Personalitas Tokoh Utama Dalam Novel Kinanthi Karya Tasaro Gk: Analisis Struktural

(1)

PERSONALITAS TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

KINANTHI

KARYA TASARO GK: ANALISIS STRUKTURAL

SKRIPSI

OLEH

CRISTINA G. SILALAHI 090701035

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERSONALITAS TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

KINANTHI

KARYA TASARO GK: ANALISIS STRUKTURAL

Oleh

Cristina G. Silalahi 090701035

Proposal ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. Dra. Keristiana, M.Hum.

NIP 19590907 198702 1 002 NIP 19610610 198601 2 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. NIP 19620925 198903 1 017


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di perguruan tinggi. Sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis maupun diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan sebagai sumber referensi pada skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juli 2013

Cristina G. Silalahi 090701035


(4)

ABSTRAK

PERSONALITAS TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KINANTHI KARYA TASARO

GK: ANALISIS STRUKTUR NARATIF

CRISTINA G. SILALAHI

Fakultas Ilmu Budaya USU

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan personalitas tokoh dalam novel yang mana dalam pendeskripsiannya digunakan pendekatan struktur. Watak sebagai pembawa peristiwa tidak dapat dipisahkan pengaruhnya dalam membentuk jalan cerita. Pembentukan penceritaan dalam novel Kinanthi sangat dipengaruhi oleh watak protagonis meskipun pengaruh watak bawahan tidak dapat dipisahkan dari jalan cerita karena tokoh bawahan memberi pengaruh besar dalam mempengaruhi personalitas tokoh utama. Hal tersebut menjelaskan alasan mengapa penelitian ini menitikberatkan dua analisis besar, yaitu (1) personalitas tokoh utama dan (2) pengaruh tokoh-tokoh bawahan dalam mempengaruhi personalitas tokoh utama. Personalitas tokoh utama merupakan pendeskripsian watak tokoh utama yang diambil dari peristiwa yang kausal, yakni peristiwa yang memberi pengaruh besar bagi tokoh utama untuk menentukan sikap. Tokoh-tokoh bawahan mengambil peran dalam


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan berkat, serta kemampuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, dalam memperoleh gelar sarjana ilmu budaya.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak baik dalam bentuk ide atau gagasan, moral, maupun materi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. M. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I, Dr. Syamsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II, dan Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku Pembantu Dekan III.

2. Prof. Dr. Ikhwanudin Nasution, M.Si. selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia yang telah memberi waktu, pengetahuan, dan arahan. Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP. selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia sekaligus Pembimbing I.

3. Dra. Keristiana, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II, yang telah bersedia memberikan waktu dan saran kepada penulis dalam penelitian ini.

4. Drs. Gustaf Sitepu, M.Hum. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan motivasi dan nasehat selama masa perkuliahan.

5. Staf pengajar di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi pengajaran dan pengetahuan selama menjalankan perkuliahan.

6. Kedua orang tuaku yang terkasih, ayahanda M. Silalahi dan ibunda R.Samosir yang telah menjadi alasan terkuat penulis untuk tetap semangat menyelesaikan perkuliahan dan mengejar mimpi ke depannya. Kedua sosok yang menjadi sang inspiratif, yang


(6)

memberikan dukungan baik berupa materi maupun moril serta doa yang senantiasa mengiringi perjalanan studi penulis.

7. Untuk keempat saudara kandungku (Silalahi Big Family), yakni abang, kakak, dan adik. Semoga kelak dapat menggapai mimpi dan cita-cita yang membanggakan kedua orang tua dan berguna bagi bangsa dan negara.

8. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan di Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU angkatan 2009 yang memberi warna pada hari-hari penulis selama masa perkuliahan. Terima kasih buat setiap tawa, canda, perselisihan, perjuangan, dan kebersamaan kita selama ini. Momen yang tidak akan pernah terhapus dan akan tercatat sebagai bagian dokumentasi perjalanan hidupku. 9. Untuk seluruh senior dan junior yang menjadi bagian studiku selama perkuliahan. 10.Seluruh pihak yang telah berperan memberi dukungan terhadap penulisan skripsi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada pembaca agar memberi kritik dan saran yang bermanfaat demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita bersama.

Medan, Juli 2013 Penulis,

Cristina G. Silalahi 090701035


(7)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Pernyataan

Abstrak

Prakata

Daftar Isi ... i

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 3

Bab II Konsep, Landasan Teori, dan Kajian Pustaka 2.1 Konsep ... 4

2.1.1 Pengertian Novel ... 4

2.1.2 Personalitas ... 4

2.1.3 Tokoh Utama ... 5

2.1.4 Analisis Struktural ... 5

2.2 Landasan Teori ... 6

2.3 Kajian Pustaka ... 7

Bab III Metode Penelitian 3.1 Sumber Data ... 9

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 9

3.3 Metode Analisis Data ... 10


(8)

4.1.1 Masa Kecil ... 12

4.1.2 Masa Penyiksaan ... 19

4.1.3 Masa Pemulihan dan Pengembalian Diri ... 38

4.1.4 Kepulangan ... 43

4.2 Peran Tokoh-tokoh Bawahan dalam Mempengaruhi Personalitas Tokoh Utama ... 62

4.2.1 Pengaruh Ajuj terhadap Kinanthi ... 64

4.2.3 Pengaruh Asma terhadap Kinanthi ... 65

4.2.4 Pengaruh Zhaxi terhadap Kinanthi ... 65

4.2.5 Pengaruh Euis terhadap Kinanthi ... 65

4.2.6 Pengaruh Gesit terhadap Kinanthi ... 66

4.2.7 Pengaruh Ibu Kinanthi terhadap Kinanthi ... 66

Daftar Pustaka ...

Lampiran

Sinopsis

Jadwal Penelitian

Rancangan Skripsi


(9)

ABSTRAK

PERSONALITAS TOKOH UTAMA DALAM NOVEL KINANTHI KARYA TASARO

GK: ANALISIS STRUKTUR NARATIF

CRISTINA G. SILALAHI

Fakultas Ilmu Budaya USU

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan personalitas tokoh dalam novel yang mana dalam pendeskripsiannya digunakan pendekatan struktur. Watak sebagai pembawa peristiwa tidak dapat dipisahkan pengaruhnya dalam membentuk jalan cerita. Pembentukan penceritaan dalam novel Kinanthi sangat dipengaruhi oleh watak protagonis meskipun pengaruh watak bawahan tidak dapat dipisahkan dari jalan cerita karena tokoh bawahan memberi pengaruh besar dalam mempengaruhi personalitas tokoh utama. Hal tersebut menjelaskan alasan mengapa penelitian ini menitikberatkan dua analisis besar, yaitu (1) personalitas tokoh utama dan (2) pengaruh tokoh-tokoh bawahan dalam mempengaruhi personalitas tokoh utama. Personalitas tokoh utama merupakan pendeskripsian watak tokoh utama yang diambil dari peristiwa yang kausal, yakni peristiwa yang memberi pengaruh besar bagi tokoh utama untuk menentukan sikap. Tokoh-tokoh bawahan mengambil peran dalam


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Novel adalah karya sastra yang memiliki unsur tokoh dengan gambaran mengenai personalitas tokoh yang dimaksud untuk membentuk sebuah novel yang menjadi cerita yang lengkap. Personalitas menyangkut karakter atau perwatakan. Keraf (1994: 165) berpendapat bahwa personalitas pribadi ini memiliki hubungan dengan tingkah laku. Personalitas berhubungan dengan identitas, kondisi sosial, dan kondisi psikologis.

Personalitas dibentuk oleh watak tokoh dan digambarkan oleh tindakan-tindakan, tanggapan pribadi atau orang lain, cerminan pemikiran tokoh, maupun cara tokoh menghadapi permasalahan dalam hidup. Watak tokoh dapat berubah, berganti, dan bertolak-belakang dengan watak semula. Perwatakan tokoh tergantung pada keputusan yang ia ambil, perlakuan-perlakuan tokoh lain, ataupun kejadian-kejadian tak terduga yang mengubah kehidupan seorang tokoh. Menurut Ratna (2004: 265), dalam karya sastra, tokoh-tokoh yang ditampilkan terdiri atas tipe-tipe manusia bebas dengan ciri-ciri karakteristiknya masing-masing, yang dengan sendirinya tunduk pada personalitasnya masing-masing-masing, bukan pada subjek kreator. Sehingga, personalitas itu berdiri sendiri dan sejalan dengan kejadian-kejadian yang dipaparkan dalam cerita.

Peranan tokoh bawahan sangat berpengaruh dalam perkembangan watak tokoh utama. Hal ini dapat dijelaskan karena tokoh bawahan dapat mempengaruhi tokoh utama untuk berbuat yang sesuai dengan kehendak tokoh bawahan tersebut. Tokoh bawahan dapat mengintimidasi, memaksa, bahkan mengancam tokoh utama sehingga tokoh utama melakukan apa yang diinginkan oleh tokoh bawahan. Semua hubungan yang dijabarkan tersebut terangkum dalam struktur naratif dalam cerita rekaan. Struktur naratif menjelaskan bagaimana kejadian-kejadian dalam novel berjalan sedemikian rupa. Analisis naratif bertujuan merangkai bagian-bagian novel ke dalam sebuah kerangka struktur sehingga pembaca dapat memahami urutan peristiwa secara lengkap. Dari urutan peristiwa tersebut kemudian dapat menjelaskan perwatakan tokoh utama. Perkembangan peristiwa yang terdapat dalam novel sejalan dengan perkembangan perwatakan tokoh utama. Perwatakan


(11)

tokoh utama akan berubah sesuai dengan seberapa besar pengaruh tokoh bawahan terhadap tokoh utama.

Perwatakan adalah bagian penting yang paling mempengaruhi personalitas. Watak yang dimiliki seseorang akan memberikan sebagian gambaran mengenai personalitasnya. Watak merupakan poin penting yang akan mengungkap personalitas tokoh sehingga penjelasan mengenai watak penting diuraikan baik dari segi pemerolehan watak maupun pengungkapan.

Perwatakan (karakterisasi) dalam pengisahan dapat diperoleh dengan usaha memberi gambaran mengenai tindak-tanduk dan ucapan-ucapan para tokohnya (pendukung karakter), sejalan tidaknya kata dan perbuatan, (Keraf, 1994: 164). Keraf menekankan bahwa pada umumnya karakter dapat diungkapkan melalui beberapa metode, antara lain: penampilan dan pembawaan, analisa, reaksi tokoh-tokoh lain, dialog, dan tingkah-laku. Penampilan dan pembawaan sesungguhnya mencakup deskripsi, yang dapat digambarkan secara tersendiri, atau sebagai tercakup dalam narasi, yaitu tingkah laku sebagai manifestasi dari keadaan batin seseorang.

Kehidupan sehari-hari tokoh utama didominasi oleh konsep hubungan dengan tokoh lainnya. Perubahan status peranan didasarkan atas perubahan pola-pola hubungan sosial. Ketika seorang anak berada di rumah orang tuanya akan berbeda dengan ketika seorang anak berada di rumah pamannya. Di rumah orang tua status seseorang adalah anak, sedangkan di rumah paman status akan berubah menjadi keponakan sehingga terjadi perubahan tingkah laku antara di rumah orang tua dan di rumah paman. Reaksi yang berbeda akan dimunculkan apabila seseorang berada di tempat yang berbeda. Berbedaan posisi, status, dan tingkah laku adalah komposisi yang dibahas dalam personalitas.

1.2Rumusan Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah perkembangan personalitas tokoh Kinanthi dalam novel Kinanthi


(12)

2. Bagaimanakah peran tokoh-tokoh bawahan dalam mempengaruhi personalitas tokoh Kinanthi?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan perkembangan personalitas tokoh Kinanthi dalam novel Kinanthi

karya Tasaro GK.

2. Mendeskripsikan peran tokoh-tokoh bawahan dalam mempengaruhi personalitas tokoh Kinanthi.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut:

1) Untuk memperluas bidang kajian sastra, khususnya kajian struktural pada umumnya dan kajian personalitas pada khususnya.

2) Memberikan pemahaman mengenai personalitas tokoh utama berdasarkan analisis struktur.


(13)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan penelitian agar tidak menyimpang dari fokus penelitian. Adapun konsep yang terdapat dalam penelitian ini akan dibahas satu per satu.

2.1.1 Pengertian Novel

. Reeve (dalam Wellek dan Warren, 1995: 282) novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya disingkat dengan KBBI) (2007: 788) novel didefenisikan sebagai karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku.

Menurut Tarigan dalam Sari (2012)1

2.1.2 Personalitas

, novel adalah suatu cerita dengan alur yang cukup panjang mengisi satu buku atau lebih yang menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif. Dari pengertian tersebut Sari merumuskan bahwa novel adalah sebuah karya fiksi berbentuk prosa yang menceritakan kehidupan para tokoh yang diceritakan dalam sebuah alur atau peristiwa yang panjang cakupannya, cerita tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek, yang setidaknya terdiri dari seratus halaman.

