TUJUAN KAROTENOID Quantitative descriptive analysis (qda) mi instan dengan red palm olein (rpo) sebagai seasoning oil Ingredient

2 sebesar 99.7013 RE. Kebutuhan vitamin A perhari untuk pria dewasa adalah 600 RE dan wanita dewasa adalah 500 RE AKG, 2009. Dengan demikian perlakuan 2 ml RPO ini akan menyumbang kebutuhan vitamin A sebesar 16.62 dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa dan 19.94 dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa. Karakteristik penting yang harus diperhatikan dalam mengganti atau memodifikasi seasoning oil ingredient mi instan dengan RPO adalah karakteristik sensori yang dihasilkan terutama aroma, rasa, dan citarasa mi instan yang dihasilkan. Pada penelitian ini akan dilakukan dua perlakuan RPO sebagai seasoning oil ingredient, pertama, perlakuan penambahan 2 mL RPO dan kedua, perlakuan substitusi 2 mL RPO. Kedua perlakuan ini diharapkan tidak membuat karakteristik sensori terutama aroma, rasa, dan citarasa mi instan menyimpang. Penelitian ini akan melibatkan 10 orang panelis terlatih untuk uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji deskripsi dengan metode Quantitative Descriptive Analysis QDA yang kemudian hasil pengujian akan disajikan dalam bentuk Spider Web Diagram .

1.2. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi adakah perbedaan yang nyata antar atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan kontrol dengan atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan yang telah mengalami perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada taraf signifikansi 5 dengan melakukan uji organoleptik menggunakan metode Quantitative Analysis Descriptive QDA dan disajikan dalam spider web diagram. II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MINYAK SAWIT KASAR CRUDE PALM OIL

Minyak sawit kasar atau CPO adalah minyak sawit yang diperoleh dari ekstraksi buah sawit terutama dari bagian mesokarpnya. CPO memiliki warna kuning kemerahan karena mengandung karotenoid yang sangat tinggi. Tingkat efisiensi minyak sawit sangat tinggi sehingga mampu menempatkan minyak sawit sebagai minyak nabati termurah. CPO mengandung komponen utama trigliserida 94, asam lemak 3-5, dan komponen minor 1 Muhilal, 1991. CPO mempunyai dua komponen asam lemak yang terbesar yaitu asam palmitat dan asam oleat. Komposisi asam lemak minyak sawit kasar secara lengkap disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi asam lemak CPO dan titik cairnya Jenis asam lemak Komposisi Titik Cair C Asam kaprat C 10:0 1-3 31.5 Asam laurat C 12:0 0-1 44 Asam miristat C 14:0 0.9-1.5 58 Asam palmitat C 16:0 39.2-45.8 64 Asam stearat C 18:0 3.7-5.1 70 Asam oleat C 18:1 37.4-44.1 14 Asam linoleat C 18:2 8.7-12.5 -11 Asam linolenat C18:3 0-0.6 -9 Muhilal 1991 Dari Tabel 1. terlihat bahwa dua asam lemak terbesar adalah asam palmitat dan asam oleat. Asam palmitat adalah asam lemak jenuh berantai panjang C 16:0 dan memiliki titik cair yang cukup tinggi 64 C, sehingga pada suhu ruang CPO akan berbentuk semi padat Belitz dan Grosch, 1999. Keberadaan asam palmitat yang tinggi ini juga membuat CPO tahan terhadap oksidasi ketengikan dibandingkan dengan minyak jenis lain. Sifat fisik dan kimia CPO meliputi warna, bauflavor, kelarutan, bobot jenis, indeks bias, titik cair, bilangan iod, dan bilangan penyabunan Ketaren, 2005. Nilai beberapa sifat fisik dan kimia CPO dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat fisik dan kimia CPO Sifat fisik dan kimia Nilai Bobot jenis 40 C 0.921-0.925 Indeks bias 1.453-1.485 Titik cair tergantung komponen asam lemak 25-50 Bilangan Iod 44-58 Bilangan penyabunan 195-205 Winarno 1999 4

