Sebagaimana telah disebutkan dalam Bab IV, bahwa kriteria yang digunakan untuk menentukan nilai ambang toleransi deforestasi ada 3 yaitu:
i [HDI]
t+1
untuk hulu 70,52 untuk hilir 71,28; ii peningkatan [LSLIDE]10;
dan iii peningkatan [FLOOD]10. Atas dasar kriteria ini maka dapat diambil
keputusan bahwa: 1 Untuk di subwilayah hulu tidak ada ruang bertoleransi bagi deforestasi lanjutan di [HN_HU]; [HR_HU] maupun di areal [COFF] mengingat
persyaratan terberatnya pada korbanan [HDI]
t+1
sekalipun eskalasi banjir maupun kelongsoran tanah masih bisa bertoleransi sampai lebih dari 10; dan 2 Untuk
subwilayah hilir: a pada [HR_HI] batas ambang deforestasi adalah 5 sekalipun [HDI]
t+1
bisa bertoleransi sampai 20 sementara ekslaksi banjir tidak menjadi pembatas; b pada [HN_HI] tidak ada ruang bertoleransi mengingat eskalasi
[FLOOD] dan [LSLIDE] akan menjadi pembatas sekalipun untuk pencapaian [HDI]
t+1
bisa bertoleransi sampai 10 deforestasi; dan c [COFF] di subwilayah hilir sebesar 10 dari yang ada sekarang.
Dengan demikian secara ringkas dapat disimpulkan bahwa: agar capaian kesejahteraan masyarakat ke depan tidak menjadi korban sekaligus kinerja
lingkungan tidak merosot secara nyata, maka deforestasi lanjutan hanya ada ruang di:
i hutan rakyat yang berada di subwilayah hilir [HR_HI] sebesar maksimum 5 dan
ii di kebun kopi yang berada di subwilayah hilir [COFF_HI] maksimum 10 dari luasan yang ada sekarang atau setara masing-masing [HR_HI]=1.006 ha
dan untuk [COFF_HI]=5.378 ha.
5.4 Rancangan Praksis Pengembangan Ekonomi Wilayah
Pada dasarnya rancangan ini terdiri dari 2 bagian yaitu: i Strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan ii Strategi untuk mendistribusikan
secara fair hasil-hasil pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai. Bagian yang
pertama diekspresikan oleh Pers. {4.4} sampai {4.10} sedangkan bagian ke dua dengan Pers. {4.11} dan {4.12}. Hasil analisis ragam regresi Pers {4.4} sampai
{4.12} disajikan pada Lampiran Tabel 7 sampai 15. Bagian pertama bermodalkan Resource endowment sumber daya hutan yang telah terdegradasi dengan kondisi
Market tapping yang ada maupun faktor-faktor endogenik L, I, E untuk mendeskripsikan perilaku pertumbuhan ekonomi wilayah di Provinsi Lampung.
Dalam bagian yang ke dua untuk mendeskripsikan pendayagunakan kelompok masyarakat petani yang umumnya lemah dalam mengakses hasil-hasil akumulasi
kapital sekalipun secara fundamental memiliki peran dan andil yang esensial sebagai instrumen untuk mencapai pembangunan secara berkelanjutan di wilayah
ini. Hasil-hasil analisis regresi secara simultan tersebut secara lengkap disajikan dalam Lampiran dari Tabel 7 sampai 15.