Menurut Chamorro-Premuzic (2011: 28) personalitas didefenisikan sebagai organisasi yang dinamis dalam diri seseorang, sistem psikofisik yang membentuk pola karakter seseorang dalam tindakan, pikiran, dan perasaan. Funder berpendapat bahwa personalitas adalah pola karakteristik seseorang dalam pikiran, emosi, tingkah laku serta

1


(14)

http://janarusaja.sj.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-1/analisis-karakter-dan-konflik-tokoh-utama-mei-ambar-sari-3.pdf/pdf/analisis-mekanisme psikologis tersembunyi maupun terlihat di dalam pola karakteristik tersebut (dalam Chamorro-Premuzic, 2011: 29).

Dalam KBBI (2007: 863), personalitas adalah keseluruhan reaksi psikologis dan sosial seorang individu, sintesis kehidupan emosionalnya dan kehidupan mentalnya, tingkah laku dan reaksinya terhadap lingkungannya.

Menurut Keraf (1994: 164), karakterisasi adalah cara seorang penulis kisah menggambarkan tokoh-tokohnya. Menurut Keraf, terlepas dari persoalan apakah detail-detail karakter itu diturunkan dari fakta atau imajinasi, satu hal yang sangat penting diperhatikan penulis adalah: karakter tidak akan efektif disajikan hanya akumulasi dari detail-detail. Detail-detail harus dijalin-ikatkan satu sama lain, harus dipertalikan untuk membentuk kesatuan kesan dan untuk menyampaikan makna dan pengertian mengenai personalitas individualnya. Personalitas dapat digambarkan melalui watak yang dapat ditinjau dari dimensi fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Ketiga dimensi tersebut akan berkoordinasi membentuk personalitas tokoh utama.

2.1.3 Tokoh Utama

Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh (Aminuddin, 2000: 79). Dalam cerita rekaan, masing-masing tokoh memiliki peran yang berbeda. Berdasarkan banyaknya kemunculan tokoh, maka jenis tokoh dibagi menjadi dua, tokoh utama dan tokoh bawahan. Menurut Aminuddin seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama.

2.1.4 Analisis Struktural

Pradopo (2003: 55), teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan. Karya sastra dipandang lepas dari pengaruh dunia luar, baik dari aspek psikologi, sosiologi, maupu n pemikiran. Analisis terhadap karya sastra dilakukan secara menyeluruh tanpa memandang aspek lain yang mungkin mempengaruhi karya sastra. Kajian struktural memandang karya sastra secara otonom, berdiri sendiri sehingga dalam analisisnya tidak ada bagian-bagian karya sastra yang diabaikan ataupun dihilangkan sama sekali.


(15)

Dalam KBBI (2007: 788), struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun. Kemudian Sugihastuti (1994: 145) berpendapat bahwa sebuah struktur dapat dilihat dari bermacam-macam segi penglihatan. Sesuatu dikatakan mempunyai struktur bila ia terdiri dari bagian-bagian yang secara fungsional berhubungan satu sama lain.

2.2 Landasan Teori

Menurut Peaget (dalam Endraswara 2008: 50), strukturalisme mengandung tiga hal pokok. Pertama, gagasan keseluruhan (wholeness), dalam arti bahwa bagian-bagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi

(transformation), struktur ini menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerus

memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan keteraturan yang mandiri

(self regulation) yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan

prosedur transformasinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain.

Pradopo (2003: 58) berpendapat, unsur-unsur pembangun struktur karya sastra terdiri dari tema, fakta cerita, dan sarana sastra. Fakta cerita terdiri atas alur, tokoh, dan latar. Perwatakan tokoh digambarkan dengan analisis struktural dalam hal ini analisis alur. Alur merupakan rangkaian cerita yang menggambarkan kehidupan tokoh utama sehingga personalitas tokoh tergambar baik melalui tingkah laku, perbuatan, dialog, atau cakapan dalam batinnya, serta peran dan fungsinya dalam menghidupkan cerita.

Hudson (dalam Bujang, 1990: 70) berpendapat bahwa pemerian karakterisasi tokoh dapat dilakukan dengan dua cara: analitis dan dramatis. Cara yang pertama dilakukan sendiri oleh pengarang dengan menyebutkan perasaan, keinginan, status, pikiran, penolakan-penolakan dari tokoh yang dipasang untuk suatu peranan. Cara yang kedua yaitu dengan jalan memberikan kesempatan bagi tokoh-tokohnya untuk mengembangkan sendiri kepribadian, kehendak, pikiran, dan perasaannya melalui tindakan dan ungkapan lisannya.

Menurut Engri (dalam Hanum 1993: 69) bahwa perwatakan tokoh memiliki tiga dimensi sebagai struktur pokoknya, yaitu fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Dimensi fisiologis meliputi ciri-ciri badani berupa usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri muka, dan sebagainya. Dimensi sosiologis meliputi latar belakang kemasyarakatan berupa status sosial, pekerjaan, jabatan dan peranan dalam masyarakat, pendidikan, kehidupan pribadi, pandangan hidup, agama, ideologi, aktivitas sosial, hobbi, suku, dan keturunan. Dimensi


(16)

psikologis meliputi latar belakang kejiwaan berupa mentalitet, ukuran moral, temperamental, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan kelakuan, keahlian dalam bidang-bidang tertentu.

Dengan demikian, analisis yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah analisis struktural. Dalam analisis struktural berlaku prinsip-prinsip antarhubungan karena setiap unsur sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari unsur-unsur yang lain. Analisis terhadap suatu unsur, dalam hal ini personalitas, akan dihubungkan dengan unsur-unsur lain, seperti kejadian, latar, plot, dan sebagainya.

2.3 Kajian Pustaka

Novel Kinanthi karya Tasaro GK sebelumnya belum pernah dikaji oleh mahasiswa Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU. Namun menyangkut kajian struktural khususnya perwatakan sudah menjadi bahan kajian mahasiswa. Beberapa di antaranya diuraikan sebagai berikut.

Hanun dalam skripsinya yang berjudul Citra Karya Umar Ismail: Sebuah Analisis Struktural (1993) mencoba mengungkap unsur-unsur struktural yang terdapat dalam drama

Citra karya Usmar Ismail. Unsur-unsur struktural tersebut antara lain tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema. Kajian mengenai perwatakan hanya sedikit dan tidak dibahas secara tuntas melalui analisis teks, hanya digambarkan sedemikian rupa tanpa merunut kejadian apa yang menyebabkan tokoh memiliki perwatakan tersebut.jadi, perwatakan dalam skripsi tersebut hanya merupakan gambaran umum.

Surbakti dalam skripsinya yang berjudul Pertemuan Dua Hati Karya NH Dini

Gambaran Tokoh dan Perwatakannya (1989), unsur intrinsik adalah unsur-unsur rohaniah

yang harus diangkat dari isi karya sastra itu mengenai tema dan arti yang tersirat di dalamnya. Dalam skripsi tersebut, Surbakti membahas perwatakan masing-masing tokoh, dimulai dari tokoh utama kemudian ke tokoh-tokoh tambahan. Perwatakan masing-masing tokoh ditinjau dari segi psikologis dan sosiologis. Dalam dimensi fisiologis, karakter tokoh tidak digambarkan.

Fikri dalam jurnal penelitiannya (2007) mengungkap perwatakan tokoh utama melalui struktur naratif (plot) dengan menggunakan skema naratif, Fikri mendapatkan suatu struktur naratif yang mengemukakan perkembangan watak tokoh utama yang dikonkretkan oleh tokoh bawahan. Struktur naratif memaparkan kejadian-kejadian yang berurutan yang dialami oleh tokoh utama. Tokoh-tokoh bawahan muncul dan berinteraksi dengan tokoh


(17)

utama melalui dialog dan tindakan atau action. Di dalam setiap struktur naratif digambarkan perkembangan watak, sikap dan pola pikir tokoh utama karena berinteraksi dengan tokoh bawahan.

Dengan menggunakan skema naratif, Fikri mendapatkan suatu struktur naratif yang mengemukakan perkembangan watak tokoh utama yang dipertajam oleh para tokoh bawahan. Struktur naratif memaparkan suatu kejadian-kejadian yang berurutan yang dialami oleh tokoh utama. Tokoh-tokoh bawahan yang juga disebut “villain” muncul dan berinteraksi dengan tokoh utama melalui dialog dan tindakan atau action. Di dalam setiap tahapan struktur naratif digambarkan perkembangan watak, sikap dan pola pikir tokoh utama Wiradi karena berinteraksi dengan para “villain”. Tokoh utama Wiradi sebagai seorang pejuang kemerdekaan tidak mendapatkan kasih sayang atau cinta kasih dari ibunya dan dia berupaya untuk mendapatkan kasih sayang tersebut. Kasih sayang dari ibunya maupun seluruh keluarganya tersebut akhirnya dia dapatkan dan itulah kemenangan yang dicapai Wiradi sebagai tokoh utama meskipun Wiradi tertangkap oleh Belanda. Lebih lanjut, struktur naratif membantu memberikan gambaran untuk analisis penokohan yang berfokus pada perkembangan watak tokoh utama Wiradi yang berinteraksi dengan tokoh-tokoh bawahan seperti Wiranta, Bu Wiradad, Elok, Pak Naja, Pak Wiradad, Kusnarna, Pak Lodang, Suhebat, dan Sukardiman. Keberadaan tokoh-tokoh bawahan tersebut menggambarkan bagaimana tokoh utama Wiradi dalam menjalani kehidupannya pada saat berada di desa, perjalanan ke rumahnya di kota, di rumahnya, dan pertemuan dengan bapak dan ibu kandungnya untuk mendapatkan kasih sayang, sampai akhirnya tertangkap oleh tentara Belanda.


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data

Adapun sumber data yang akan dianalisis adalah: Judul : Kinanthi: Terlahir Kembali Pengarang : Tasaro GK

Penyunting : Dhewiberta Penerbit : Bentang Pustaka Tebal buku : viii + 536 hlm.

Ukuran : 20.5 cm

Tahun terbit : 2012 (cetakan pertama) ISBN : 978-602-8811-90-3 Warna sampul : merah dan cokelat

Gambar sampul : dua tubuh, laki-laki dan perempuan. Dua sosok itu duduk di atas tanah, sama-sama memandang ke langit yang ditaburi bintang. Latar belakang siluet perempuan adalah gedung-gedung tinggi, sedangkan siluet laki-lakinya gambar gelap pegunungan tandus tanpa tumbuhan.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah library

research atau penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang

dilakukan di perpustakaan. Data primernya adalah novel Kinanthi karya Tasaro GK. Langkah pertama penelitian adalah pembacaan novel sekaligus menandai hal-hal yang berkaitan


(19)

dengan permasalahan. Langkah selanjutnya adalah mencatat data-data dalam novel yang sesuai dengan fokus penelitian.

3.3 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

analisis. Menurut Ratna (2004: 53) metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara

mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Analisis tidak semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya.

Data yang terkumpul dianalisis untuk menyelesaikan permasalahan penelitian yang telah ditentukan. Selanjutnya, perwatakan tokoh utama dipelajari dan ditentukan perkembangan perwatakan tokoh utama yang disebabkan oleh perwatakan tokoh bawahan.

Analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Pembacaan novel secara tuntas, dilakukan penandaan terhadap bagian-bagian novel. 2. Memaparkan struktur naratif dalam novel Kinanthi karya Tasaro GK dalam bentuk

bagian-bagian yang menandai berubahnya personalitas tokoh utama.

3. Mendeskripsikan perkembangan perwatakan tokoh utama dalam novel Kinanthi karya Tasaro GK.

4. Mendeskripsikan pengaruh tokoh bawahan terhadap personalitas tokoh utama. 5. Menyimpulkan hasil analisis data.

Data yang telah tersusun didistribusikan ke dalam sistematika penulisan. Hasil analisis data dipaparkan secara sistematis dalam bentuk karya ilmiah.


(20)

BAB IV

PERSONALITAS TOKOH KINANTHI DALAM NOVEL KINANTHI KARYA

TASARO GK

4.1 Personalitas Tokoh Kinanthi

Novel merupakan karya sastra yang memiliki tokoh utama, yang merupakan pusat cerita. Keseluruhan unsur-unsur cerita berhubungan dengan tokoh utama baik itu tema, latar, maupun tokoh-tokoh pendamping. Bagaimana unsur-unsur tersebut membentuk personalitas tokoh utama akan dibahas secara struktural, tanpa mengaitkan pembahasan dengan aspek-aspek lain di luar teks. Kajian struktural mengabaikan hal-hal di luar teks, karya sastra itu sendiri sudah dapat menjelaskan isi karya sastra tersebut.

