Bentuk Model dari The New Growth Theory Pembangunan Ekonomi

Gambar 17. Kerangka Pemikiran untuk Pemecahan Masalah Masalah Stagnasi Kinerja Pembangunan Ekonomi Wilayah Provinsi Lampung Ricardian Trap : Excess Demand Bahan Baku Agroindusti Deforestasi Akut Degradasi Lingkungan Stagnasi Pertumbuhan Pangsa Sektor Industri M A S A L A H Pertumbuhan Ekonomi Capaian HDI Rendah Merancang Praksis Pembangunan Ekonomi Wilayah: Teori Kendala Sumberdaya Teori Transformasi Struktural Perekonomian Teori Pertumbuhan Endogenik Model Pembangunan Ekonomi Wilayah [RED: Regional Economic Development] P R A K S I S Pilihan Etika Model Perilaku Fiskal Propinsi Lampung Intervensi Kebijakan Fiskal PPropinsi L Skema Reforestasi Peningkatan PendapatanKpt Sektor Pertanian Peningkatan Pertumbuhan Pangsa Sektor Industri PendapatanKpt Sektor Pertumbuhan Ekonomi Daya Beli Masyarakat Meningkatnya Capaian HDI S O L U S I Menurut Sen 2001 dikutip Yudhoyono, 2004 pembangunan itu sendiri merupakan proses perjuangan nilai-nilai, utamanya nilai-nilai yang dipandang baik virtues oleh sekolompk orang ataupun oleh komunitas yang berada di suatu ruang wilayah dan periode waktu tertentu. Periode waktu dalam perjuangan ini menjadi penting, karena virtues senantiasa berkembang sesuai dengan fase capaian perjuangan itu sendiri. Adanya pola umum IKC Inverted Kuznets Curve dalam siklus pembangunan suatu bangsa misalnya merupakan refleksi dari perubahan virtue yang diperjuangkan untuk tiap fase pembangunan. Kata virtue dalam praksis pembangunan kini bermetafora menjadi Vision Adi Cita, yang nilai-nilainya diperjuangkan secara operasional yaitu melalui suatu misi . Dalam konteks pembangunan dalam arti luas, menurut Perance da Tunner et al., 1990 ada 2 ideologi besar yang telah berkembang yang bersifat universal: tidak terikat ras, agama, aliran golongan, maupun waktu. Kedua ideologi tersebut adalah Technocentric dan Ecocentric yang masing-masing mempunyai dua varian: yaitu 1 Technocentric Conurcopian, 2 Technocentric Accomodating, 3 Ecocentric Communalist dan 4 Ecocentric Deep Ecologist. Adapun ciri green label, tipe perekonomian, strategi manajemen yang perlu dikembangkan, etika yang dianut serta label kebersinambungan dari keempat varian ideologi ini secara rinci disajikan dalam Tabel 7. Berdasarkan ciri-ciri ideologi tersebut maka pilihan ideologi tidak mungkin untuk dijatuhkan pada dua ekstrim yaitu pada Technocentric Conurcopian ataupun Deep Ecologist. Ideologi Technocentric_Conurcopian punya implikasi pada perilaku yang eksploitatif terhadap berbagai Resource endowment yang telah kita miliki demi mengejar pertumbuhan, sedangkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan diyakini dapat disubstitusi oleh penemuan atau capaian teknologi. Ideologi ini dikatagorikan beretika instrumental value terhadap sumberdaya alam ataupun Re lainnya. Ideologi Technocentric_Conurcopian ini tidak kompatible bagi kita yang umumnya belum mampu melakukan substitusi teknologi terhadap berbagai kerusakan akibat pembangunan yang bersifat eksploitaitif. Lagi pula ideologi ini mempunyai tingkat keberlanjutan yang sangat rendah. Demikian pula sebaliknya pada pilihan Deep Ecology. Sekalipun ideologi ini mempunyai indikator keberlanjutan yang paling besar, kita masih memerlukan pertumbuhan perekonomian untuk menopang pertumbuhan penduduk yang belum dapat ditekan pada pada level zero growth. Tabel 7. Ideologi dan Label Keberlanjutannya dalam Pembangunan Ekonomi TECHNOCENTRIC ECOCENTRIC Conurcopian Accomodating Communalist Deep Ecology GREEN LABLE Resource exploitative, growth