5.4.1 Strategi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Dengan mengacu pada Gambar 18, maka pembahasan dimulai dengan deskripsi tentang peranan kinerja
Institution dan Leadership tehadap kinerja Entrepreneurship, yang telah dihipotesiskan menjadi motor penghela
akumuluasi kapital maupun penghela kesejahteraan masyarakat di setiap wilayah. Untuk kepentingan intervensi kebijakan, maka dalam penelitian ini dipisahkan
antara peran kelompok wirausahawan kecil versus wirausahan besar-sedang yang
karteristiknya secara generik dihipotesiskan berbeda, utamanya dalam hal efisiensi alokasi penggunaan sumberdaya, kemampuan dalam mengakses kredit,
kemampuan dalam menangkap peluang pasar, kelenturan terhadap guncangan termasuk terhadap kriminalitas ataupun terhadap para pemburu rente
free riders lainnya. Untuk keperluan yang sama dan juga dikaitkan konteks kerentanan
biofisik wilayah maka deskripsi kinerja E tersebut juga dipisahkan antara yang
beroperasi di subwilayah hulu HU maupun hilir HI. Deskripsi hubungan ini diwakili oleh Pers. {4.4} sampai {4.7}.
1 Kinerja Entrepreneurship di Subwilayah Hulu
Deskripsi hubungan kinerja E terhadap setting kelembagaan dan kinerja
Leadership di subwilayah hulu untuk kelompok industraiawan kecil [IKC_HU] disajikan dalam Pers.{4.4}. Dari persamaan ini terungkap intensitas kejahatan
sangat nyata dalam menurunkan kinerja E di subwilayah hulu yang diproksi
dengan kepadatan industri kecil per 10 ribu penduduk IKC_HU.
Tabel 22. Hasil Regresi Beberapa Persmaan Simulatan untuk Perancangan Praksis Perencanaan Pembangunan Ekonomi Wilayah Provinsi Lampung
No Persamaan
Bentuk Relasi R2 adj
P-value
{4.4} Kerapatan
Industri Kecil10 Ribu
Penduduk di Hulu
[IKC_HU]
t
= - 87,0 + 13,3[KOP_HU]
t
-11.4 [KJ_HU]
t
+ 6.28 [IBD_HU]
t
- 7.4 [RZ] 79.2
0,001
{4.5} Kerapatan
Industri Besar- Sedang
10Ribu Penduduk di
Hulu [IBS_HU]
t
= 0,0480 + 0,00006 [IKC-HU] + 0,0211[KOP_HU]
t
+ 0,00381[KJ_HU]
t
+ 0,0044 [IBD_HU]
t
- 0,00797[RZ] 81,3
0,001
{4.6} Kerapatan
Industri Kecil 10 Ribu
Penduduk di Hilir
[IKC_HI]
t
= -192 +7,15[KOP_HI]
t
-21,6[KJ_HI]
t-1
+ 8,77[IBD_HI]
t
+ 2,03[ORG_HI]
t
+ 0,126[RLW] - 6,62[RZ] 97,8
0,003
{4.7} Kerapatan
Industri Besar- Sedang
10Ribu Penduduk di
Hilir [IBS_HI]
t
= -12,8 + 0,0547 [IKC_HI]
t
- 0,325 [KOP_HI]
t
+ 0,825 [KJ_HI]
t-1
-0,534 IBD_HI]
t
- 0,169 [ORG_HI]
t
- 0,00346 [RLW_HI]
t
+ 0,296 [RZ] 33,0
0,431
{4.8} Pertumbuhan
Pangsa Sektor Industri
[G_IND_SH]
t
= - 530 + 0,0485 [IKC_HU]
t-1
– 43,6[IBS_HU]
t-1
+ 0,194 [IKC_HI]
t -1
–18,3[IBS_HI]
t-1
+ 5,44[AGR_SH]
t-1
+ 4,48 [MIN_SH]
t -1
+ 6,56 [OTH_SH]
t-1
– 6,24 [RZ] 93,9
0,001
{4.9} Pertumbuhan
Pendapatan Kapita Sekt.