Kisah dalam novel dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu: (1) masa kecil, (2) masa penyiksaan, (3) masa pemulihan dan pengembalian diri, dan (4) kepulangan. Pembagian tersebut diadaptasi dari pembagian penceritaan dasar yang dikemukakan oleh Awang (1989: 115), yaitu: (1) keberangkatan (panggilan), (2) keterlibatan (pengembaraan), dan (3) kepulangan (kejayaan). Pembentukan penceritaan tersebut dipengaruhi oleh peranan watak protagonis, watak yang menjadi penunjang utama ceritanya (Awang, 1989: 71). Pembagian tersebut bertujuan untuk memudahkan pendeskripsian watak tokoh Kinanthi karena di setiap episode Kinanthi mengalami peristiwa yang sangat berbeda.

4.1.1 Masa Kecil

Masa kecil seorang anak akan berpengaruh pada pribadinya di masa dewasa. Dalam hal ini W. Stern mengajukan teorinya yang terkenal, yaitu teori konvergensi atau teori perpaduan. Teori konvergensi adalah teori yang mengatakan bahwa pribadi tiap orang tumbuh atas dua


(21)

kekuatan, yaitu kekuatan dari dalam, yang sudah dibawa sejak lahir, berujud benih, bibit, atau sering juga disebut kemampuan-kemampuan dasar dan faktor dari luar, faktor lingkungan (Sujanto, 2001: 4).

Adapun yang termasuk dalam faktor pembawaan, ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat kebutuhan. Yang termasuk dalam faktor lingkungan, ialah segala sesuatu yang ada di luar manusia baik yang bersifat material maupun bersifat spiritual. Semua hal tersebut di atas membentuk pribadi seseorang yang berada dalam suatu lingkungan. Seorang pribadi akan mempengaruhi lingkungan dan lingkungan akan diubah oleh pribadi tersebut.

Mangka kanthining tumuwuh Salami mung awas eling Eling lukitaning alam Dadi wiryanbing dumadi Supadi nir inggg sangsaya

Yeku pangreksaning urip (Kinanthi, hal. 3)

Paragraf di atas adalah petikan tembang Jawa, tembang Kinanthi yang merupakan tembang ketiga dari sebelas tembang Jawa yang mengisahkan urutan-urutan kehidupan manusia. Lagu itu menandai latar belakang kehidupan Kinanthi di lingkungan Jawa sekaligus menandai identitasnya sebagai orang Jawa. Nama Kinanthi, tokoh utama novel, diambil dari nama tembang tersebut. Latar belakang Jawa yang kental terlihat dari teman Kinanthi, Ajuj, yang fasih menembang Jawa. Hal tersebut terlihat dalam petikan berikut.

Ajuj menembang dengan segenap hati. Tetes air dari langit-langit gua menjadi musiknya. Suaranya tipis menggema. Lelaki kecil itu menembang Kinanthi macapat yang mencurahkan rasa gembira, cinta, dan kebijaksanaan. Kinanthi juga bermakna bergandeng tangan. Pula, sebuah nama bunga. Orang Jawa menembang Kinanthi untuk anak perawan menjelang berkembang: meranum jiwa raga (Kinanthi, hlm 3).


(22)

Kinanthi mencerminkan rasa gembira, cinta, kebijaksanaan, bergandeng tangan, dan bunga. Sebuah nama yang indah seperti yang dipaparkan dalam lagu. Kinanthi adalah seorang perempuan Jawa dengan kualitas yang dimiliki perempuan Jawa.

Menjelang petang itu, Kinanthi adalah gadis kecil malu-malu yang menyandarkan punggungnya ke dinding gua (Kinanthi, hlm 3).

Kinanthi pada masa kecilnya memiliki kepolosan yang dimiliki setiap anak kecil yang seumuran dengannya. Malu-malu, ciri khas anak kecil yang belum disentuh oleh peradaban modern. Dunia baginya adalah dunia yang sempit, sedangkan bermain adalah bagian terbesar dalam diri kekanakannya.

Rasa dapat hadir dalam berbagai wujud. Rasa hadir dalam setiap orang baik ia kanak-kanak, remaja, maupun dewasa. Demikian juga Kinanthi. Perhatian dari Ajuj tak bisa dipungkiri memberinya rasa yang tidak pernah dia rasakan, sesuatu yang tidak pernah dilakukan orang lain terhadapnya. Rasa itu tergambar dalam petikan berikut.

Kinanthi menangkap pesan itu. Ada sesuatu yang dalam terkirim lewat tatapan Ajuj. Rasa nyaman, kesungguhan, pengayoman, tanggung jawab. Sesuatu yang rumit untuk dicerna Kinanthi oleh karena kebeliaannya. Pipi Kinanthi menyemu merah. Malu. Dia tahu, Ajuj tidak menembang Kinanthi untuk dirinya sendiri. Meski Ajuj tidak mengatakan tembang itu ia tujukan kepada Kinanthi, tetap saja gadis kuncup itu merasa disanjung. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan orang terhadapnya (Kinanthi, hal. 4-5).

Rasa aman adalah kebutuhan setiap orang. Maslow (dalam Chamorrow-Premuzic, 2011: 276) menempatkan kebutuhan akan rasa aman pada urutan kedua pada kebutuhan dasar. Maslow membagi kebutuhan menjadi dua jenis, yaitu kebutuhan psikologis dan kebutuhan dasar. Kebutuhan psikologis menempati tiga puncak teratas piramida, yaitu: aktualisasi diri, kebutuhan akan pengakuan, dan kebutuhan akan hubungan sosial; sedangkan kebutuhan dasar menempati dasar piramida, yaitu: kebutuhan akan keamanan dan kebutuhan fisik.


(23)

Pertemanan Kinanthi dengan Ajuj tidak direstui orang tua Ajuj. Ia dapat merasakan rasa tidak suka orang tua Ajuj terhadap dirinya ketika ia bermain ke rumah Ajuj. Hal tersebut dapat dilihat dalam petikan berikut.

“Ngarang kamu. Kata siapa simbokku ndak suka sama kamu?” Mulut Kinanthi tergembok rasanya. Dia memang tak punya contoh apa pun untuk membuktikan simboknya Ajuj membenci dirinya, atau paling tidak, kurang suka dengan dirinya. Hanya, Kinanthi tidak bisa mengelabui dirinya sendiri bahwa dia tidak merasakan itu. Setiap Kinanthi dolan ke rumah Ajuj, simbok teman karibnya itu selalu mbesungut ‘cemberut, tidak ramah’ (Kinanthi, hal. 6) Cemberut, tidak ramah, ditunjukkan oleh Ibu Ajuj ketika Kinanthi bermain ke rumahnya. Cemberut adalah tanda ketidaksukaan. Kinanthi merasa cemberut tersebut adalah tanda ketidaksukaan terhadap dirinya. Meski Kinanthi tidak bisa menyampaikan hal tersebut kepada Ajuj, ia dapat merasakan penolakan yang cukup jelas terhadap dirinya.

Waktu itu, Kinanthi mogok pergi ke sekolah. Malu, takut, dan gamang bertemu dengan teman-teman. Baru setelah Ajuj berjanji akan memukul siapapun yang mengejek dan mengganggu dirinya, Kinanthi akhirnya mau mencangking tasnnya lagi, setelah satu minggu tidak mengikuti semua pelajaran. (Kinanthi, hal. 11)

Rasa enggan pergi ke sekolah disebabkan ejekan teman-teman sekolah Kinanthi. Olok-olok mengenai keluarganya membuatnya tidak berdaya sebab setiap orang memperlakukan dia sebagai seorang yang disingkirkan dari tengah-tengah masyarakat. Kinanthi kecil seharusnya tidak menanggung semua itu terutama karena bukan ia yang berbuat. Bukan salah Kinanthi jika ia memiliki ayah seorang penjudi, abang yang seorang preman terminal, dan ibu yang menikah berkali-kali.

Kinanthi tidak bersuara. Tangannya mengelus-elus kepala Hasto yang sekarang menjerit-jerit. Menangis sejadi-jadinya, melihat kekasaran di depan matanya. Sambil masih tersengal-sengal oleh tangis tertahan, Kinanthi berjalan perlahan, meninggalkan tegalan itu. Sekali, dia sempat menoleh ke Ajuj. Pandangan keduanya bertemu. Sama-sama merah dan mengesankan sakit yang ditahan-tahan. Tidak hanya terasa oleh kulit, tetapi hati yang memahit (Kinanthi, hal. 23).


(24)

Menangis adalah reaksi normal bagi Kinanthi yang belum pernah melihat kekasaran secara langsung. Melihat sahabatnya, Ajuj, ditampar oleh Saepul, ayah Ajuj, membuat Kinanthi tersengal-sengal oleh tangis yang tertahan. Terlebih ketika Saepul membentak Ajuj sampai urat-urat lehernya mengencang.

Kinanthi mengetahui bahwa ia dicibir oleh masyarakat di sekitarnya karena ayahnya seorang penjudi. Ditambah lagi ia dijauhi oleh teman-teman sekolahnya. Tetapi ayahnya mengatakan hal tersebut adalah karena mereka miskin. Kinanthi yang masih kanak-kanak tidak mampu berargumen dengan baik sehingga ia tidak dapat menjelaskan kepada ayahnya bahwa ia dijauhi karena ayahnya berjudi. Kinanthi sebenarnya tidak setuju. Namun, dia tidak tahu cara membahasakan ketidaksetujuannya. Menurut batinnya karena bapaknya tukang judilah, dia jadi tidak punya teman. Karena bapaknya tukang judilah, orang-orang selalu mencibir setiap dia pergi ke langgar (Kinanthi, hal. 26).

Akibat dari berjudi tersebut membawa dampak bagi psikologis dan sosial bagi Kinanthi. Ajaran agama mengatakan berjudi adalah perbuatan yang haram dan apapun yang dihasilkan oleh sesuatu yang haram adalah haram adanya. Kinanthi merasa apapun yang dibeli oleh ayahnya menjadi haram, mulai biaya sekolah hingga makanan yang masuk ke mulut Kinanthi. Oleh karena mengonsumsi sesuatu yang haram, maka teman-teman Kinanthi menganggap dirinya haram sehingga ia dijauhi. Demikian juga Ajuj, dilarang oleh ayahnya bergaul dengan Kinanthi karena alasan tersebut. Terlebih lagi karena Ajuj adalah anak seorang rois, pemimpin agama yang disegani di dusunnya. Pengkotak-kotakan suci-tidak suci, miskin-kaya, kerap terjadi di masyarakat yang memisahkan dua kalangan paling menonjol. Yang terjadi pada tokoh utama novel ini berbeda, sebab kalangan menengah tidak mau menganggap keluarga Kinanthi patut mendapat apresiasi sebagai anggota masyarakat. Penyebab yang pertama ditengarai oleh ayah Kinanthi yang berprofesi sebagai tukang judi:

Sekarang karena Bapaknya tukang judi, Ajuj tidak boleh lagi berteman dengan Kinanthi. Tetapi, Kinanthi menahan semua itu di hati. Termasuk tentang peristiwa di tegalan dekat tlogo siang tadi. Dia tidak mau bapaknya yang sedang pusing bertambah pusing (Kinanthi, hal. 26)


(25)

Persahabatan Ajuj dan Kinanthi dianggap ayah Ajuj dapat merusak moral Ajuj, karena Ajuj adalah calon rois yang akan meneruskan kepemimpinan ayahnya. Anggapan yang buruk merusak yang baik menjadi alasan orang tua Ajuj. Di sini Kinanthi tidak hanya dilarang tetapi juga dianggap membawa dampak buruk bagi kehidupan Ajuj yang membuatnya semakin terkucil dari pergaulan sosial. Lengkap sudah identitas buruk yang ditujukan kepada Kinanthi. Miskin dan dari keluarga yang sangat jauh dari terhormat. Dengan segera Kinanthi mendapatkan status sosial yang paling rendah di lingkungan sosial tempat ia bernaung.

Kemiskinan Kinanthi digambarkan sangat jelas dalam novel. Kemiskinan tersebut diperparah karena ayahnya berutang kepada bank plecit. Ayahnya tidak mampu membayar utang-utang tersebut. Sebagai gantinya, barang-barang dari rumah Kinanthi diambil satu per satu sebagai ganti utang. Meski demikian, utang-utang ayahnya tidak pernah habis.

Semuanya berlangsung cepat. Mboknya Kinanthi masih tertegun tanpa suara. Tatapannya menumbuk lantai tanah ruang dalam. Kinanthi mulai sesengguka n. Menangis karena takut sekaligus sedih. Rumah yang dia tinggali semakin kosong saja dari hari ke hari. Radio, jam dinding, meja, dan kursi, sudah lebih dulu dijual atau diangkut bank plecit karena bapaknya tidak bisa membayar tunggakan utang. Sekarang, lemari warisan neneknya pun berpindah tangan (Kinanthi, hal. 41).

