Setelah Arsy merawatnya beberapa hari, Kinanthi menunjukkan kebutuhannya akan kasih sayang dan seorang teman untuk mencurahkan isi hati. Kinanthi belum dapat mengatasi
histerisnya ketika Miranda datang untuk menjenguknya. Kedatangan Miranda membuat Kinanthi mengetahui ia berada pada tangan yang tepat, karena Miranda adalah orang
Indonesia. Ia yakin Miranda akan menolongnya. Di pelukan Miranda, Kinanthi mencurahka emosi dan bebannya yang selama ini menumpuk dalam batinnya. Kinanthi tidak lagi dapat
menyusun kalimat-kalimat yang rapi untuk menjelaskan keadaan yang ia alami. Tanpa diduga, Kinanthi menghambur ke arah Miranda dengan cepat dan
suara histeris. Meskipun terkaget-kaget, Miranda berusaha untuk tidak panik. Dia membalas pelukan Kinanthi dengan hangat. Pecahlah tangis Kinanthi
bertubi-tubi, “Mereka jahat, Mbak. Mereka menyiksa saya. Mereka jahat” Miranda mengelus kepala Kinanthi dengan sayang yang lembut. Dia tidak
bertanya apa-apa. Membiarkan Kinanthi menumpahkan beban benaknya yang menumpuk-numpuk. Seperti menceracau. Kalimat-kalimatnya melompat-
lompat. Semuanya tentang kesakitan, derita, dan kesedihan Kinanthi, hal. 195.
2. Penderitaan Kinanthi berakhir
Akhirnya, setelah mengalami penderitaan yang cukup lama, Kinanthi mendapatkan kembali keadilan dan hak-hak yang sepantasnya ia dapatkan. Melalui putusan pengadilan
imigrasi Amerika, Kinanthi diangkat menjadi warga Amerika dan mendapatkan hak-hak sebagai seorang warga Amerika. Sebuah keputusan pengadilan yang mengubah hidup
Kinanthi selama-lamanya: “Atas nama negara Amerika, kami putuskan Kinanthi diberi hak untuk
bersekolah dengan biaya negara, pekerjaan dengan gaji minimum, mendapat tempat tinggal, diberi jaminan pelayanan kesehatan seumur hidup, dan
kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.”
Palu diketuk. Ruang sidang hening seketika. Sampai kemudian terdengar suara hakim yang menanyai Kinanthi dengan suara malaikatnya.
“Apakah kamu menerima keputusan ini?” Kinanthi mengangguk berkali-kali sambil mengatakan “ya” dan “terima
kasih”.
Universitas Sumatera Utara
Di bangku peserta sidang, Arsy dan Yusuf saling menggenggam tangan dan saling pandang satu sama lain. “Allahu Akbar,” bisik Arsy Kinanthi, hal.
204-205.
Trauma yang dialami Kinanthi membutuhkan waktu yang lama agar ia sampai pada tahap pemulihan. Butuh kerja keras dan kasih sayang dari ibu angkatnya agar ia benar-benar
kembali seperti sedia kala. Meski memiliki pertahanan diri yang kuat, Kinanthi tidak dapat memasuki sekolah umum akibat trauma yang dialaminya. Ia butuh pengawasan dari orang
yang profesional. Lee mengangguk-angguk, “Meski butuh waktu, saya yakin anak itu akan
sembuh. Dia memiliki pertahanan diri yang sangat kuat.” “Apa yang harus saya lakukan, Dokter?”
“Selain meneruskan proses konseling, saya kira Anda juga harus menyiapkan homeschooling untuk dia. Anak itu belum siap untuk masuk
sekolah umum.” Kinanthi, hal. 209.
Kinanthi berada dalam keadaan yang tidak dapat merespon keadaan di sekitarnya. Ia hanya sedikit sekali merespon kata-kata ibu angkatnya. Kekerasan yang dialaminya
mengendap dalam dirinya, menunggu untuk dialihkan. Ia butuh terapi untuk melakukan pelepasan terhadap trauma yang dialaminya. Kinanthi sedang menjalani proses menuju
dirinya yang tanpa kekerasan. Proses ini membutuhkan waktu yang lama karena kejadian yang ia alami sungguh berat. Kinanthi membutuhkan sesuatu yang berharga yang ia miliki
agar dapat pulih. Satu-satunya yang berharga dalam hidupnya adalah Ajuj. Psikiater pribadi Kinanthi memberikan kertas kepada Kinanthi. Melalui kertas itu, Kinanthi menulis surat
kepada Ajuj, yang memberi efek besar bagi kesembuhan dirinya. Kinanthi seperti patung kayu. Sedikit sekali merespon kata-kata Asma,
bahkan hampir saja tak memperlihatkan kesadarannya akan kehadiran orang lain di sampingnya. Dia mengambangkan pandangannya ke luar jendela.