orientation position Resource conservationist, and managerial position Resource preservationist position Extreme preservationist position TYPE OF ECONOMY Anti green economy, unfettered free market Green economy, green market guided by economy, incentive instrument e,g, pollution charge Deep green economy, steady-state economy regulated by macroeconomical standards Very deep economy, heavily regulated to minimize resource- take MANAGEMENT STRATEGIES Primary economic policy objective, maximize economics growth GNP Taken as axiomatic that unfettered free market in conjucton with technical progress will ensure substitution posibilities, capable of mitigating all scarcity limits’ constraint Enviromental suource sinks Modified economic growth adjusted green accounting to measure GNP Decoupling important but infinite, Substitution rejected, Sustainability rules: constant capital rule, Therefore some scale change, Zero population growth Decoupeling plus no increase in scale, “Systems’ prespective – heal th’ of whole ecosystem very important; Gala Hypothesis and implications, Scale reduction imperative; at the extreme for some there is a literal interpretation of Gala as personalized agent to which moral obligation are owned ETHICS Support for traditional ethical reasoning: right and interests of contemporary individual human; instrumental value i.e. of recognize value to humans in nature Extention of ethical reasoning: caring for others’ motive-intra intergeneration equity i.e. contemporary poor and future people; instrumental value in nature Further extention of ethical reasoning: interrest of the collective take precedence over those of the individual; primary value of ecosyatems and secondary value of component functions and services Acceptance of bioethics i.e. moral rightinterest conferred on all non-human species and even abiotic parts of the environment; intrinsic value in nature i.e. valuable in its own right regardless of human experience, SUSTAINABILITY LABLES VERY WEAK WEAK STRONG VERY STRONG Sumber: Pearce and Turner 1990 Berarti pilihan ada di antara ideologi Technocenric_Accomodating ataukah pada ideologi Ecocentric_Communalism. Dari sisi tentang label keberlanjutannya, ideologi communalism cukup penting bagi masyarakat kita. Tetapi ideologi communalism berimplikasi pada tututan perilaku setiap warga sedimikian rupa agar pertumbuhan perekonomian dan pertumbuhan penduduk sampai ke level zero. Prasyarat ini sangat berat sehingga pilihan kepada ideologi ini juga tidak realistis pada periode atau fase pembangunan di Indonesia saat ini pada umumnya. Dengan demikian untuk masa sekarang bagi Indonesia secara umumnya, pilihan ideologi Technocentric_Accomodataing adalah pilihan yang realistis. Walaupun jaminan keberlanjutan dalam idelogi ini memang masih rendah weak sustainability, namun surplus hasil-hasil pembangunan ekonomi bisa kita investasikan untuk pengembangan human resource melalui pendidikan dan riset untuk mengejar ketertinggalan teknologi, membangun kelembagaan, membangun pranata hukum, maupun social capital agar mampu memasuki taraf perekonomian pola Kuznets dan mampu keluar dari perangkap perekonomian Marxian Hayami, 2001. Dengan perkembangan ini kita mempunyai kesempatan untuk melanjutkan dan beralih ke ideologi lingkungan ke Ecocentric_Communalism yang mempunyai indikator keberlanjutan pembangunan yang besar itu. Dengan begitu, maka kontinum ideologi tersebut perlu untuk dicapai agar pembangunan dapat dicapai secara berkesinambungan sesuai dengan fase perkembangan ekonomi wilayahnya.