Sebagai anak kecil yang tak mengetahui apa-apa, Kinanthi hanya dapat menyaksikan semua itu dengan tangis. Tidak ada yang dapat ia perbuat dengan ketidakberdayaannya. Ia hanya dapat bersedih hati melihat satu per satu isi rumah berkurang hingga kosong melompong.

Kinanthi tidak memiliki apa-apa selain persahabatannya dengan Ajuj. Ia miskin dan berada di kelas sosial yang paling rendah. Ibunya tidak begitu perhatian dengan Kinanthi. Ayahnya hanya sesekali berbicara dengannya. Kinanthi lebih banyak menghabiskan waktu bersama Ajuj. Mereka pergi bermain bersama, mencari kepiting, dan menjaga adik Kinanthi bersama-sama. Ajuj adalah satu-satunya teman Kinanthi. Perhatian yang diberikan Ajuj


(26)

kepadanya seolah-olah cukup untuk menutupi kekurang perhatian ayah dan ibunya kepada Kinanthi, sehingga semua rasa tertuju pada Ajuj.

Menemukan Ajuj dalam jangkauan tatapannya, membuat Kinanthi merasa tenteram dan tak membutuhkan apa-apa lagi. Tidak hanya di langgar, pada setiap keramaian acara desa, pertandingan bola atau tontonan lainnya, Kinanthi selalu berhasil menemukan Ajuj meski dia tidak ada di dekatnya. Menatap Ajuj dari kejauhan, telah memberinya kebahagiaan (Kinanthi, hal. 42).

Cinta terlalu muluk dan terlalu cepat bagi mereka berdua. Kinanthi berumur sebelas tahun sedangkan Ajuj tiga belas. Tidak seharusnya mereka menjalani cinta. Mereka adalah kanak-kanak yang seharusnya menghabiskan waktunya dengan bermain. Cinta belum pantas bagi kanak-kanak seusia mereka. Setidaknya, demikian pendapat masyarakat di mana Kinanthi dan Ajuj berada.

Ajuj terlalu berharga bagi Kinanthi. Ia bahkan rela menyerahkan semua yang ia miliki untuk Ajuj. Ia bersedia menembus hujan deras menuju gunung yang saat itu sedang longsor. Ia tidak tahu mana yang benar, kehilangan logika. Ia digambarkan hanya dapat memusatkan pikirannya pada tokoh yang paling banyak berperan dalam hidupnya. Ia tak mendengar larangan ibunya. Sikap Kinanthi yang demikian terlalu berlebihan untuk seorang anak dengan usia sebelas tahun. Sementara teman-teman yang seusia dengan Kinanthi hanya tahu bermain dan berkelahi. Kinanthi tumbuh dewasa lebih cepat dari teman-teman seusianya. Kurangnya perhatian orang tua Kinanthi membuat Kinanthi mencari objek lain untuk mencari perlindungan. Perlindungan itu ia dapatkan dari Ajuj.

Kinanthi merasa memiliki tekad untuk menukarkan apa pun miliknya asal Ajuj tidak mati tertimbun longsoran batu gamping. Sesuatu yang jauh dari rumus matematika. Sebab, jika dirunut, perempuan kecil itu tidak punya apa-apa untuk ditukarkan. Sesuatu yang dia anggap sebagai kemewahan hanyalah persahabatannya dengan Ajuj. Mewah, sebab itu satu-satunya persahabatan yang ia miliki. Tidak punya yang lain. Apa pun. Jadi, apa yang mau ditukar? (Kinanthi, hal. 54).


(27)

Masa kecil yang dialami Kinanthi akan mempengaruhi personalitasnya ketika dewasa. Perhatian yang jarang diberikan oleh orang tua, terutama ibunya, menghasilkan hubungan yang tidak erat antara ibu dan anak. Di masa dewasanya, Kinanthi digambarkan pengarang tidak membutuhkan kasih sayang ibunya. Pertemanan dengan Ajuj merupakan hal terpenting yang dimiliki Kinanthi, dan paling mempengaruhi diri Kinanthi.

4.1.2 Masa Penyiksaan

Masa penyiksaan adalah sebuah episode dalam hidup tokoh utama, di mana ia ditukar oleh orang tuanya dengan 50kg beras kepada Pak Edi yang kemudian menjadi majikannya. Pak Edi selanjutnya menjual Kinanthi kepada calo TKI, yang menyebabkan Kinanthi mengalami penyiksaan.

1. Keberangkatan

Bagian ini adalah bagian yang mengawali episode penyiksaan Kinanthi. Bagian yang menandai tahap awal pengembaraan yang akan membawanya hingga ke Amerika. Kinanthi akan diserahkan kepada seorang calo TKI yang berpura-pura menyekolahkan dia. Calo TKI tersebut telah memberi 50 kg beras kepada orang tua Kinanthi. Keadaan ini semakin membuktikan kemiskinan tokoh utama novel ini.

Sebelum keberangkatan tersebut Kinanthi mendengar lagi tembang Kinanthi yang dinyanyikan oleh ayahnya. Nyanyian tersebut membawa kedamaian dan rasa aman bagi Kinanthi. Sebagai seorang Jawa yang belum tersentuh budaya lain, Kinanthi dapat menyesap lagu tersebut ke dalam jiwanya. Lagu tersebut seperti sebuah kejanggalan bagi Kinanthi


(28)

karena kali ini lagu itu khusus dinyanyikan baginya. Sebuah usaha untuk memberi Kinanthi ketenangan batin sebelum ia diberangkatkan menjadi pembantu Pak Edi.

Pangasange sepi samun Away esah ing salami Samangsa wis kawistara Lalandhepe mingis-mingis Pasah wukir Reksamuka Kekes srabedaning budi Dene awas tegesipun Weruh waranane urip Miwah wisesaning tunggal Kang atunggil rina wengi Kang mukitan ing sakarsa

Gumelar ngalam sakalir (Kinanthi, hal. 70)

Kinanthi merasa teduh dengan syair lagu itu. Lagu tersebut direspon batin Kinanthi sebagai sebuah pertanda yang tidak ia ketahui. Ia mencoba mencari makna dengan menatap wajah ayahnya. Ia melihat cermin, sesuatu yang menampilkan objek secara menyeluruh. Ayahnya menembang dengan sepenuh hati karena ingin memberi pelepasan yang sebenarnya tidak diinginkan oleh ayahnya. Ayahnya sangat menyayangi Kinanthi, tidak rela berpisah dengan Kinanthi.

Kinanthi menggeliatkan kepalanya. Menatap kedua mata bapaknya yang sekarang menjadi lebih cermin dibanding biasanya. Cermin yang menetes. Kinanthi merasa ada getaran pada syair yang dilagukan bapaknya. Getar yang tidak pada tempatnya. Getar yang disebabkan oleh cermin yang menetes itu (Kinanthi, hal. 70).

Dari teks berikut dapat dilihat bahwa lagu tersebut memberi efek yang diharapkan terhadap Kinanthi. Lagu itu membuat Kinanthi merasa bahagia dan merasa seperti tidak membutuhkan apa-apa lagi, merasa hidupnya sempurna. Ayahnya sangat mengenal Kinanthi. Ia mengetahui semangat Kinanthi dalam pelajaran, ingin jadi orang pintar, ingin jadi seorang dokter. Ayahnya mengetahui jika ia tetap bersama-sama dengan Kinanthi, Kinanthi tidak akan dapat mencapai cita-cita tersebut. Apa yang tidak diketahui ayah Kinanthi adalah bahwa


(29)

ia telah menyerahkan Kinanthi pada orang yang salah. Ayah Kinanthi dengan kenaifannya tidak tahu kalau Pak Edi adalah calo TKI.

Ketika Ayah Kinanthi menyebut nama Edi, seketika batin Kinanthi menjadi was-was. Hilang ketenangan yang diberikan oleh syair tembang Jawa tersebut. Isu bahwa ia akan diambil oleh keluarga bapaknya mencuat ke permukaan. Ia tidak ingin bepisah dengan keluarganya. Sebagai sebagai seorang anak yang berumur dua belas tahun, Kinanthi belum siap untuk berpisah dengan ayah-ibunya. Ia masih memiliki kebutuhan psikologis dari kedua orangtuanya. Ketergantungan alami yang dimiliki anak-anak.

Bagaimanapun Kinanthi menolak untuk berangkat, tetap saja kesepakatan antara orang tua Kinanthi dan Pak Edi tidak dapat dibatalkan. Berbagai kata bujukan sudah dilakukan untuk membujuk Kinanthi, tetapi Kinanthi tetap tidak mau. Kinanthi merasakan ketidakamanan berjauhan dengan keluarganya. Dia akan kehilangan dusun, ayah, adiknya (Hasto) terlebih sahabatnya, Ajuj. Kinanthi tidak terlalu mempersoalkan ia akan berpisah dengan ibunya karena ibunya tidak pernah memperlakukan Kinanthi dengan cukup ramah.

Kemiskinan membuat ayah Kinanthi membujuk Kinanthi dengan teguh agar Kinanthi berangkat. Bagi ayah Kinanthi, kemiskinan membuat keluarga mereka disepelekan oleh orang-orang sedusun. Ia meminta tanggung jawab Kinanthi untuk menghapus beban sosial itu. Ayah Kinanthi ingin mereka kaya agar tidak ada lagi beban sosial yang ia rasakan di antara orang-orang sedusun. Ayah Kinanthi ingin mereka menjalani kehidupan yang normal. Iming-iming Kinanthi tidak akan lama di rumah keluarga Pak Edi dan segera pulang ke rumah tidak dapat membuat Kinanthi berhenti menangis. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya menangis di dada ayahnya. Ia tahu kali ini ia tidak akan dapat meluluhkan hati ayahnya.


(30)

“Nanti, kalau kamu sudah jadi orang berhasil, kamu pulang ke rumah ini. Kalau kamu punya banyak uang, orang-orang tidak akan berani lagi menyepelekan keluarga kita.”

Kinanthi mulai menangis tanpa suara.

“Eh, ora pareng nangis. Tidak boleh menangis. Ini tidak akan lama. Nanti, kamu kembali lagi ke rumah ini, Nduk.” (Kinanthi, hal. 73)

Kinanthi berteriak-teriak ketika lelaki asing datang menjemputnya untuk dibawa ke Bandung. Penampilan lelaki dari kota itu menimbulkan ketakutan dalam diri Kinanthi. Penampilan yang memberinya rasa tidak aman dan rasa was-was yang berlebihan sehingga ia melarikan diri ke rumah Mbah Gogoh untuk menemui Ajuj.

Ndak mau! Ndak mau!” Kinanthi berteriak-teriak sembari meronta dari pegangan tangan mboknya ketika laki-laki bernama Edi itu mendekat. Lelaki tinggi kurus dengan rambut belah pinggir yang licin. Berbaju lengan panjang garis-garis dan celana cutbrai. …. Kinanthi terus meronta sampai benar-benar berhasil melepaskan diri dari pegangan mboknya. Dia lalu berlari sekencang-kencangnya ke samping rumah, menembus kebun ketela pohon milik tetangga (Kinanthi, hal. 76).

Perpisahan Kinanthi dan Ajuj digambarkan cukup dramatis, sehingga tokoh utama mengingat perpisahan itu seumur hidupnya. Kinanthi menangis keras-keras sambil memanggil nama Ajuj. Jika dibandingkan dengan tangis Kinanthi ketika berpisah dengan ayah-ibunya, tangis perpisahan dengan Ajuj lebih mengharukan bagi Kinanthi. Jika orang tua Kinanthi memang sengaja menjual Kinanthi, yang artinya orang tua Kinanthi memang sengaja memisahkan Kinanthi dari mereka, berbeda dengan Ajuj. Ajuj tak menginginkan perpisahan mereka. Di sini dapat dilihat orang tua Kinanthi dan Ajuj memiliki peran yang bertolak belakang dalam kehidupan Kinanthi.

2. Kinanthi menjadi pembantu di rumah Pak Edi

Di rumah keluarga Edi, meski Kinanthi diperlakukan dengan baik oleh Pak Edi dan Istrinya, tetap saja Kinanthi berprofesi sebagai seorang pembantu. Ia melakukan seluruh


(31)

pekerjaan rumah setiap hari dan melayani tamu Eli (istri Pak Edi) yang tidak ada habis-habisnya. Lebih parah lagi ia tidak diberi gaji. Ke sekolah ia berjalan kaki, yang berarti ia tidak diberi uang saku. Hanya uang sekolah Kinanthi yang dibayarkan oleh Eli sebagai kedok bahwa ia menyekolahkan Kinanthi.

