Kinanthi bertemu keluarganya Kepulangan

semakin bulat untuk pulang ke kampung halamannya untuk menyelesaikan masalahnya dengan Ajuj dan keluarganya. Kepulangan Kinanthi kembali ke kampung halaman dengan dua tujuan: yang pertama menemui Ajuj, yang kedua menemui adiknya. Bertemu dengan ayah dan ibunya tidak ada dalam agenda benaknya. Padahal, sudah bertahun-tahun lewat dan keadaan sudah berubah. Ayahnya tidak lagi seperti dulu demikian juga ibunya. Tidak disangka, kepulangan Kinanthi tidak hanya memberinya kesempatan bersatu lagi dengan keluarganya tetapi akhirnya Kinanthi menemukan Tuhan. Tentu saja ini akan menjadi pertemuan pertama setelah bertahun-tahun lewat. Budaya Amerika memberi Kinanthi pengertian pentingnya pertemuan pertama. Kinanthi tidak ingin berpenampilan yang kurang memberi kesan pada banyak orang. Perfeksionis. Ia harus terlihat sempurna di depan orang-orang dusun itu. Ia harus menunjukkan kesuksesannya sebagai bentuk balas dendam atas penghinaan yang ia dapatkan dari orang dusun ketika kecil dulu.

1. Kinanthi bertemu keluarganya

Keadaan kampungnya yang gersang membuat Kinanthi menyesal. Kampung itu sejak dahulu tidak memberi pengharapan. Bangunan-bangunannya yang reyot, tanahnya yang gersang, dan penduduknya yang kurus-kurus kurang nutrisi. Ia merasakan perbedaan yang luar biasa antara New York dan kampungnya. Kinanthi menjadi ragu apa sebenarnya alasannya pulang ke kampung halamannya. Seperti ada musik di kepala Kinanthi. Musik nelangsa. Apa yang ada di depannya dan apa yang dia jalani sehari-hari di New York bedanya seperti langit dan bumi. Tidak ada yang bisa dibandingkan. Sekilas ada ragu menyergap batin Kinanthi. Apa tujuan sejatinya kembali ke tanah ini? Universitas Sumatera Utara Menemui Ajuj? Untuk apa? Apakah semua akan tetap sama? Kinanthi, hal. 384. Kinanthi bertanya-tanya apa tujuan ia pulang. Sejak awal kelahirannya, ia sudah dianggap sebagai tanda datangnya masa-masa yang suram karena mitos yang tidak sepenuhnya benar. Dusunnya yang kolot meninggalkan jejak sakit hati dalam diri Kinanthi, penolakan yang ia rasakan sejak awal membuatnya tidak pernah lupa pada kejadian-kejadian masa lalu. Orang-orang dusun yang senang bergosip membuat Kinanthi semakin tersudut. Ibu Kinanthi tidak dapat mengenali Kinanthi. Teringat kembali Kinanthi kejadian masa lalu, penolakan yang ia dapatkan ketika ia meminta perlindungan. Sejak dulu ibunya memang tidak menyukainya. Keberadaan Kinanthi hanya sebagai seorang yang membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Penolakan itu membuat hubungan batin kedua ibu-anak tersebut tidak terjalin. Ada yang berdesir di dada Kinanthi. Rupanya, simboknya sudah tidak mengenali putrinya sama sekali. Bayangan masa lalu berkelindan. Adegan bisu ketika harapan perlindungan ditepis simboknya membuat Kinanthi semakin diam. Dia ingat tangan mungilnya dilepas paksa dari pinggang simboknya ketika Kinanthi menolak untuk dibawa pergi dari rumahnya hampir dua puluh tahun yang lalu Kinanthi, hal. 389. Kinanthi tidak sepenuhnya membenci ibunya. Ketika ibunya tidak mengenali Kinanthi, ia merasa kedinginan sebuah reaksi yang diakibatkan keinginannya untuk memeluk ibunya. Pendambaan pada kasih sayang yang tidak pernah ia dapat. Kinanthi ingin sekali menumpahkan semua rasa sayang dan kerinduan yang ia miliki. Kinanthi mengangguk tanpa menuruti permintaan perempuan tua itu untuk masuk ke rumah dan menunggu di sana. Dia masih berdiri dengan tangan bersedekap, meski udara tidak sedang dingin. Sebelah hati Kinanthi ingin mencegah perempuan tua itu meletakkan tampahnya dan berlari