris, selain bahasa Arab Kinanthi, hal. 122. Penyiksaan di rumah keluarga Edi hanyalah sekelumit dari penyiksaan yang akan dialami Kinanthi selanjutnya. Kekerasan yang ia hadapi tidak membuatnya gila. Satu tahun dikurung di rumah, disiksa, dan tidak pergi ke mana tak lantas membuat pribadi Kinanthi menjadi mati. Hanya tubuhnya yang lemah tak berdaya karena tidak diberi makanan yang cukup. Setahun setelah kematian Gesit, tepat ketika Kinanthi seharusnya ia menamatkan SMP-nya, ia keluar dari rumah Edi untuk selama-lamanya. Ia dibawa Edi ke penampungan TKI untuk dikirim bersama ribuan TKI lainnya ke luar negeri. Setahun berdiam di rumah Kinanthi belum pulih dari trauma kematian Euis dan Gesit. Kinanthi serta-merta menutup diri ketika berada di penampungan: Universitas Sumatera Utara Di penampungan itu, Kinanthi tetap tidak mengakrabi satu, dua, atau beberapa orang secara khusus. Dia mulai meyakini, seperti Si Pahit Lidah, dia tidak boleh menyentuh apapun, mendekati siapa pun, kecuali dia ingin seseorang itu mendapat sial. Mulai terpikir oleh Kinanthi, hal ini dia warisi dari ibunya, perempuan yang disebut orang-orang sebagai baulawean Kinanthi, hal. 127. Pada tahap ini, Kinanthi sudah benar-benar meyakini bahwa ia mewarisi bakat ibunya. Ia mulai meyakini apa yang dulu dikatakan oleh orang-orang di kampung. Bukti- bukti yang terjadi di sekolah dia arahkan kepada pergunjingan orang-orang kampung sehingga seolah-olah apa yang dikatakan orang-orang benar. Ia seperti meyakinkan dirinya sendiri apa yang dikatakan orang-orang benar, padahal dahulu ia tidak mempercayainya. Kinanthi menyukai hal-hal yang baru. Jika ia berada di tempat baru, ia merasa dapat membangun kembali hidupnya mulai dari nol. Sama seperti ketika sampai di rumah keluarga Edi, hati Kinanthi diliputi semangat baru. Ia menyukai perubahan, tidak menyukai sesuatu yang statis. Demikian kian juga ketika ia sampai di Arab Saudi: Tanah Arab benar-benar menjadi harapan baru bagi Kinanthi. Barangkali memang tangan Tuhan sudah menjentik di permukaan bumi, mengubah nasibnya perlahan-lahan. Bukankah di sini, dia bisa jauh dari kutukan orang- orang dusun? Bukankah di sini pula, dia terpisah dari kenangan kematian Euis dan Gesit? Inilah hidup baru. Itulah mengapa Kinanthi tidak mempermasalahkan sikap orang-orang di bandara Indonesia yang memperlakukan dirinya dan kawan-kawan barunya dengan begitu tak simpati. Rupanya para calon TKW memiliki derajat paling rendah dibandingkan manusia lain yang menginjakkan kaki di terminal pesawat terbang ituKinanthi, hal. 127. Semakin jauh Kinanthi dari kampung halaman, ia merasa kutukan orang-orang kampung akan semakin jauh darinya. Kinanthi benar-benar tidak bisa terlepas dari pembicaraan orang-orang di dusunnya sehingga sampai ia berada di Arab Saudi, ia tetap mengingat apa yang dikatakan orang-orang dusunnya. Ingatan Kinanthi terhadap Universitas Sumatera Utara pergunjingan tentang dirinya tidak pernah dia lupakan. Kinanthi ingin melupakan kejadian- kejadian sedih dalam hidupnya, terutama kematian Euis dan Gesit. Ternyata apa yang diharapkan Kinanthi tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Tidak semudah yang ia bayangkan. Kinanthi tidak mengikuti pemberitaan di media mengenai tenaga kerja Indonesia di luar negeri, sehingga tidak was-was terhadap perlakuan majikan Arab terhadap pembantu rumah tangga. Kinanthi mengharapkan yang muluk-muluk terjadi. Sejak awal ia sampai di rumah majikannya, ia sudah mendapat sinyal buruk. Pertama-tama soal gaji yang cukup rendah. “Sudah. Terima saja. Kita kerja baik-baik sampai kontrak habis. Setelah itu, pulang ke Indonesia,” Marni bangkit sambil menguatkan jepitan kerudungnya. “ Kamu istirahat dulu,” Marni hendak melangkah ke pintu kamar, “Satu lagi, Mbak.” Jangan mudah percaya kepada TKI lain, terutama para driver. Mereka itu banyak yang jahat. Mereka bisa jual kamu ke sembarang orang Kinanthi, hal. 