Demikian Kinanthi digambarkan ketika baru pertama kali sampai di kota Bandung, di rumah keluarga Edi:

Kinanthi terbengong-bengong. Dia mengangguk, tetapi tetap tidak paham. Dia baru sadar, sejak kemarin malam, dia telah terpisah jarak hampir seribu kilometer dari dusun kelahirannya. …. Kinanthi begitu bersemangat. Menyenangkan sekali mengenal hal-hal baru. Seharian dia bisa melupakan kejadian dramatis dua hari lalu, ketika dia meronta dalam pelukan bapaknya, menolak dibawa pergi dari dusun (Kinanthi, hal. 85-86)

Kinanthi terheran-heran dengan segala perabotan yang baru pertama kali ia lihat. Ia digambarkan sebagai seseorang bergairah mengenal hal-hal yang baru. Kinanthi tekun mendengarkan dan mempelajari peralatan baru itu, hingga ia melupakan kejadian ketika ia menangis berkoar-koar ketika ia memberontak hendak melepaskan diri agar tidak ikut ke Bandung. Sekarang, dengan keasyikannya terhadap perabotan baru itu, Kinanthi melupakan kisah sedih dua hari yang lalu. Kesedihan yang teralihkan untuk sementara.

Perlakuan baik yang awalnya dialami Kinanthi membuatnya berpikir bahwa apa yang dikatakan ayahnya mungkin benar, bahwa keluarga Edi adalah masa depan baginya. Di rumah itu dia disekolahkan, diberi makanan cukup gizi, dan diberi kamar yang cukup nyaman: hal-hal yang tidak mungkin ia dapatkan di dusun. Perubahan segera terjadi pada tubuhnya oleh asupan makanan sehat. Ia bahkan tidak mengalami kelelahan seperti yang ia alami ketika menggendong Hasto setiap hari.

Perlahan-lahan, Kinanthi mulai berpikir, barangkali benar kata bapaknya, memang keluarga Eli adalah harapan masa depannya. Di rumah yang di mata


(32)

mungil di dekat dapur. Bahkan, dia memiliki kamar mandi sendiri. Kamar mandi dan kakus yang tidak ada bandingnya dengan segala tempat buang air di dusun (Kinanthi, hal. 87)

Setelah beberapa lama tinggal di rumah Edi, oleh kenyamanan yang sudah mapan, Kinanthi teringat oleh berbagai hal yang ia dapatkan di dusun. Kinanthi menjadi manusia urban pada umumnya, ingin kembali ke identitas awal, lingkungan yang bahkan tidak memperlakukan ia tidak baik. Padahal ia mendapatkan segalanya di rumah Pak Edi: belajar, fasilitas, buku-buku. Kelelahan yang ia dapatkan di rumah tersebut tidak ada apa-apanya dengan apa yang ia dapatkan ketika di dusun. Berjala ke tlogo berkilo-kilometer, tanahnya yang tandus, terlebih lagi perbuatan buruk yang ia dapatkan dari orang-orang dusun. Di sini, ia mendapatkan teman-teman sekolah yang menerima ia apa adanya, ia sendiri yang tidak mau berteman dengan banyak orang, Kinanthi terlalu menutup diri. Dan kini semua yang ia dapatkan itu terasa sia-sia oleh ingatannya tentang dusun yang bahkan tidak memperlakukannya dengan baik. Satu hal yang patut ia syukuri dari dusun itu adalah Ajuj. Ia boleh menulis banyak surat kepada Ajuj, sebanyak yang ia mau. Tetapi kampung tidak pantas diingat sebagai sebuah hal yang berharga.

Sekali lagi, Kinanthi adalah manusia urban yang tidak mudah puas terhadap kemapanan kota Bandung. Bagaimana buruknya kampung halamannya, ia tidak akan melupakannya.

Setelah semua barang yang tadinya menakjubkan itu dia kenal, Kinanthi mulai merindukan apa-apa yang sudah dia tinggalkan. Dusun kering itu, debu-debu yang mengepul di jalan berbatu, bau tanah selepas hujan, bunyi kodok bersahut-sahutan, bapaknya yang menembang, omelan simboknya, rengekan Hasto, keramahan Mbah Gogoh, dan candaan Ajuj. Semua itu tidak lagi ia temui di kota ini (Kinanthi, hal. 88).

Kinanthi adalah wanita yang polos sekaligus tertutup, bahkan pada sahabatnya sendiri. Ia tidak mau bercerita tentang hal-hal yang terjadi pada dirinya kecuali ia ditanyakan


(33)

terus-menerus. Ketika sahabatnya menanyakan perihal tentang kehidupannya, ada perasaan tidak nyaman yang ia rasakan. Ia merasa berat hati untuk berbagi cerita dengan Euis, apalagi tentang kehidupannya di rumah keluarga Edi. Perlakuan keluarga Edi terhadap Kinanthi memiliki defenisi yang berbeda bagi Kinanthi dan orang-orang di sekitarnya. Kinanthi menganggap pekerjaan yang ia lakukan di rumah keluarga Edi adalah sebuah kewajaran sedangkan bagi orang lain, termasuk sahabatnya, ia adalah seorang pembantu rumah tangga yang menurut sudut pandang sosial merupakan golongan masyarakat rendahan.

Euis mencoba membesarkan hati sahabatnya, mencoba membangun rasa percaya diri Kinanthi. Kinanthi tidak percaya diri dengan profesinya sebagai pembantu rumah tangga, hal yang tidak sepenuhnya ia pahami di mana letak kerendahan seorang pembantu rumah tangga. Ia terlalu mendengarkan perkataan orang lain, cibiran mengenai dirinya bahwa ia seorang pembantu rumah tangga.

“Pokoknya, kamu nggak boleh minder hanya karena harus bekerja untuk sekolah. Justru kamu harus bangga. Tidak usah dengarkan apa kata orang. Yang penting, kan, halal,” tandas Euis memnacing senyum Kinanthi saat mengeja kata “halal” dengan penekanan huruf “h” dan “l” yang kocak (Kinanthi, hal. 89).

Di luar rencana keluarga Edi untuk menjadikan Kinanthi TKI, Kinanthi murni melakukan pekerjaan tersebut untuk sekolah. Dengan Kinanthi bersekolah sebenarnya Pak Edi akan mendapatkan keuntungan yang berlipat karena Kinanthi akan semakin pintar. Calon TKI yang pintar akan mendapatkan harga yang lebih tinggi dari TKI yang biasa-biasa saja. Dalam hal ini Kinanthi tidak menyadari, bahkan sangat naïf, dengan rencana-rencana Pak Edi terhadapnya. Sisi lain ketidakadilan yang harus dihadapi Kinanthi.

Pembantu rumah tangga tanpa gaji menjadi profesi yang dijalani Kinanthi di rumah keluarga Edi. Kinanthi tidak mengerti persoalan gaji-menggaji. Ia hanya mengetahui bahwa ia menjalankan tugasnya dengan baik. Kepolosan yang tidak pada tempatnya. Kinanthi merasa


(34)

ia menumpang di rumah keluarga Edi, ditanggung biaya hidup dan biaya sekolahnya. Asumsi tersebut membuat Kinanthi merasa apa yang sudah dapatkan sudah cukup tanpa diberi gaji. Padahal seharusnya Kinanthi harus mendapat gaji karena ia mengerjakan rumah tangga sepenuhnya. Sahabat Kinanthi sendiri merasa seharusnya Kinanthi digaji:

“Jadi, gaji kamu, teh, sabaraha, Thi? Berapa gitu?” Kinanthi menggeleng.

Ndak tahu? Atau, ndak mau ngasih tahu?” buru Euis. “Aku ndak digaji, Is.”

“Ha? Nubener, we. Yang benar?”

Kinanthi mengangguk sambil menunduk. “Wah, keterlaluan itu namanya.”

“Ndak apa-apa, Is. Aku, kan, numpang hidup di rumah Pak Edi. Disekolahin lagi.”

(Kinanthi, hal. 91).

Selama Kinanthi berada di rumah keluarga Edi, ingatannya tentang Ajuj tidak pernah terlewatkan. Ajuj hidup dalam memorinya dan membuat dirinya tidak menyerah. Ajuj seperti sebuah kekuatan bagi Kinanthi. Perasaan Kinanthi semakin hari semakin berkembang, sejalan dengan pertumbuhan Kinanthi yang semakin dewasa. Rindu yang sekarang berbeda dengan rindu yang dulu ia miliki. perasaan yang dimiliki Kinanthi disebabkan karena ia mulai memasuki usia pubertas, yaitu masa bangkitnya kepribadian ketika minatnya lebih ditujukan kepada perkembangan pribadi sendiri. Masa ini ditandai dengan sifat-sifat yang baru, seperti pendapat lama yang ditinggalkan, keseimbangan jiwa yang terganggu, suka menyembunyikan isi hati, masa bangunnya perasaan kemasyarakatan, dan adanya perbedaan sikap antara pemuda dengan gadis (Zulkifli, 2005: 70). Sikap memuja dalam diri Kinanthi adalah sikap yang menandai peralihan dari anak-anak ke masa pubertas:

Entah bagaimana, Kinanthi mulai merasa ada yang berbeda pada dirinya. Menyebut nama Ajuj, menulis kata “Ajuj” seperti menghidupkan sesuatu dalam dirinya. Sesuatu yang menyetrum saraf-saraf tertentu pada rangkaian tertentu pada rangkaian pembuluh darahnya. Sesuatu yang membuatnya tersipu sekaligus terharu. Memori terakhir, ketika dia menyaksikan Ajuj berlari


(35)

mengejar mobil yang membawa dia meninggalkan dusun selalu membuat Kinanthi menangis (Kinanthi,hal. 95).

Dalam kehidupan, seseorang akan mengalami masa-masa yang menyedihkan dalam hidup. Kematian merupakan sebuah peristiwa yang mengguncang kehidupan seseorang. Kematian dalam banyak kasus akan mengubah kehidupan secara psikologis, terutama ketika kehilangan seseorang yang paling dekat dalam hidup, seperti anggota keluarga. Kejadian ini dialami Kinanthi, yaitu ketika ia kehilangan Euis, sahabatnya. Kematian yang dialami Euis tidak wajar, ia diperkosa lalu dibunuh. Peristiwa tersebut membuat Kinanthi pingsan berkali-kali dan selama seminggu ia tidak mampu menjalani hari-harinya seperti biasa karena terguncang karena kematian sahabatnya.

Kinanthi pingsan berkali-kali pada hari kematian Euis dan sehari setelahnya. Dia tidak masuk sekolah hampir sepekan lamanya. Beruntung, majikannya bisa memahami dan tidak memaksa Kinanthi untuk tetap mengerjakan jadwal hariannya. Kinanthi diberi keringanan untuk berkabung selama sepekan. Kinanthi merasa, sebagian dirinya ikut mati bersama Euis. Kehilangan yang begitu menyesakkan. Enam bulan bersama Euis adalah rentang waktu yang sangat ajaib. Dia belajar menjadi tegar karena melihat Euis. Belajar untuk percaya diri juga dari sosok Euis. Belajar mensyukuri hidup pun dari sahabatnya itu (Kinanthi,hal. 99).

Euis memberi banyak arti dalam kehidupan Kinanthi. Euis adalah sahabat yang memberinya rasa percaya diri dan lebih mensyukuri hidup. Euis adalah tempat Kinanthi membuka diri, satu-satunya teman yang ia miliki di sekolah.

Kematian Euis memberi dampak yang besar dalam kehidupan sosial Kinanthi. Kematian tersebut membuat Kinanthi tidak bergairah menjalin persahabatan dengan orang lain. Dia kembali lagi seperti dulu, pendiam dan tidak memiliki teman. Tidak terbuka kepada siapapun. Hal tersebut membuat Kinanthi dipandang aneh oleh teman-teman sekolahnya. Kinanthi tidak peduli dengan pendapat teman-temannya. Ia menjalani hari-harinya seperti yang ia inginkan, belajar dan mendapatkan ranking pertama di kelasnya. Ia mengalami


(36)

pergeseran tujuan, tidak ingin berteman dengan siapapun, hanya mengejar ilmu dan menamatkan SMP-nya dengan nilai yang memuaskan.

3. Kinanthi menjadi TKI

Mengirimkan Kinanthi ke luar negeri sebagai TKI sudah dirancang keluarga Edi sejak lama. Kedua suami-istri tersebut memang berprofesi sebagai calo TKI. Demi mendapatkan TKI yang pintar dan cantik, mereka menyiapkan segala sesuatu yang dapat mendukung Kinanthi untuk menjadi TKI yang berkualitas. Menyekolahkan Kinanthi hanyalah alasan sampingan bagi mereka. Semua itu mengarah bagi keuntungan keluarga Edi. Kinanthi juga didaftarkan kursus bahasa Arab, agar mudah memahami permintaan majikan Arab.