2.1.1. Kualitas CPO

Kualitas CPO selain dipengaruhi oleh varietas tanaman, juga dipengaruhi oleh kondisi proses ekstraksi dan kondisi penanganan setelah proses. Faktor-faktor mutu yang penting dalam penilaian kualitas CPO antara lain kadar asam lemak bebas, kadar air, kadar kotoran, dan terkadang bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, dan warna Ketaren, 1986. Persyaratan kualitas CPO Indonesia sesuai dengan Standar Perdagangan Nomor 975 seperti pada Tabel 3. di bawah ini. Tabel 3. Kualitas CPO Karakteristik Satuan Syarat maksimal Asam Lemak Bebas ALB, sebagai asam palmitat bb 5.00 Kadar kotoran bb 0.05 Kadar air bb 0.45 Dir. Standarisasi dan Pengendalian Mutu, Departemen perdagangan Selain kualitas di atas, kualitas CPO biasanya juga dinilai dari kadar kotoran yang terkandung di dalamnya. Kotoran yang biasanya masih terkandung dalam CPO dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu : a. Kotoran yang tidak larut dalam minyak Fat Insoluble Kotoran ini terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit sawit, atau abu mineral Fe, Cu, Mg, dan Ca serta air dalam jumlah kecil. b. Kotoran yang berbentuk suspense koloid dalam minyak Kotoran ini terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. c. Kotoran yang terkandung dalam minyak Kotoran yang termasuk golongan ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida, zat warna yang terdiri dari karotenoid, klorofil. Zat warna lain yang dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari keton, aldehida, dan resin serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi Ketaren, 1986

2.1.2. Komponen Minor CPO

CPO mengandung lebih kurang 1 komponen minor yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid dan glikolipid, terpen dan gugus hidrokarbon alifatik, serta kotoran. Komponen terbesar dari karotenoid adalah β-karoten dan α-karoten yang mencapai 90 dari total karotenoid Ong et al., 1990. Komposisi komponen-komponen minor dalam minyak sawit secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4. 5 Tabel 4. Komponen minor dari CPO Komponen Minor Kandungan ppm Karotenoid 500-700 Tokoferol dan tokotrienol 600-1000 Sterol 326-527 Fosfolipid 5-130 Triterpen alkohol 40-80 Metil sterol 40-80 Squalen 200-500 Alkohol alifatik 100-200 Hidrokarbon alifatik 50 Choo et al. 1989

2.1.3. Pemurnian CPO

Pemurnian CPO bertujuan untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik serta memperpanjang umur simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan baku industri. Tahapan pemurnian CPO meliputi empat tahap yaitu pemisahan gum degumming dan pemisahan asam lemak bebas deasidifikasi, pemucatan bleaching, penghilangan bau deodorisasi, serta pemisahan fraksi olein dan stearin minyak sawit fraksinasi. Fraksinasi dilakukan dengan winterisasi yaitu proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah dengan cara pendinginan chilling hingga suhu 5-7ºC Ketaren, 2005.