134. Teks di atas adalah percakapan Kinanthi dengan Marni mengenai keadaan pembantu di tempat mereka bekerja. Seperti kata Marni, mereka bekerja baik-baik sampai tiba waktunya pulang ke Indonesia. Hal ini berarti mereka sepenuhnya pasrah kepada apa yang dilakukan majikan karena kontrak kerja yang telah ditandatangani. Mereka tidak boleh pulang ke Indonesia sampai kontrak itu habis. Marni menjelaskan kepada Kinanthi agar tidak mudah percaya pada siapapun, menunjukkan tingginya kejahatan di Arab Saudi. Dalam kebosanan yang dihadapi Kinanthi, ia berkata kepada Ajuj dalam hati, bahwa ia tidak tahu ia ada di mana. Kinanthi berada di Arab Saudi tetapi bukan tempat yang ia inginkan. Kinanthi berada di tempat yang tidak seharusnya. Ia lelah menghadapi pekerjaan yang setiap hari tak penah berhenti. Kinanthi mengungkapkan keseraman negara itu, kejahatan yang sering terjadi terutama terhadap perempuan. Kinanthi mengalami ketakutan ia tidak akan bisa pulang. Universitas Sumatera Utara Aku ndak tahu ini di mana, Juj. Panas dan sepi. Setiap hari di rumah saja. Capek sekali rasanya. Omongan orang-orang membuatku ketakutan. Aku dengar, laki-laki di sini jahat-jahat. Aku takut, Juj. Aku takut ndak bisa pulang lagi. Mungkin, aku selamanya harus di sini Kinanthi, hal. 134. Sebagai pembantu rumah tangga, Kinanthi harus menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga dan memenuhi setiap permintaan majikan. Bangun sebelum majikan bangun, tidur setelah majikan tidur. Kinanthi tidak memiliki hak atas dirinya. Pembantu rumah tangga tidak punya harga bagi majikan Arabnya, apalagi HAM. Semua yang ia lakukan adalah untuk majikan. Ia tidak sempat istirahat. Hal yang membuatnya sangat lelah dan jenuh. Sepanjang Kinanthi berada di rumah Habdul Aziz, banyak perubahan yang terjadi pada Kinanthi. Ia tidak lagi memikirkan apa-apa selain keselamatan dirinya. Ketakutan akan majikannya yang sewaktu-waktu dapat melecehkan Kinanthi. Selain Habdul Aziz sendiri, anak-anaknya yang sudah dewasa juga sewkatu-waktu dapat menyeretnya ke kamar dan melakukan sesuatu yang tak diinginkan seorang perempuan pun di dunia ini. Belum lagi istri majikannya yang mudah curiga terhadap gerak-gerik Kinanthi. Istri majikannya tak segan- segan menghajar dengan menampar dan menimpuk Kinanthi dengan apa saja. Teriakannya yang luar biasa dapat melumpuhkan siapa pun, termasuk suami dan anak-anaknya. Untuk dapat selamat dari ancaman-ancaman itu, Kinanthi harus benar-benar cerdik dan berhati-hati. Kinanthi begitu waspada agar ia tidak menjadi korban pelecehan seperti yang terjadi pada teman seprofesinya, Marni. Kinanthi sendiri sudah tidak yakin, apakah dia masih hidup atau sudah mati. Rentetan peristiwa sepanjang beberapa bulan ini menguras segala daya tahannya. Rasanya sudah menjadi orang gila. Gamis dan kerudung yang dia kenakan masih sama dengan yang dia pakai sejak kabur dari rumah Habdul Aziz. Entah itu terjadi kapan. Seminggu atau berapa lama? Kemampuan berhitung Kinanthi sudah menguap seiring tak pernah lagi otak cemerlangnya dipakai untuk berpikir. Kinanthi, hal. 159. Universitas Sumatera Utara Dalam keadaan seperti yang digambarkan pada teks di atas, Kinanthi tak lagi mengenal dirinya sendiri. Dirinya yang lama tidak lagi muncul ke permukaan. Di mukanya terpasang kedok kewaspadaan untuk dapat menyelamatkan diri. Ia tidak lagi memikirkan otak cemerlangnya, bagaimana ia dulu selalu menjadi bintang kelas. Ia tidak lagi sepenuhnya sadar apa yang terjadi pada dirinya, yang ada hanya keterpenjaraan yang ia rasakan. Ia mulai merasa gila, sebuah bentuk keputusasaan. Tersenyum sambil mengusap air mata. Hal ini menjelaskan tidak mampu lagi menahan penyiksaan batin yang terjadi atas dirinya. Ia tidak lagi membedakan sedih dan bahagia. Senyum dapat menandakan dua hal, kepahitan dan kebahagiaan. Tersenyum sambil menangis adalah sikap yang menandakan kepahitan hidup yang dialami