Kinanthi dipersiapkan untuk menjadi tenaga kerja wanita di Arab Saudi. Agak sukar untuk menemukan permpuan muda sepintar Kinanthi. Dipoles sedikit, harga jualnya menjadi lebih tinggi. Majikan Arab tentu akan lebih membayar beda, pembantu yang pandai dibanding yang kosong melompong. Untuk itulah, Kinanthi disekolahkan oleh keluarga Edi, supaya sedikit pintar. Supaya cepat tanggap jika majikan Arab-nya nanti meminta sesuatu. Supaya sedikit bisa berbahasa Inggris, selain bahasa Arab (Kinanthi,hal. 122).

Penyiksaan di rumah keluarga Edi hanyalah sekelumit dari penyiksaan yang akan dialami Kinanthi selanjutnya. Kekerasan yang ia hadapi tidak membuatnya gila. Satu tahun dikurung di rumah, disiksa, dan tidak pergi ke mana tak lantas membuat pribadi Kinanthi menjadi mati. Hanya tubuhnya yang lemah tak berdaya karena tidak diberi makanan yang cukup.

Setahun setelah kematian Gesit, tepat ketika Kinanthi seharusnya ia menamatkan SMP-nya, ia keluar dari rumah Edi untuk selama-lamanya. Ia dibawa Edi ke penampungan TKI untuk dikirim bersama ribuan TKI lainnya ke luar negeri. Setahun berdiam di rumah Kinanthi belum pulih dari trauma kematian Euis dan Gesit. Kinanthi serta-merta menutup diri ketika berada di penampungan:


(37)

Di penampungan itu, Kinanthi tetap tidak mengakrabi satu, dua, atau beberapa orang secara khusus. Dia mulai meyakini, seperti Si Pahit Lidah, dia tidak boleh menyentuh apapun, mendekati siapa pun, kecuali dia ingin seseorang itu mendapat sial. Mulai terpikir oleh Kinanthi, hal ini dia warisi dari ibunya, perempuan yang disebut orang-orang sebagai baulawean

(Kinanthi,hal. 127).

Pada tahap ini, Kinanthi sudah benar-benar meyakini bahwa ia mewarisi bakat ibunya. Ia mulai meyakini apa yang dulu dikatakan oleh orang-orang di kampung. Bukti-bukti yang terjadi di sekolah dia arahkan kepada pergunjingan orang-orang kampung sehingga seolah-olah apa yang dikatakan orang-orang benar. Ia seperti meyakinkan dirinya sendiri apa yang dikatakan orang-orang benar, padahal dahulu ia tidak mempercayainya.

Kinanthi menyukai hal-hal yang baru. Jika ia berada di tempat baru, ia merasa dapat membangun kembali hidupnya mulai dari nol. Sama seperti ketika sampai di rumah keluarga Edi, hati Kinanthi diliputi semangat baru. Ia menyukai perubahan, tidak menyukai sesuatu yang statis. Demikian kian juga ketika ia sampai di Arab Saudi:

Tanah Arab benar-benar menjadi harapan baru bagi Kinanthi. Barangkali memang tangan Tuhan sudah menjentik di permukaan bumi, mengubah nasibnya perlahan-lahan. Bukankah di sini, dia bisa jauh dari kutukan orang-orang dusun? Bukankah di sini pula, dia terpisah dari kenangan kematian Euis dan Gesit? Inilah hidup baru. Itulah mengapa Kinanthi tidak mempermasalahkan sikap orang-orang di bandara Indonesia yang memperlakukan dirinya dan kawan-kawan barunya dengan begitu tak simpati. Rupanya para calon TKW memiliki derajat paling rendah dibandingkan manusia lain yang menginjakkan kaki di terminal pesawat terbang itu(Kinanthi,hal. 127).

Semakin jauh Kinanthi dari kampung halaman, ia merasa kutukan orang-orang kampung akan semakin jauh darinya. Kinanthi benar-benar tidak bisa terlepas dari pembicaraan orang-orang di dusunnya sehingga sampai ia berada di Arab Saudi, ia tetap mengingat apa yang dikatakan orang-orang dusunnya. Ingatan Kinanthi terhadap


(38)

pergunjingan tentang dirinya tidak pernah dia lupakan. Kinanthi ingin melupakan kejadian-kejadian sedih dalam hidupnya, terutama kematian Euis dan Gesit.

Ternyata apa yang diharapkan Kinanthi tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Tidak semudah yang ia bayangkan. Kinanthi tidak mengikuti pemberitaan di media mengenai tenaga kerja Indonesia di luar negeri, sehingga tidak was-was terhadap perlakuan majikan Arab terhadap pembantu rumah tangga. Kinanthi mengharapkan yang muluk-muluk terjadi. Sejak awal ia sampai di rumah majikannya, ia sudah mendapat sinyal buruk. Pertama-tama soal gaji yang cukup rendah.

“Sudah. Terima saja. Kita kerja baik-baik sampai kontrak habis. Setelah itu, pulang ke Indonesia,” Marni bangkit sambil menguatkan jepitan kerudungnya. “ Kamu istirahat dulu,” Marni hendak melangkah ke pintu kamar, “Satu lagi, Mbak.” Jangan mudah percaya kepada TKI lain, terutama para driver. Mereka itu banyak yang jahat. Mereka bisa jual kamu ke sembarang orang (Kinanthi,hal. 134).

Teks di atas adalah percakapan Kinanthi dengan Marni mengenai keadaan pembantu di tempat mereka bekerja. Seperti kata Marni, mereka bekerja baik-baik sampai tiba waktunya pulang ke Indonesia. Hal ini berarti mereka sepenuhnya pasrah kepada apa yang dilakukan majikan karena kontrak kerja yang telah ditandatangani. Mereka tidak boleh pulang ke Indonesia sampai kontrak itu habis. Marni menjelaskan kepada Kinanthi agar tidak mudah percaya pada siapapun, menunjukkan tingginya kejahatan di Arab Saudi.

Dalam kebosanan yang dihadapi Kinanthi, ia berkata kepada Ajuj dalam hati, bahwa ia tidak tahu ia ada di mana. Kinanthi berada di Arab Saudi tetapi bukan tempat yang ia inginkan. Kinanthi berada di tempat yang tidak seharusnya. Ia lelah menghadapi pekerjaan yang setiap hari tak penah berhenti. Kinanthi mengungkapkan keseraman negara itu, kejahatan yang sering terjadi terutama terhadap perempuan. Kinanthi mengalami ketakutan ia tidak akan bisa pulang.


(39)

Aku ndak tahu ini di mana, Juj. Panas dan sepi. Setiap hari di rumah saja. Capek sekali rasanya. Omongan orang-orang membuatku ketakutan. Aku dengar, laki-laki di sini jahat-jahat. Aku takut, Juj. Aku takut ndak bisa pulang lagi. Mungkin, aku selamanya harus di sini (Kinanthi,hal. 134).

Sebagai pembantu rumah tangga, Kinanthi harus menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga dan memenuhi setiap permintaan majikan. Bangun sebelum majikan bangun, tidur setelah majikan tidur. Kinanthi tidak memiliki hak atas dirinya. Pembantu rumah tangga tidak punya harga bagi majikan Arabnya, apalagi HAM. Semua yang ia lakukan adalah untuk majikan. Ia tidak sempat istirahat. Hal yang membuatnya sangat lelah dan jenuh.

Sepanjang Kinanthi berada di rumah Habdul Aziz, banyak perubahan yang terjadi pada Kinanthi. Ia tidak lagi memikirkan apa-apa selain keselamatan dirinya. Ketakutan akan majikannya yang sewaktu-waktu dapat melecehkan Kinanthi. Selain Habdul Aziz sendiri, anak-anaknya yang sudah dewasa juga sewkatu-waktu dapat menyeretnya ke kamar dan melakukan sesuatu yang tak diinginkan seorang perempuan pun di dunia ini. Belum lagi istri majikannya yang mudah curiga terhadap gerak-gerik Kinanthi. Istri majikannya tak segan-segan menghajar dengan menampar dan menimpuk Kinanthi dengan apa saja. Teriakannya yang luar biasa dapat melumpuhkan siapa pun, termasuk suami dan anak-anaknya. Untuk dapat selamat dari ancaman-ancaman itu, Kinanthi harus benar-benar cerdik dan berhati-hati. Kinanthi begitu waspada agar ia tidak menjadi korban pelecehan seperti yang terjadi pada teman seprofesinya, Marni.

Kinanthi sendiri sudah tidak yakin, apakah dia masih hidup atau sudah mati. Rentetan peristiwa sepanjang beberapa bulan ini menguras segala daya tahannya. Rasanya sudah menjadi orang gila. Gamis dan kerudung yang dia kenakan masih sama dengan yang dia pakai sejak kabur dari rumah Habdul Aziz. Entah itu terjadi kapan. Seminggu atau berapa lama? Kemampuan berhitung Kinanthi sudah menguap seiring tak pernah lagi otak cemerlangnya dipakai untuk berpikir. (Kinanthi,hal. 159).


(40)

Dalam keadaan seperti yang digambarkan pada teks di atas, Kinanthi tak lagi mengenal dirinya sendiri. Dirinya yang lama tidak lagi muncul ke permukaan. Di mukanya terpasang kedok kewaspadaan untuk dapat menyelamatkan diri. Ia tidak lagi memikirkan otak cemerlangnya, bagaimana ia dulu selalu menjadi bintang kelas. Ia tidak lagi sepenuhnya sadar apa yang terjadi pada dirinya, yang ada hanya keterpenjaraan yang ia rasakan. Ia mulai merasa gila, sebuah bentuk keputusasaan.

Tersenyum sambil mengusap air mata. Hal ini menjelaskan tidak mampu lagi menahan penyiksaan batin yang terjadi atas dirinya. Ia tidak lagi membedakan sedih dan bahagia. Senyum dapat menandakan dua hal, kepahitan dan kebahagiaan. Tersenyum sambil menangis adalah sikap yang menandakan kepahitan hidup yang dialami Kinanthi. Kinanthi mulai menghitung tahun-tahun yang sia-sia dalam hidupnya. Dalam usia lima belas tahun ia sudah mengenal kepahitan, penyiksaan, dan suka-duka hidup. Ada sesuatu yang besar dalam diri Kinanthi, pertahanan yang cukup kuat yang dapat mencegahnya dari kegilaan. Ajuj adalah sumber kekuatan itu. Bukan ayahnya, bukan ibunya.

Kinanthi tersenyum sembari mengusap air mata. Dia mulai menghitung sendiri apa yang terjadi di sekujur usianya. Sudah lewat lima belas tahun. Dia sudah lupa kapan terakhir berbuat baik. Dia hanya ingat, sampai detik ini, bunuh diri adalah sesuatu yang akan selalu dia hindari. Mungkin bukan buat surga atau atau neraka. Namun, untuk kenangan kecilnya bersama Ajuj. Janji kecilnya untuk tidak pernah menyerah, sesakit apa pun hidup memperlakukan dirinya (Kinanthi,hal. 160).

Dulu, ketika ia pertama kali sampai di rumah majikannya yang pertama, Kinanthi menunjukkan antusiasnya dengan bekerja sebaik yang dapat ia mampu. Setelah ia kembali mendapat majikan baru, ia tidak lagi peduli. Perlakuan yang ia dapatkan akan sama saja. Dia bahkan tidak takut pada majikan barunya. Ia melenggang santai, tidak menghiraukan majikannya. Batin Kinanthi terlalu sering terluka oleh banyak peristiwa, sehingga terbentuk kekebalan dalam dirinya yang membuat ia seperti tembok. Ia sampai pada tahap kehilangan


(41)

rasa takut dan kekhawatiran. Rasa takut membuat seorang pribadi waspada. Jika rasa takut itu hilang, bahaya akan mengintai. Rasa takut berfungsi untuk mengendalikan diri agar tidak jatuh dalam bahaya.

Bosan dengan kesedihan dan ketakutan yang dialami oleh Kinanthi setiap menitnya, ia berusahan menghibur para TKW di KBRI. Ia ingin menampilkan sesuatu yang berbeda dari dirinya dengan tidak ikut serta menjadi orang-orang yang kehilangan pengharapan. Kinanthi ingin mengubah keadaan di KBRI agar sedikit lebih ceria. Ia tidak tahan dengan wajah sedih yang tergambar dari wajah-wajah teman seprofesinya. Ia berusaha menghibur mereka dengan mengubah kejadian-kejadian di rumah menjadi bahan tertawaan. Kinanthi dapat melakukan hal seperti itu apabila sedang tidak berada di bawah tekanan, seperti di rumah majikan misalnya. Apabila ia berada di rumah majikan, yang dapat ia lakukan hanyalah waspada dan berkonsentrasi terhadap dirinya agar terhindar dari kesalahan. Ia benar-benar sadar bahwa kesalahan kecil dapat menyeretnya ke dalam masalah yang besar.