2.2. RED PALM OLEIN RPO

Untuk mempertahankan keberadaan karotenoid pada minyak sawit, proses produksi minyak sawit kaya karotenoid beraktivitas pro-vitamin A telah dikembangkan. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah proses pembuatan Red Palm Olein RPO Hartono, 2008. RPO adalah minyak sawit yang diperoleh tanpa melalui proses pemucatan bleaching dengan tujuan mempertahankan kandungan karotenoidnya. CPO sebagai bahan baku RPO diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi, mengandung sedikit air serta serat halus, berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang. Secara umum, proses produksi RPO prinsipnya sama dengan proses produksi minyak sawit komersial minyak goreng. Satu hal yang membedakan adalah pada proses produksi RPO ini tidak ada tahapan pemucatan bleaching sehingga minyak masih tetap berwarna merah. Dibandingkan dengan minyak goreng biasa, RPO memiliki aktivitas pro-vitamin A dan vitamin E yang jauh lebih tinggi. Karakter ini membuat RPO sangat baik dipandang dari segi nutrisi Jatmika dan Guritno, 1997. Menurut Choo et al. 1993, Red Palm Olein RPO memiliki kandungan karotenoid sebesar 680-760 ppm dan Red Palm Stearin RPS masih memiliki kandungan karotenoid yang cukup tinggi, yaitu sebesar 380-540 ppm. Sehingga fraksi stearin masih dapat digunakan sebagai minyak makan. Karakteristik RPO dapat dilihat pada Tabel 5. 6 Tabel 5. Karakteristik RPO Parameter Jumlah Asam lemak bebas 0.04 Bilangan peroksida 0.10 meq peroksidakg Karoten 513 ppm Tokoferol 707 ppm Choo et al. 1993 Karotenoid terutama α-karoten dan β-karoten merupakan pro-vitamin A terbanyak yang terkandung dalam karotenoid RPO. Menurut Naibaho 1983, RPO mengandung karotenoid sebesar 600-1000 ppm dengan persentase α-karoten 36.2, β-karoten 54.4, δ-karoten 3.3, likopen 3.8, dan xantofil 2.2. β-karoten sebagai komponen terbesar dalah komponen yang tidak stabil dan akan rusak pada temperatur diatas 200 o C, oleh karena itu RPO tidak cocok untuk dijadikan minyak goreng melainkan sesuai untuk dijadikan salad oil, menumis, dan sebagai fortifikan. Proses pengolahan RPO mulai dikembangkan sejak tahun 90-an, sejalan dengan semakin disadarinya peran penting karotenoid bagi kesehatan manusia. Sampai saat ini telah dikembangkan tiga macam proses pengolahan RPO yaitu 1 proses menggunakan deasidifikasi kimiawi dipadukan dengan penggunaan deodorizer konvensional untuk menghilangkan bau, 2 proses menggunakan distilasi molekuler, dan 3 proses deasidifikasi kimiawi dengan rotary evaporator untuk menghilangkan bau Hartono, 2008.

2.2.1. Proses Produksi RPO Skala Pilot Plant

Penelitian optimasi proses produksi RPO skala pilot plant di Indonesia telah dilakukan oleh Widarta 2008, Riyadi 2009, dan Asmaranala 2010 yang meliputi beberapa tahap, yaitu degumming , deasidifikasi, deodorisasi, dan fraksinasi.

2.2.1.1. Degumming

Degumming diartikan sebagai suatu proses pemisahan getah atau lendir yang terdapat dalam CPO tanpa mereduksi asam lemak bebas yang ada. Getah atau lendir umumnya berupa fosfatida, protein, dan karbohidrat. Kotoran-kotoran yang tersuspensi tersebut sukar dipisahkan bila berada dalam kondisi anhydrous, sehingga harus diendapkan dengan cara hidrasi. Hidrasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap, penambahan air, atau dengan penambahan larutan asam lemah. Menurut Dijkstra dan Van Opstal 1990 asam yang biasa digunakan adalah asam fosfat. Proses degumming dilakukan dengan memanaskan minyak pada suhu 70-80 C setelah itu ditambahkan asam fosfat H 3 PO 4 0.3-0.4 persen bb dengan konsentrasi 20-60 persen bb. Proses degumming perlu dilakukan sebelum proses netralisasi, sebab sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali pada proses netralisasi akan menyerap gum getah dan lendir sehingga menghambat proses pemisahan sabun dari minyak, disamping itu netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dalam minyak sehingga mengurangi rendemen trigliserida Ketaren, 2005. Proses degumming skala pilot plant yang optimal menurut Widarta 2008 adalah dilakukan dengan cara memanaskan 60 kg CPO dalam reaktor netralisasi hingga 80 C, kemudian ditambahkan larutan asam fosfat 85 sebanyak 0.15 dari berat CPO sambil diaduk perlahan-lahan 56 rpm selama 15 menit. Pada kondisi ini kadar karoten akan menurun rata-rata 3.42 setelah degumming. 7