Kinanthi. Kinanthi mulai menghitung tahun-tahun yang sia-sia dalam hidupnya. Dalam usia lima belas tahun ia sudah mengenal kepahitan, penyiksaan, dan suka-duka hidup. Ada sesuatu yang besar dalam diri Kinanthi, pertahanan yang cukup kuat yang dapat mencegahnya dari kegilaan. Ajuj adalah sumber kekuatan itu. Bukan ayahnya, bukan ibunya. Kinanthi tersenyum sembari mengusap air mata. Dia mulai menghitung sendiri apa yang terjadi di sekujur usianya. Sudah lewat lima belas tahun. Dia sudah lupa kapan terakhir berbuat baik. Dia hanya ingat, sampai detik ini, bunuh diri adalah sesuatu yang akan selalu dia hindari. Mungkin bukan buat surga atau atau neraka. Namun, untuk kenangan kecilnya bersama Ajuj. Janji kecilnya untuk tidak pernah menyerah, sesakit apa pun hidup memperlakukan dirinya Kinanthi, hal. 160. Dulu, ketika ia pertama kali sampai di rumah majikannya yang pertama, Kinanthi menunjukkan antusiasnya dengan bekerja sebaik yang dapat ia mampu. Setelah ia kembali mendapat majikan baru, ia tidak lagi peduli. Perlakuan yang ia dapatkan akan sama saja. Dia bahkan tidak takut pada majikan barunya. Ia melenggang santai, tidak menghiraukan majikannya. Batin Kinanthi terlalu sering terluka oleh banyak peristiwa, sehingga terbentuk kekebalan dalam dirinya yang membuat ia seperti tembok. Ia sampai pada tahap kehilangan Universitas Sumatera Utara rasa takut dan kekhawatiran. Rasa takut membuat seorang pribadi waspada. Jika rasa takut itu hilang, bahaya akan mengintai. Rasa takut berfungsi untuk mengendalikan diri agar tidak jatuh dalam bahaya. Bosan dengan kesedihan dan ketakutan yang dialami oleh Kinanthi setiap menitnya, ia berusahan menghibur para TKW di KBRI. Ia ingin menampilkan sesuatu yang berbeda dari dirinya dengan tidak ikut serta menjadi orang-orang yang kehilangan pengharapan. Kinanthi ingin mengubah keadaan di KBRI agar sedikit lebih ceria. Ia tidak tahan dengan wajah sedih yang tergambar dari wajah-wajah teman seprofesinya. Ia berusaha menghibur mereka dengan mengubah kejadian-kejadian di rumah menjadi bahan tertawaan. Kinanthi dapat melakukan hal seperti itu apabila sedang tidak berada di bawah tekanan, seperti di rumah majikan misalnya. Apabila ia berada di rumah majikan, yang dapat ia lakukan hanyalah waspada dan berkonsentrasi terhadap dirinya agar terhindar dari kesalahan. Ia benar-benar sadar bahwa kesalahan kecil dapat menyeretnya ke dalam masalah yang besar. Dia menjadi penghibur di antara para TKW yang kehabisan harapan. Di manapun dia berada, selalu saja mengundang tawa. Kejadian-kejadian yang menyedihkan selama bekerja di rumah majikan, justru dijadikan bahan candaan. Ini membuat kehadiran Kinanthi selalu dinanti Kinanthi, hal. 173. Kinanthi kali ini berada dalam keadaan yang sangat menakutkan, puncak dari kejadian terburuk yang pernah dia alami. Majikannya datang menghampirinya. Dalam keadaan seperti itu, yang ia pikirkan adalah bagaimana menyelamatkan diri. Bahkan ia tidak takut pada kematian. Ia akan melakukan apa yang selama ini dilakukan oleh TKW-TKW bermasalah di KBRI, yaitu melompat dari lantai tiga dan melarikan diri. Akibat kepahitan hidup yang dialaminya, ia merasa bahwa hidupnya tidak dapat hanya ditukar dengan surga. Kinanthi mulai berpikir bagaimana caranya menghancurkan jendela kaca itu dan terjun dari ketinggian itu. Tidak usah dipikirkan apa akibatnya. Mati Universitas Sumatera Utara tidak akan mengubah apa pun. Toh, Kinanthi merasa hidupnya tidak cukup ditukar dengan surga Kinanthi, hal. 190. Kehidupan yang keras yang dialami Kinanthi telah mengubah dirinya dari kepolosan yang dimiliki oleh gadis dusun. Kinanthi sudah mengerti bagaimana menghadapi majikan yang kejam, menghindari bahaya, dan menghibur diri sendiri. Kinanthi bukan lagi gadis yang berdiam diri dan menyerah terhadap kenyataan sebagaimana ia ketika ia tinggal di dusun.

4.1.3 Masa Pemulihan dan Pengembalian Diri 1. Kinanthi mendapat pertolongan