Dia menjadi penghibur di antara para TKW yang kehabisan harapan. Di manapun dia berada, selalu saja mengundang tawa. Kejadian-kejadian yang menyedihkan selama bekerja di rumah majikan, justru dijadikan bahan candaan. Ini membuat kehadiran Kinanthi selalu dinanti (Kinanthi,hal. 173).

Kinanthi kali ini berada dalam keadaan yang sangat menakutkan, puncak dari kejadian terburuk yang pernah dia alami. Majikannya datang menghampirinya. Dalam keadaan seperti itu, yang ia pikirkan adalah bagaimana menyelamatkan diri. Bahkan ia tidak takut pada kematian. Ia akan melakukan apa yang selama ini dilakukan oleh TKW-TKW bermasalah di KBRI, yaitu melompat dari lantai tiga dan melarikan diri. Akibat kepahitan hidup yang dialaminya, ia merasa bahwa hidupnya tidak dapat hanya ditukar dengan surga.

Kinanthi mulai berpikir bagaimana caranya menghancurkan jendela kaca itu dan terjun dari ketinggian itu. Tidak usah dipikirkan apa akibatnya. Mati


(42)

tidak akan mengubah apa pun. Toh, Kinanthi merasa hidupnya tidak cukup ditukar dengan surga (Kinanthi,hal. 190).

Kehidupan yang keras yang dialami Kinanthi telah mengubah dirinya dari kepolosan yang dimiliki oleh gadis dusun. Kinanthi sudah mengerti bagaimana menghadapi majikan yang kejam, menghindari bahaya, dan menghibur diri sendiri. Kinanthi bukan lagi gadis yang berdiam diri dan menyerah terhadap kenyataan sebagaimana ia ketika ia tinggal di dusun.

4.1.3 Masa Pemulihan dan Pengembalian Diri

1. Kinanthi mendapat pertolongan

Masa pemulihan merupakan sebuah masa dalam hidup Kinanthi setelah ia melompat dari lantai dua setelah ia diperkosa oleh majikannya ia mengalami depresi berat dan melarikan diri ke sebuah mesjid. Di samping mesjid tersebut, seorang warga Amerika menyelamatkan Kinanthi dan ia dibawa ke apartemen. Saat itu Kinanthi sudah berada pada keadaan yang nyaris tidak menyadari keberadaan dirinya. Keadaan yang mengarah kepada kegilaan. Butuh waktu bagi Kinanthi untuk pulih dari kejadian traumatis tersebut, membutuhkan waktu sekitar satu tahun dengan dibantu oleh psikiater profesional.

Kinanthi ketakutan terhadap sentuhan manusia karena perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak Azzam kepadanya. Mukanya dicakar dan dilempar oleh lima anak sekaligus. Hal inilah yang menyebabkan Kinanthi histeris ketika anak Arsy mendekatinya:

Kinanthi menjerit-jerit histeris ketika anak itu mendekati tempat tidur. Dia bangkit, lalu duduk merapat ke tembok. Wajahnya ketakutan bukan main. Arsy terkaget-kaget. Zahra, putrid kecilnya, ikut ketakutan. Buru-buru Arsy memeluknya. “Tidak apa-apa. Dia tidak akan menyakiti Anda. Zahra, putrid saya yang lucu dan menyenangkan,” ujar Arsy dalam bahasa Arab sopan (Kinanthi,hal. 194).


(43)

Setelah Arsy merawatnya beberapa hari, Kinanthi menunjukkan kebutuhannya akan kasih sayang dan seorang teman untuk mencurahkan isi hati. Kinanthi belum dapat mengatasi histerisnya ketika Miranda datang untuk menjenguknya. Kedatangan Miranda membuat Kinanthi mengetahui ia berada pada tangan yang tepat, karena Miranda adalah orang Indonesia. Ia yakin Miranda akan menolongnya. Di pelukan Miranda, Kinanthi mencurahka emosi dan bebannya yang selama ini menumpuk dalam batinnya. Kinanthi tidak lagi dapat menyusun kalimat-kalimat yang rapi untuk menjelaskan keadaan yang ia alami.

Tanpa diduga, Kinanthi menghambur ke arah Miranda dengan cepat dan suara histeris. Meskipun terkaget-kaget, Miranda berusaha untuk tidak panik. Dia membalas pelukan Kinanthi dengan hangat. Pecahlah tangis Kinanthi bertubi-tubi, “Mereka jahat, Mbak. Mereka menyiksa saya. Mereka jahat!” Miranda mengelus kepala Kinanthi dengan sayang yang lembut. Dia tidak bertanya apa-apa. Membiarkan Kinanthi menumpahkan beban benaknya yang menumpuk-numpuk. Seperti menceracau. Kalimat-kalimatnya melompat-lompat. Semuanya tentang kesakitan, derita, dan kesedihan (Kinanthi, hal. 195).

2. Penderitaan Kinanthi berakhir

Akhirnya, setelah mengalami penderitaan yang cukup lama, Kinanthi mendapatkan kembali keadilan dan hak-hak yang sepantasnya ia dapatkan. Melalui putusan pengadilan imigrasi Amerika, Kinanthi diangkat menjadi warga Amerika dan mendapatkan hak-hak sebagai seorang warga Amerika. Sebuah keputusan pengadilan yang mengubah hidup Kinanthi selama-lamanya:

“Atas nama negara Amerika, kami putuskan Kinanthi diberi hak untuk bersekolah dengan biaya negara, pekerjaan dengan gaji minimum, mendapat tempat tinggal, diberi jaminan pelayanan kesehatan seumur hidup, dan kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.”

Palu diketuk. Ruang sidang hening seketika. Sampai kemudian terdengar suara hakim yang menanyai Kinanthi dengan suara malaikatnya.

“Apakah kamu menerima keputusan ini?”

Kinanthi mengangguk berkali-kali sambil mengatakan “ya” dan “terima kasih”.


(44)

Di bangku peserta sidang, Arsy dan Yusuf saling menggenggam tangan dan saling pandang satu sama lain. “Allahu Akbar,” bisik Arsy (Kinanthi,hal. 204-205).

Trauma yang dialami Kinanthi membutuhkan waktu yang lama agar ia sampai pada tahap pemulihan. Butuh kerja keras dan kasih sayang dari ibu angkatnya agar ia benar-benar kembali seperti sedia kala. Meski memiliki pertahanan diri yang kuat, Kinanthi tidak dapat memasuki sekolah umum akibat trauma yang dialaminya. Ia butuh pengawasan dari orang yang profesional.

Lee mengangguk-angguk, “Meski butuh waktu, saya yakin anak itu akan sembuh. Dia memiliki pertahanan diri yang sangat kuat.”

“Apa yang harus saya lakukan, Dokter?”

“Selain meneruskan proses konseling, saya kira Anda juga harus menyiapkan homeschooling untuk dia. Anak itu belum siap untuk masuk sekolah umum.” (Kinanthi,hal. 209).

Kinanthi berada dalam keadaan yang tidak dapat merespon keadaan di sekitarnya. Ia hanya sedikit sekali merespon kata-kata ibu angkatnya. Kekerasan yang dialaminya mengendap dalam dirinya, menunggu untuk dialihkan. Ia butuh terapi untuk melakukan pelepasan terhadap trauma yang dialaminya. Kinanthi sedang menjalani proses menuju dirinya yang tanpa kekerasan. Proses ini membutuhkan waktu yang lama karena kejadian yang ia alami sungguh berat. Kinanthi membutuhkan sesuatu yang berharga yang ia miliki agar dapat pulih. Satu-satunya yang berharga dalam hidupnya adalah Ajuj. Psikiater pribadi Kinanthi memberikan kertas kepada Kinanthi. Melalui kertas itu, Kinanthi menulis surat kepada Ajuj, yang memberi efek besar bagi kesembuhan dirinya.

Kinanthi seperti patung kayu. Sedikit sekali merespon kata-kata Asma, bahkan hampir saja tak memperlihatkan kesadarannya akan kehadiran orang lain di sampingnya. Dia mengambangkan pandangannya ke luar jendela. Tubuh jangkungnya lebih tinggi setelunjuk di atas kepala Asma. Tetapi, bahasa


(45)

tubuhnya masih memperlihatkan keluguan. Matanya bahkan seperti tak berpenghuni (Kinanthi,hal. 214).

Untuk seorang yang memiliki pertahanan yang kuat, Kinanthi tidak akan sulit bangkit dari trauma. Berkat kerja keras psikiater dan kasih sayang ibu angkatnya, Kinanthi segera pulih keterguncangan yang ia alami. Dia kembali seperti dirinya yang dulu yang dipenuhi semangat terhadap hal-hal yang akan dihadapkan kepadanya. Ia tidak sabar lagi memulai sesuatu yang baru, yang dicita-citakannya sejak dulu. Ia mendapatkan kembali motivasinya terhadap ilmu pengetahuan:

“Dokter Lee sejak awal mengatakan kamu gadis cerdas,” Asma meletakkan piringnya di rak, “di atas rata-rata. Ibu setuju dengan pendapatnya. Semua nilaimu sangat bagus. Ibu pikir tahun depan atau tahun depannya lagi, kamu bisa ikut ujian perguruan tinggi.”

“Kamu belajar seperti orang kehausan, Kinan. Kamu layak dan mampu mengikuti akselerasi (Kinanthi,hal. 234)

Menurut McClelland (dalam Chamorro-Premuzic, 2011: 279) motivasi ditandai dengan tiga kebutuhan dasar: kebutuhan terhadap pencapaian (keinginan untuk menguasai keahlian), kebutuhan terhadap sosialisasi (ingin bersosialisasi), dan kebutuhan akan kekuasaan (ingin mempengaruhi orang lain). Motivasi yang dimiliki Kinanthi membuat pemulihan dirinya lebih cepat.

Kinanthi mengutarakan pendapatnya kepada ibu angkatnya, hal yang selama ini tidak pernah Kinanthi utarakan. Kali ini tidak setuju dengan pendapat ibunya yang mencari masalah setiap hari. Kinanthi ingin ibu angkatnya bersamanya setiap hari, mengajarinya banyak ilmu. Ini agak membingungkan bagi ibu angkatnya, karena Kinanthi tidak mendukung yang dia lakukan sehingga ia gelisah. Kinanthi telah tumbuh menjadi anak yang berbeda padahal ia merawatnya setiap hari.


(46)

“Membingungkan?”

Kinanthi mengangguk sembari berjalan ke arah pintu, “Aku lebih suka Ibu di rumah dan mengajariku banyak ilmu dibanding mencari musuh setiap hari.”

Asma melongo tanpa kata-kata. Dia membiarkan saja Kinanthi keluar ruangan itu tanpa mengomentari omongannya. Ada suara kecil dalam batin Asma yang sedikit membuatnya gelisah karenanya (Kinanthi,hal. 241).

Pada teks berikut, Kinanthi benar-benar menentang ibu angkatnya lebih dari biasanya. Komentar pedas yang Kinanthi katakan dapat membuat siapapun marah. Tetapi ibu angkatnya, dalam kondisi yang demikian, malah memuji kecerdasan Kinanthi dan mengatakan cerahnya masa depan Kinanthi, peryataan yang menekankan bahwa Kinanthi mengalami kemajuan signifikan setiap hari. Bukti bahwa Kinanthi sudah pulih dari trauma yang ia alami.

“Entahlah, ” Kinanthi mengangkat bahu, “aku hanya merasa, kebanyakan orang akan menganggap Ibu sebagai pembusuk dari dalam komunitas Islam dibandingkan sebagai seorang pembaru.”

“Ibu tidak akan mengambil hati kritikan sadismu,” Asma tersenyum, “sisi baiknya, Ibu jadi semakin yakin masa depanmu akan sangat cerah. Kamu kritis dan cerdas (Kinanthi,hal. 247).

Bimbingan ibu angkat dan psikiater berhasil mengembalikan Kinanthi kepada dirinya yang dulu, menjadi Kinanthi yang kuat dan cerdas. Begitu Kinanthi pulih dari trauma ia kembali mengejar ilmu pengetahuan dan cita-cita masa kecilnya, menjadi seorang dokter.

4.1.4 Kepulangan

Tiga tahun setelah berakhirnya penderitaan yang alami, Kinanthi menjadi gadis yang lebih obsesif untuk mendapatkan pendidikan tingginya. Ia mulai meninggalkan kebersamaannya dengan ibu angkatnya. Kinanthi sejak kecil sudah terbiasa tidak diperhatikan dan kebiasaan itu berlanjut hingga ia memasuki masa dewasanya. Secara psikologis ia tidak terikat dengan ibu angkatnya dan hal ini cukup realistis bagi seorang Kinanthi dapat


(47)

melupakan ibu angkatnya dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama. Kinanthi sendiri jarang memikirkan ibu kandungnya. Kinanthi adalah pribadi yang tidak membutuhkan kasih sayang ibu seperti kebanyakan anak perempuan lain.