3.2.2 Asumsi yang Dipergunakan

Beberapa asumsi yang perlu untuk dipenuhi dalam pengembangan model pemecahan masalah ini adalah: 1 Pertumbuhan populasi masih melampaui pertumbuhan bahan pangan maupun pertumbuhan sektor industri, ketika upah riil mulai naik secara sementara, 2 Variabel L, I dan E saling bebas dan memenuhi asas aditivitas, dan 3 Kebocoran wilayah maupun sebaliknya dapat diabaikan.

3.3 Hipotesis yang Diajukan

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini meliputi: 1 Untuk pencapaian target indeks pembangunan manusia ke depan tidak ada toleransi bagi adanya deforestasi lebih lanjut baik untuk di subwiayah hulu maupun hilir. 2 Faktor-faktor endogenik pertumbuhan ekonomi wilayah [ Leadership; Institution dan Entrepreneurship] berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan pangsa sektor industri, pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia. 3 Hutan rakyat, hutan negara maupun akses kepada pasar berpengaruh nyata terhadap pendapatan per kapita di sektor pertanian, pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia. 4 Faktor-faktor endogenik pertumbuhan ekonomi wilayah dapat digunakan secara handal untuk merancang praksis pembangunan wilayah secara berkesinambungan jika ditopang oleh kinerja sumber daya hutan. 5 Kinerja kewiraushaaan atau Entrepreneurship dari kalangan industri kecil lebih efektif untuk dijadikan penghela proses transformasi struktural perekonomian wilayah dibandingkan kinerja E dari kalangan industri sedang- besar, 6 Kerapatan jumlah koperasi sebagai pewakil bagi L berperan positif nyata bagi pengembangan kinerja E dan intensitas kejahatan sebagai pewakil bagi I adalah sebaliknya, 7 Rezim tata pemerintahan RZ berpengaruh nyata terhadap kinerja faktor endogenik dan pertumbuhan pangsa industri, pertumbuhan ekonomi, dan indekss pembangunan manusia HDI. 8 Perilaku fiskal yang meliputi pajak-retribusi daerah, belanja aparatur, belanja publik, dan belanja bantuan sosial dari pemerintah Provinsi Lampung berpengaruh nyata terhadap kinerja faktor endogenik dan kemudian juga berpengaruh pada pertumbuhan pagsa sektor industri, pertumbuhan ekonomi dan akhirnya pada HDI secara agregat di Provinsi Lampung. 9 Di bawah skema reforestasi, alokasi pembelanjaan kombinasi antara belanja publik dengan belanja sosial akan lebih efektif dalam peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah Pemerintah Provinsi Lampug ketimbang alokasi seluruhnya untuk belanja publik jika keefektivan ersebut diukur dengan indeks nilai tukar petani maupun HDI.

4. METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan April sampai September 2011, Provinsi Lampung dipilih sebagai unit analisis wilayah. Lebih lanjut untuk mengetahui peranan hulu maupun hilir dalam membangkitkan tingkat kesejahteraan di wilayah Provinsi ini, maka Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tanggamus diperlakukan sebagai subwilayah hulu HU, sedangkan kedua kota beserta kedelapan kabupaten selainnya diperlakukan sebagai subwilayah hilir Gambar 1. Pengumpulan data sekunder dilakukan pada berbagai instansi, meliputi tingkat Nasional yaitu BPS Nasional, Pusat Penelitian Tanah Agroklimat, dan Badan Planologi Kehutanan maupun di tingkat Provinsi Lampung yaitu BPS Provinsi, BMKG Provinsi Lampung, Badan Pertanahan, Dinas Kehutanan, BPDAS Seputih-Sekampung, Dinas Koperindag dan Bank Indonesia Cabang Lampung. Analisis data dilakukan di Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

4.2 Pelaksanaan Penelitian

4.2.1 Penentuan Toleransi Ambang Deforestasi Lanjutan Pendekatan yang digunakan adalah pemodelan. Untuk mengalisis hubungan antara tingkat kesejahteraan ataupun kerusakan lingkungan terhadap karakteristik sumberdaya wilayah digunakan model linear berganda. Variabel terikat yang digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia [HDI] untuk 10 kabupatenkota di lingkup Provinsi Lampung tahun mendatang [HDI t+1 ]. Kecuali itu juga digunakan intensitas banjir [FLOOD] dan kelongsoran tanah [LSLIDE] sebagai pewakil dari degradasi lingkungan yang dinyatakan dengan persentase desa-desa yang mengalami kedua bencana itu dalam kurun 2003-2005 dan 2006- 2008 BPS Provinsi Lampung, 2006b dan 2009b diolah. Adapun variabel penjelas yang digunakan meliputi proporsi penggunaan lahan di setiap kabupatenkota, yang meliputi hutan rakyat [HR], hutan negara [HN], lahan terdegradasi [LDEG], sawah [SWH], ―perkebunan kopi rakyat‖