Tubuh jangkungnya lebih tinggi setelunjuk di atas kepala Asma. Tetapi, bahasa
Universitas Sumatera Utara
tubuhnya masih memperlihatkan keluguan. Matanya bahkan seperti tak berpenghuni Kinanthi, hal. 214.
Untuk seorang yang memiliki pertahanan yang kuat, Kinanthi tidak akan sulit bangkit dari trauma. Berkat kerja keras psikiater dan kasih sayang ibu angkatnya, Kinanthi
segera pulih keterguncangan yang ia alami. Dia kembali seperti dirinya yang dulu yang dipenuhi semangat terhadap hal-hal yang akan dihadapkan kepadanya. Ia tidak sabar lagi
memulai sesuatu yang baru, yang dicita-citakannya sejak dulu. Ia mendapatkan kembali motivasinya terhadap ilmu pengetahuan:
“Dokter Lee sejak awal mengatakan kamu gadis cerdas,” Asma meletakkan piringnya di rak, “di atas rata-rata. Ibu setuju dengan pendapatnya.
Semua nilaimu sangat bagus. Ibu pikir tahun depan atau tahun depannya lagi, kamu bisa ikut ujian perguruan tinggi.”
“Kamu belajar seperti orang kehausan, Kinan. Kamu layak dan mampu mengikuti akselerasi Kinanthi, hal. 234
Menurut McClelland dalam Chamorro-Premuzic, 2011: 279 motivasi ditandai dengan tiga kebutuhan dasar: kebutuhan terhadap pencapaian keinginan untuk menguasai
keahlian, kebutuhan terhadap sosialisasi ingin bersosialisasi, dan kebutuhan akan kekuasaan ingin mempengaruhi orang lain. Motivasi yang dimiliki Kinanthi membuat
pemulihan dirinya lebih cepat. Kinanthi mengutarakan pendapatnya kepada ibu angkatnya, hal yang selama ini
tidak pernah Kinanthi utarakan. Kali ini tidak setuju dengan pendapat ibunya yang mencari masalah setiap hari. Kinanthi ingin ibu angkatnya bersamanya setiap hari, mengajarinya
banyak ilmu. Ini agak membingungkan bagi ibu angkatnya, karena Kinanthi tidak mendukung yang dia lakukan sehingga ia gelisah. Kinanthi telah tumbuh menjadi anak yang berbeda
padahal ia merawatnya setiap hari.
Kinanthi bangun, bersiap kembali ke kamarnya, “Agak membingungkan.”
Universitas Sumatera Utara
“Membingungkan?” Kinanthi mengangguk sembari berjalan ke arah pintu, “Aku lebih suka
Ibu di rumah dan mengajariku banyak ilmu dibanding mencari musuh setiap hari.”
Asma melongo tanpa kata-kata. Dia membiarkan saja Kinanthi keluar ruangan itu tanpa mengomentari omongannya. Ada suara kecil dalam batin
Asma yang sedikit membuatnya gelisah karenanya Kinanthi, hal. 241.
Pada teks berikut, Kinanthi benar-benar menentang ibu angkatnya lebih dari biasanya. Komentar pedas yang Kinanthi katakan dapat membuat siapapun marah. Tetapi ibu
angkatnya, dalam kondisi yang demikian, malah memuji kecerdasan Kinanthi dan mengatakan cerahnya masa depan Kinanthi, peryataan yang menekankan bahwa Kinanthi
mengalami kemajuan signifikan setiap hari. Bukti bahwa Kinanthi sudah pulih dari trauma yang ia alami.
“Entahlah, ” Kinanthi mengangkat bahu, “aku hanya merasa, kebanyakan orang akan menganggap Ibu sebagai pembusuk dari dalam
komunitas Islam dibandingkan sebagai seorang pembaru.” “Ibu tidak akan mengambil hati kritikan sadismu,” Asma tersenyum,
“sisi baiknya, Ibu jadi semakin yakin masa depanmu akan sangat cerah. Kamu kritis dan cerdas Kinanthi, hal. 247.
Bimbingan ibu angkat dan psikiater berhasil mengembalikan Kinanthi kepada dirinya yang dulu, menjadi Kinanthi yang kuat dan cerdas. Begitu Kinanthi pulih dari trauma
ia kembali mengejar ilmu pengetahuan dan cita-cita masa kecilnya, menjadi seorang dokter.
4.1.4 Kepulangan