Pertanian [G_INCP_
AGR]
t
= - 128 + 11,8[HR_HU]
t-1
+ 0,377[HN_HU]
t-1
+ 6,02 [HR_HI]
t-1
+ 0,0664 [HN_HI]
t-1
+ 0,174[JL_HU]
t
+ 1,60 [JL_HI]
t
+ 30,7[RZ] 99,6
0,043
{4.10} Pertumbuhan
Ekonomi [G_ECONM]
t
= 2,98 + 0,745[G_IND_SH]
t
+0,462[G_INCP_AGR]
t-1
+ 0,46[RZ] 78,2
0,001 {4.11}
Nilai Tukar Petani
[NTP]
t
= 59,7 + 3,69[G_ECONM]
t-1
+ 26,6[RZ] 91,7
0,000 {4.12}
Indeks Pembangunan
Manusia [HDI]
t
= 67,57 + 0,05101 [NTP]
t
- 0,26916 [R_POOR]
t
+ 2,2067 [RZ] 99,9
0,000 Keterangan: =sangat nyata taraf 1, = nyata taraf 5, dan = nyata taraf 10
Sumber: Hasil Penelitian 2011
Secara rata-rata, jika faktor lain tetap, maka setiap ada satu kejahatan akan menurunkan IKC_HU sebesar 11.4 buah per tahun. Namun sebaliknya tempat
ibadah di subwilayah hulu ini IBD_HU dapat dijadikan ukuran bagi keefektivan atau kinerja
Institution, yang dapat menstimulasi tumbuhnya E, dimana jika faktor lain tetap, maka setiap ditemuui satu tempat ibadah akan bersisian dengan
6.4 buah IKC_HU. Arti lebih lanjut, bahwa tempat ibadah di subwilayah hulu ini secara efektif dapat menjadi tempat penempaan tata aturan hidup bersama atau
moral code formation Hayami, 2001 untuk saling berhubungan dengan fihak lain sehingga secara efektif berbagai macam bentuk transaksi dapat dijamin relatif
aman, tak terkecuali untuk transaksi yang bermotifkan ekonomi secara langsung. Tempat ibadah tampaknya juga dapat menjadi tempat berinteraksi,
membangun social capital, pengembangan jejaring dan akhirnya dapat
menumbuhkan berbagai ide kreatif yang bermuara pada perkembangan usaha kecil yang pada akhirnya bermuara juga pada manfaat ekonomi. Sebagaimana
menurut Yamamoto 1992 dikutip Hayami, 2001 di Jepang pada abad ke 18 perekonomian pasar dapat berkembang pesat mengiringi kejayaan ajaran moral
utamanya dari Mazhab Isihada yang merupakan hasil interaksi ajaran Konghucu, Budha dan Shinto yang substansinya mirip dengan ajaran moral ekonomi dari
Adam Smith yaitu: kebersahajaan, ketekunan, kejujuran dan dapat dipercaya frugality, industry, honesty, and fidelity.
Kinerja I yang efektif ini merupakan aset sosial yang dapat menekan
biaya-biaya transaksi. Perlu ditekankan di sini, bahwa biaya transaksi seperti untuk pencarian informasi, biaya pengikatan, biaya pengawasan, biaya asuransi
dll akan sangat direduksi bila keefektivan I di suatu wilayah tersebut efektif,
yang akan menjadi insentif bagi setiap aktivitas wiraushawan mikro di subwilayah IKC_HU ini.
Keefektifan kinerja I di subwilayah ini ternyata juga bersisian dengan
relatif kuatnya kinerja L, yang dalam hal ini jika faktor lain tetap, maka setiap
ditemui 1 koperasi terkait dengan adanya IKC_HU sebanyak 13,3 buah. Kinerja E dari kalangan usaha mikro juga secara nyata dipengaruhi oleh kekuatan
Leadership yang berkembang di subwilayah hulu ini. Menurut Stimson dan Stough 2008 bahwa kinerja
I relatif tidak cepat berubah, namun kekuatan L seringkali dapat menstimulasi dan memfasilitasi berkembangnya interaksi
antarwarga dalam suatu komunitas. Kuatnya interaksi tersebut pada gilirannya juga dapat menstimulasi untuk
saling menghargai sesamanya, silih asih dan silih asuh, tidak terkecuali dalam menghargai kepemilikan
property right dan sekaligus dapat menekan free rider,