kecil menuju kebun. Dia ingin meraih tangan keriput itu dan menciuminya sebagai tanda kangen yang kronis Kinanthi, hal. 390. Universitas Sumatera Utara Kinanthi tidak langsung memberitahu siapa dirinya. Ia ingin melihat bagaimana mereka bertingkah laku bila keluarganya tidak mengenal dirinya. Kinanthi berlaku seperti orang asing yang tidak mengenal ibunya sama sekali. Merasakan sakit hati bagaimana ia dulu dijual dan penolakan ibunya membuatnya sedikit ingin membalaskan dendam. Akan tetapi, sebelah hatinya yang lain seolah-olah menikmati adegan ini. Dia membiarkan saja beberapa berlalu begitu saja. Sampai sekitar setengah jam kemudian perempuan tadi kembali bersama seorang remaja berbadan kokoh yang tingginya sepuluh senti, atau mendekati angka itu, lebih tinggi dibanding Kinanthi Kinanthi, hal. 390. Bapak Kinanthi tidak memahami Kinanthi. Seandainya Kinanthi benar-benar bahagia dengan segala sesuatu yang ia miliki, tentu tidak akan repot-repot kembali ke kampung halamannya. Bapak Kinanthi menilai kebahagiaan dari sisi kekayaan yang membuat Kinanthi muak. Kinanthi menuduh orang tuanya penyebab ia terlantar di negeri asing yang tidak disadari orang tua Kinanthi yang seharusnya merasa bersalah terhadap penukaran Kinanthi dengan 50 kg beras itu. “Yo, kasunyatanye ngono, to? Kenyataannya, kamu benar-benar lebih bahagia sekarang, kan, Thi?” Kinanthi tidak serta-merta menjawab. Bahagia? You cuma melihat mobil sewaan dan hak sepatuku, kemudian menyimpulkan bahwa aku lebih bahagia? You tidak pernah menghitung bagaimana rasa terbuangku ditukar lima puluh kilogram beras, kesepianku terjebak hiruk pikuk kota, ketakutanku dibuang ke padang pasir tempat pembantu dianggap budak, keterasinganku saat dipeluk kehangatan negeri yang banyak dihujat. Semua begitu rumit dan you dengan sederhana mengatakan aku lebih bahagia? Kinanthi, hal. 392. Sedih dan sinis menjadi rasa yang bercampur yang dirasakan Kinanthi. Ibunya yang sudah renta dan sepolos perempuan desa. Rasa bersalah yang ditunjukkan ibunya membuat Kinanthi tidak tega. Sebenarnya Kinanthi ingin memeluk ibunya, tetapi kejadian di masa lalu yang masih tergambar di ingatan Kinanthi membuatnya enggan. Universitas Sumatera Utara Kinanthi merasakan degup di dadanya. Ada yang terputus dalam emosinya. Seberapa raksasa keinginannya untuk merengkuh perempuan itu ke dalam pelukannya, sekuat itu pula rasanya kedua kakinya terpaku bumi Kinanthi, hal. 393. Sikap skeptis dimiliki Kinanthi yang menguasai hampir semua ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memiliki logika di balik setiap hipotesisnya tidak seperti orang-orang dusun yang percaya pada mitos begitu saja. Menurut pengetahua yang dikuasai Kinanthi, setan itu tidak ada. Kepercayaan orang dusun yang mengada-ada membuat Kinanthi tersenyum masygul. Kinanthi tersenyum masygul, “Hai... setan tidak pernah gentayangan di luar otak kalian. Kalian hanya mengalami peningkatan neurotransmitter, yang memancing gejala-gejala skizofrenik, membuat isi pikiran kalian menjadi kacau. Itu tidak lebih dari simtom adanya perubahan karakter dari sirkuit jaringan otak.” Kinanthi, hal. 404 Sikap skeptis ditunjukkannya kepada ayahnya dengan berasumsi bahwa bapaknya memberitahu penduduk bahwa anaknya yang sudah lama hilang kembali dan telah menjadi orang kaya. Asumsi buruk itu dikarenakan Kinanthi berpikir bahwa ayahnya materialistis sehingga menjual Kinanthi enam belas tahun yang lalu. Sikap tersebut menandakan Kinanthi belum sepenuhnya memahami alasan ayahnya mengapa ia dijual dulu dan Kinanthi belum memaafkan ayahnya.

2. Kinanthi bertemu Ajuj