Stagnasi Capaian Indikator Kinerja Pembangunan Ekonomi Wilayah

hewani dalam berkembang biak tanpa mempedulikan aktivitas pembentukan kapital, berarti teori itu hanya merupakan teori populasi dan sulit untuk dapat disebut sebagai teori ekonomi. Karena itu, ramalan teori ini belum pernah terbukti. Walaupun begitu, dunia belum pernah terlepas dari situasi trauma Malthusian tersebut. Trauma seperti itu kemudian muncul kembali pada dekade awal 1970-an, yaitu ketika Kelompok Roma mempublikasikan laporan The Limit to Growth Meadow et al., 1972 dikutip Hayami, 2001 . Laporan tersebut bukan hanya menyoroti krisis populasi-pangan, tetapi juga untuk krisis akibat penyusutan SDA dan degradasi lingkungan akibat overexploitation serta akibat dampak negatif dari limbah akibat terlalu mengejar pertumbuhan ekonomi yang bersifat eksponensial. Laporan ini memprediksi, jika pertumbuhan ekonomi yang bersifat eksponensial ini tidak dicegah atau dikendalikan, maka industrisalisasi akan terhenti dan aktivitas perekonomian akan mulai menyusut paling lama dalam 2 dekade dalam abad 21 karena adanya pengurasan SDA. Akibatnya pertumbuhan populasi dunia akan menyusut karena peningkatan angka mortalitas yang dilecut oleh kekurangan suplai pangan dan degradasi lingkungan. Laporan tersebut sangat menyita perhatian publik dunia karena setahun setelah dipublikasikan karya tersebut kemudian ternyata terjadi: i krisis pangan dunia akibat gagal tanam dan ii munculnya pertamakali krisis minyak dunia yang dipicu oleh embargo OPEC sebagai respon dari Perang Timur Tengah. Harga kedua macam komoditas meningkat beberapa kali lipat. Namun krisis berakhir dan harga berbagai komoditas kembali menurun. Akibatnya efek publikasi tersebut terhadap perhatian publik menurun bahkan laporan Kelompok Roma tersebut menuai banyak kritikan utamanya karena ketiadaan landasan teori ekonomi maupun lemahnya dukungan data statistiknya. Menurut Hayami 2001 keterbatasan utama dari analisis dan simulasi yang dilakukan dalam laporan Kelompok Roma itu terletak pada asumsi yang bersifat eksponensial untuk pertumbuhan penduduk, tingkat produksi sektor- sektor industri maupun untuk berbagai aktivitas perekonomian lainnya di masa lalu periode 1900-1970-an yang dianggap tetap tidak berubah di masa depan dengan peningkatan yang proporsional terhadap kebutuhan pangan maupun bahan-bahan konsumsi akibat pertumbuhan populasi yang eksponsial tersebut. Menurut Sorensen dan Whitta-Jacobsen 2009 bahwa sebagaimana Malthus, analisis Kelompok Roma ini tidak mempertimbangkan respon yang rasional dari para pelaku ekonomi dalam menyelamatkan sumber daya yang semakin langka . Mereka hanya secara mekanis saja melakukan analisis proyeksi yang didasarkan pada trend di masa lalu, dengan pertimbangan posibilitas perubahan koefisien produksi tersebut dibatasi dan mengarah kepada pertumbuhan ekonomi yang terbentur pada kendala sumberdaya alam SDA yang tetap fixed resource endowment. Baik asumsi yang sulit untuk dipenuhi maupun absennya pertimbangan tentang respon perilaku manusia rasional jika menghadapi kelangkaan sumberdaya tersebut, maka telah menyebabkan proyeksi Kelompok Roma ini melesat jauh ke atas overshooting sehingga banyak menuai banyak kritikan tersebut. Menurut Hayami 2001 sebenarnya pencerahan tentang mekanisme pertumbuhan ekonomi yang dibatasi oleh natural resource endowment Re tersebut dapat dirujuk kembaali pada teori pembangunan ekonomi dari Teori David Ricardo: Principle of Political Economy and Taxation yang diterbitkan pada tahun 1817, ketika Revolusi Industri telah mapan di Inggris. Fenomena ini terjadi ketika pertumbuhan populasi mencapai puncaknya. Ricardo mengidentifikasi akumulasi kapital dalam industri moderen, yang terjadi dalam Revolusi Industri, yang merupakan kekuatan pengendali pertumbuhan ekonomi. Kapital dalam pandangan Ricardo adalah wage fund dana upah yang didefinisikan sebagai jumlah pembayaran kepada buruh sebagai penjualan di depan in advance of sale dari komoditas yang diproduksi oleh buruh yang digunakan sebagai input dalam proses produksi. Wage fund juga pembayaran atas pembelian berbagai alat-alat maupun struktur yang komplementer untuk menggunakan buruh. Oleh karena itu permintaan terhadap tenaga kerja TK meningkat secara proporsional dengan meningkatnya wage fund tersebut. Di lain fihak, suplai TK ditentukan oleh buruh yang mau bekerja secara penuh waktu full time tanpa memandang berapa pun upahnya. Ini berarti bahwa suplai TK konstan dalam jangka pendek, yaitu suatu periode dimana populasi tetap konstan. Oleh karena itu, ketika