Awal tahun ketiga, Kinanthi di Morgantown, remaja itu merasa menjadi gadis kebanyakan: sibuk dengan tugas-tugas belajar, mengirim resume untuk berbagai peluang beasiswa, sedikit bermain, dan mulai kehilangan perhatian orang tua. Dengan alasan mempersiapkan pendidikan perguruan tingginya, Kinanthi sudah tak seperti tahun sebelumnya yang selalu mengikuti Asma ke mana pun ibunya beraktivitas. Kinanthi menghabiskan waktunya di ruang belajar dan perpustakaan. Sesekali keluar rumah pun biasanya dia berkegiatan yang tidak jauh dari dua tempat itu. Ke toko buku sesekali atau pergi ke perpustakaan kota (Kinanthi,hal. 249).

Kinanthi tertarik pada masalah seputar perempuan. Ia menduduki posisi yang masif di dalam pergaulan masyarakat New York, sehingga dapat disebut ia seorang sosialita. Kinanthi berlatar pendidikan kedokteran tetapi menguasai banyak hal sekaligus. Kesungguhannya dalam belajar membuatnya menjadi orang yang serba tahu. Kinanthi terobsesi pada ilmu pengetahuan, sebagai wujud kebenciannya terhadap kebodohan yang ia dapati dulu di dusun. Tetangga-tetangganya yang suka menggosip dan hanya mengurusi orang lain. Itu membuatnya membenci apapun atas nama kebodohan. Ketertarikannya terhadap masalah perempuan, karena perempuan menjadi secondsex, manusia yang dinomor-duakan. Ia menentang perdagangan dan kekerasan terhadap perempuan. Ia tidak ingin orang lain mengalami apa yang ia rasakan ketika ia diperjualbelikan.

Wajah Asia Kinanthi kemudian muncul rutin di rubrik tetap majalah

Woman, membahas segala wacana seputar perempuan. Kinanthi Hope

serta-merta memiliki posisi mantap dalam pergaulan masyarakat kota dunia itu: New York. Profesor muda berlatar pendidikan kedokteran, namun menguasai segala bidang perbincangan. Hampir semua. Politik, fisika, filsafat, biologi, komunikasi, dan tema apapun yang engkau obrolkan di ruang seminar sampai ke coffeeshop (Kinanthi,hal. 274).

Sekarang Kinanthi berpenampilan keren dan elegan, seperti layaknya orang-orang pemilik uang dan kesuksesan. Tumbuh menjadi seorang gadis dewasa awet belia, kaya, dan


(48)

terkenal. Kehidupan yang sempurna yang diinginkan banyak orang. Pada usia yang masih cukup muda ia sudah memiliki segala hal yang diinginkan banyak orang.

“He… sudah berapa lama Anda dengan naskah itu?” Sang penulis novel keluar dari ruang pribadinya dengan cara sempurna. Seperti ada musik yang mengiringi langkah Kinanthi. Senyumnya sesantai matahari mengintip pagi. Engkau akan menebak, Kinanthi Hope adalah remaja beraura dewasa ketimbang wanita dewasa awet belia. Pagi itu dia mengenakan tankdressbeige

berlapis gaun ala frenchcoat dengan warna sama (Kinanthi,hal. 275).

Kinanthi seorang yang berwawasan luas, tidak menilai orang lain dari kacamata budaya yang ia miliki. Zhaxi sempat salah sangka bahwa Kinanthi akan memandang rendah praktek poliandri yang dipraktekkan di Tibet (negara asal Zhaxi). Dia memiliki pandangan yang luas mengenai kebudayaan dunia dan tidak menghakimi budaya orang lain secara sembarangan.

Zhaxi tertawa lepas. “Soal poliandri, itu saya ceritakan kapan-kapan. Pastinya, kehidupan nomaden tidak sebiadab seperti yang Anda sangka.”

“Anda salah paham. Saya tahu seseorang tidak bisa menghakimi sebuah peradaban, tradisi, atau keyakinan orang lain dengan standar pergaulan dia.” (Kinanthi,hal. 300).

Penyampaian yang tepat akan membuat hadirin yang mengikuti seminar terpukau dan mengerti apa yang disampaikan pembicara. Kinanthi memiliki keterampilan tersebut. Ia tahu kapan memberi penekanan dan kapan berbicara lembut. Kinanthi dapat mengubah kuliah umum menjadi sebuah pertunjukan teater yang indah. Kepiawaian berbicara dan penampilan yang elegan membuat peserta kuliah tidak memalingkan wajah sedikitpun dari Kinanthi. Ia pandai beretorika dan mengusai pertanyaan dengan kemampuan yang tangguh.

Kinanthi menyampaikan setiap kalimatnya dengan tekanan yang pas. Kadang meledak-ledak, kadang mendayu dan lemah lembut. Semua peserta kuliah umumnya seperti melihat pertunjukan teater yang cantik. Di luar bawah pemainnya memang memiliki kesan fisik yang menyenangkan. Diundang dadakan seperti itu sering kali menyulitkan Kinanthi. Namun, mengajar, menyampaikan ide di kepalanya, adalah bagian dari keasyikan. Itulah spirit


(1)

Kinanthi berangkat ke Arab Saudi dengan rombongan sesama TKI untuk bekerja di Arab. Di sana ia mengalami apa yang selama ini dialami oleh TKI Indonesia di Arab. Tidak digaji, disiksa, bahkan diperkosa. Dari majikan pertama ia dapat melarikan diri atas saran seorang teman yang juga bekerja pada majikan yang sama dengannya. Ia dibantu supir majikannya, dan dibawa ke KBRI. Di KBRI, sesuatu yang tidak terbayangkan terjadi. Ia diculik oleh mafia TKI untuk dijual. Ia mendapati dirinya terbangun di sebuah penampungan bersama orang-orang yang bernasib sama dengannya. Saat itu ia sudah tidak di Arab Saudi, tetapi Kuwait. Nasib sial tak juga berujung dari hidupnya. Ia mendapat majikan Kuwait, Zaskia, yang memukulnya sejak hari pertama bekerja. Ia melarikan diri lagi setelah menghajar majikan perempuannya. Ia kembali lagi ke KBRI dan mendapatkan majikan, sebuah keluarga yang hendak melanjutkan studi S3 di Amerika Serikat. Kinanthi menyanggupi untuk ikut serta ke Amerika, di sinilah puncak penderitaan Kinanthi. Majikan yang membawanya ke Amerika adalah saudara Zaskia, yaitu Laila. Pada minggu-minggu pertamanya di Amerika, ia sempat mendapat perlakuan yang baik di Amerika. Minggu berikutnya ia mulai dihajar, dan Laila memperkenalkan dirinya sebagai adik Zaskia dan membalaskan dendan Zaskia kepadanya. Penderitaan yang dialami Kinanthi semakin bertambah dengan datangnya Zaskia ke Amerika untuk membalaskan dendam. Ia diperkosa suami-suami majikannya dan melarikan diri ke sebuah mesjid.

Dibantu seorang penerjemah dan sebuah keluarga Muslim yang berbelas kasihan, Kinanthi menghadapi sidang yang menentukan nasibnya di Amerika. Keputusan sidang ini yang kemudian mengubah hidup Kinanthi selama-lamanya. Ia diangkat menjadi anak negara dan mendapatkan hak-hak sebagaimana anak-anak di Amerika.

Belasan tahun lewat, akhirnya Kinanthi muncul dalam sosok yang sama sekali lain. Ia kini telah menjadi seorang profesor kedokteran. Ia adalah dosen di beberapa universitas, penulis buku, dan menjadi pemakalah di berbagai seminar. Kariernya begitu cemerlang dan sukses. Jika ada yang tetap dalam diri Kinanthi, maka itu adalah Ajuj. Ajuj berperan sangat besar dalam pemulihan dirinya. Ajuj tidak pernah hadir dalam bentuk nyata, hanya dalam ingatan. Kehadiran Ajuj dalam ingatannya sudah cukup untuk membantunya dalam tahap-tahap pemulihan kejiwaan dari trauma akibat pelecehan dan penyiksaan majikan-majikannya. Ajuj pula yang membawanya kembali ke kampung halaman, untuk merajut kembali cinta yang terputus selama belasan tahun.


(2)

Rancangan Skripsi Pernyataan

Abstrak Prakata Daftar Isi

Bab I Pendahuluan 1.1Latar Belakang 1.2Rumusan Masalah 1.3Tujuan Penelitian 1.4Manfaat Penelitian

Bab II Konsep, Landasan Teori, dan Kajian Pustaka 2.1 Konsep

2.1.1 Pengertian Novel 2.1.2 Analisis Struktural 2.1.3 Personalitas 2.1.4 Tokoh Utama 2.2 Landasan Teori 2.3 Kajian Pustaka


(3)

4.1 Personalitas Tokoh Kinanthi

4.2 Peran Tokoh-tokoh Bawahan dalam Mempengaruhi Personalitas Tokoh Kinanthi Bab V Simpulan dan Saran

5.1 Simpulan 5.2 Saran Daftar Pustaka Lampiran

Lampiran 1: Sinopsis

Lampiran 2: Jadwal Penelitian Lampiran 3: Rancangan Skripsi Lampiran 4: Data Sementara


(4)

Data Sementara

1. Perkembangan Personalitas Tokoh Utama

Cerita diawali dengan tembang Kinanthi, sebuah tembang Jawa yang melambangkan potongan kehidupan, merupakan tembang ketiga dari sebelas tembang Jawa yang mengisahkan urutan-urutan kehidupan manusia.

Mangka kanthining tumuwuh Salami mung awas eling Eling lukitaning alam Dadi wiryanbing dumadi Supadi nir ing sangsaya

Yeku pangreksaning (Kinanthi, hlm. 3)

Tembang tersebut menggambarkan bahwa Kinanthi lahir di lingkungan Jawa yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya Jawa. Sebagai seorang gadis kecil yang berusia sepuluh tahun, Kinanthi adalah gadis yang lugu. Menjelang petang itu, Kinanthi adalah gadis kecil malu-malu yang menyandarkan punggungnya ke dinding gua (Kinanthi, hlm. 3). Demikian keluguan itu bertahan sampai Kinanthi menamatkan SDnya di desa sebelum Kinanthi perlahan-lahan berubah menjadi seorang gadis yang tidak lagi lugu setelah orangtuanya menjual diri Kinanthi ke Pak Edi dengan harga 50 kg beras.

Malam itu, Kinanthi menatap cermin lebih lama daripada biasanya. Jemarinya menelusuri wajahnya. Sudah hampir dua tahun meninggalkan dusun, dan memang dia sadar, ada yang berubah dari dirinya. (Kinanthi, hlm. 114)

2. Peran Tokoh-tokoh Bawahan dalam Mempengaruhi Perwatakan Tokoh Utama


(5)

mengganggu dirinya, Kinanthi akhirnya mau mencangking tasnya lagi, setelah satu minggu tidak mengikuti semua pelajaran. (Kinanthi, hlm. 11)

Mogoknya Kinanthi sekolah disebabkan ejekan teman-temannya. Ejekan itu membuatnya begitu takut, malu, dan gamang. Untung ada Ajuj yang mau mendukung dan berteman dengannya. Janji Ajuj berhasil mengembalikan Kinanthi kembali ke sekolah.

Kinanthi menyadari beberapa hal yang dulunya dituduhkan orang-orang di desanya terhadap ibunya, bahwa ibunya pembawa sial, menurun pada dirinya. Dua temannya, Euis dan Gesit meninggal setelah berteman akrab dengannya. Keduanya meninggal tragis, Euis kecelakaan, dan Gesit membunuh dirinya sendiri. Sikap ini ditunjukkan oleh Kinanthi ketika ia berada di penampungan TKW di Jakarta.

Di penampungan itu, Kinanthi tetap tidak mengakrabi satu, dua, atau beberapa orang secara khusus. Dia mulai meyakini, seperti si Pahit Lidah, dia tidak boleh menyentuh apa pun, mendekati siapapun, kecuali dia ingin seseorang itu memperoleh sial. Mulai terpikir oleh Kinanthi, hal ini dia warisi dari ibunya, perempuan yang disebut orang-orang sebagai baulawean (Kinanthi, hlm. 127).

Di bagian ini, Kinanthi sudah terpengaruh omongan orang-orang melalui kejadian-kejadian yang dialaminya. Ia mulai meyakini beberapa hal yang dituduhkan orang kampung terhadap ibunya menurun padanya, seperti kata Pak Edi, majikan pertamanya.


(6)

Jadwal Penelitian

No Kegiatan Mei Juni Juli Agustus

I II II IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 Seminar Proposal

2 Perbaikan Proposal 3 Pengumpulan Data 4 Pengolahan Data 5 Pengetikan Skripsi 6 Pemeriksaan Skripsi I 7 Pemeriksaan Sripsi II