investasi yang baru itu diberikan kepada wage fund, maka permintaan buruh akan meningkat dengan meningkatnya tingkat upah sepanjang suplai yang inelastik selama jangka pendek. Jika tingkat upah meningkat di atas tingkat upah untuk kebutuhan hidup subsisten, populasi mulai meningkat diiringi oleh peningkatan angkatan kerja. Peningkatan populasi tersebut yang mendasari anggapan bahwa suplai TK dianggap elastik secara tidak terbatas dalam jangka panjang didefinisikan sebagai periode yang cukup lama agar populasi dan angkatan kerja memungkinkan bisa untuk berubah, di bawah tingkat upah yang cenderung selalu ditekan balik kembali sampai ke tingkat upah subsisten. Artinya dalam jangka panjang wage cost bagi industri tidak meningkat, dan keuntungan para kapitalis meningkat secara proporsional dengan peningkatan kapital. Karena tingkat profit tidak menurun, sehingga selalu ada insentif yang selalu terus terpelihara untuk menginvestasikan kembali setiap keuntungan yang diperoleh, yang berarti pula produksi dan lapangan pekerjaan terus meningkat dalam sektor industri moderen. Walaupun begitu, upah subsisten bagi para pekerja industri tergantung pada harga pangan. Tidak seperti dalam sektor industri, sektor pertanian tidak dapat keluar dari perangkap skala pengembalian yang menurun DRS: decreasing return to scale dalam produksi karena selalu dibatasi oleh kendala Resource endowment sumberdaya lahan. Untuk melakukan perluasan agar permintaan pangan terus dapat dipenuhi, maka harus dipenuhi dengan menggunakan lahan yang paling subur, yang biaya marjinalnya konstan. Namun jika peningkatan permintaan akan pangan terus meningkat akibat dari pertumbuah populasi hingga melebihi output yang dapat diproduksi oleh lahan yang paling subur tersebut, maka perluasan usaha pertanian akan diarahkan kepada lahan-lahan yang kurang subur sehingga menyebabkan biaya marjinalnya meningkat berhubung akan lebih banyak dibutuhkan input tenaga kerja TK untuk memproduksi pangan dalam jumlah yang sama. Akibatnya akan semakin banyak lahan yang kurang subur yang dibuka untuk produksi pertanian sehingga biaya marjinal meningkat secara progresif. Dalam proses ini demand terhadap lahan yang subur meningkat karena lebih menguntungkan untuk berbudidaya. Lebih lanjut, sewa yang lebih tinggi harus dibayar kepada tuan tanah untuk penggunaan lahan-lahan yang subur sampai antara biaya produksi di lahan-lahan yang subur terhadap lahan-lahan marjinal hampir semua lahan-lahan marjinal telah digunakan untuk produksi. Karena harga pangan naik sesuai dengan peningkatan biaya, maka nominal uang dari upah yang dibayarkan kepada para TK sektor industri perlu untuk dinaikkan agar dapat bertahan hidup pada level subsisten. Ketika upah meningkat, keuntungan tidak terus meningkat secara proporsional dengan peningkatan kapital. Jadi ketika demand terhadap pangan terus meningkat sesuai dengan akumulasi kapital dan pertumbuhan lapangan pekerjaan, harga pangan akhirnya akan meningkat sampai pada suatu level dimana tingkat profit akan menjadi begitu rendah sehingga tidak ada insentif untuk melakukan investasi lebih lanjut. Pertumbuhan ekonomi akan berhenti pada titik ini. Hayami 2001 melukiskan Teori Ricardo, menggunakan dua diagram yang dikonstruksi sebagai suatu model dalam perekonomian modern dalam Gambar 6. Diagram bagian kiri menyajikan pasar TK bagi sektor industri modern, dalam ukuran model kesetimbangan parsial Marshallian. Garis DD mewakili kurva demand TK, yang dianggap bersesuaian dengan suatu sekedul produk nilai marjinal dari TK untuk suatu stok kapital yang digunakan. Sementara diagram distrukturkan dalam kerangka pemikiran neoklasik, maka karakteristik dari Teori Ricardo diwakili oleh bentuk suplai tenaga kerja TK. Dengan mengadopsi hukum Malthus, Ricardo menganggap suplai TK yang horisontal pada upah subsisten O dalam jangka panjang, seperti diwakili oleh garis LS. Namun, karena angkatan kerja tetap konstan dalam jangka pendek dan, karena marginal disutility dari TK relatif terhadap utilitas marjinal dan pendapatan dipandang begitu kecil sehingga dapat diabaikan oleh para TK yang hidup pada level yang mendekati subsisten, maka dalam jangka pendek suplai TK bisa dianggap menjadi inelastik terhadap tingkat upah, yang diwakili dengan garis tegak SS. Seperti dapat dilihat pada Gamber 2.6 bahwa awal permitaan demand terhadap tanaga kerja TK bagi sektor industri diberikan sebagai DD sesuai ketika stok kapital yang dimiliki oleh kaum wirausaha-kapitalis adalah K , dan bahwa kesetimbangan jangka panjang pada periode permulaan berada pada titik A