2.2.1.2. Deasidifikasi

Deasidifikasi adalah proses pemisahan asam lemak bebas dalam CPO. Deasidifikasi dapat dilakukan dengan metode kimia, fisik, micella, biologis, reesterifikasi, ekstraksi pelarut, supercritical fluid extraction , dan teknologi membran. Deasidifikasi melalui proses kimia dengan alkali, saat ini yang paling umum digunakan adalah dengan melarutkan soda kaustik. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifugasi Ketaren, 2005. Konsentrasi larutan alkali untuk netralisasi biasa dinyatakan dengan “derajat Baume Be”. Hasil dari proses degumming dan deasidifikasi disebut dengan Neutralized Red Palm Oil NRPO Kondisi proses yang optimum untuk deasidifikasi skala pilot plant menurut Widarta 2008 adalah pada suhu 61 ± 2 C selama 26 menit, dengan konsentrasi NaOH 16 Be dan excess 17.5 dari NaOH yang dibutuhkan. Pada kondisi tersebut diperoleh produk NRPO dengan reduksi kadar asam lemak bebas 96.35, recovery karoten sebesar 87.30, dan rendemen 90.16.

2.2.1.3. Deodorisasi

Deodorisasi merupakan proses untuk memisahkan aroma dan bau dari minyak. Prinsip dari proses deodorisasi yaitu distilasi minyak oleh uap dalam keadaan hampa udara. Pada suhu tinggi, komponen-komponen yang menimbulkan bau mudah diuapkan, kemudian melalui aliran uap komponen-komponen tersebut dipisahkan dari minyak. Komponen-komponen yang dapat menimbulkan rasa dan bau dari minyak antara lain aldehida, keton, hidrokarbon dan minyak esensial yang jumlahnya sekitar 0.1 persen dari berat minyak Riyadi, 2009. Deodorisasi sebagai tahap terakhir dalam pemurnian minyak, merupakan proses pelucutan oleh uap air steam. Uap panas yang digunakan merupakan uap kualitas baik 1-3 dari minyak, yang dibangkitkan dari air umpan yang telah dideaerasi dan mengalami perlakuan tertentu, yang kemudian diinjeksikan ke dalam minyak pada suhu tinggi 252-266 C dan kevakuman tinggi 6 mmHg. Pada kondisi ini peroksida terdekomposisi dan asam-asam lemak bebas serta senyawa- senyawa odor akan teruapkan. Pemucatan minyak oleh panas dilakukan dengan menjaga minyak selama 15-60 menit pada suhu tinggi untuk memastikan terjadinya dekomposisi pigmen karotenoid. Selama proses deodorisasi, mungkin terjadi beberapa reaksi yang dikehendaki, tetapi terdapat pula reaksi yang tidak diinginkan seperti hidrolisis lemak, polimerisasi dan isomerisasi. Oleh karena itu, suhu deodorisasi harus secara hati-hati dikendalikan untuk mencapai kualitas akhir minyak yang diinginkan. Hasil yang diperoleh pada proses deodorisasi disebut dengan Neutralized Deodorized Red Palm Oil NDRPO. Berdasarkan Riyadi 2009 perlakuan deodorisasi skala pilot plant pada suhu 140 C selama 1 jam direkomendasikan sebagai kondisi deodorisasi terbaik karena mampu mempertahankan karoten hampir 70 375.33 mgkg serta sekaligus mampu mereduksi odor dengan baik. Secara fisik warna NDRPO yang dihasilkan sedikit lebih pucat. Disamping itu produk NDRPO masih memiliki aroma sawit dengan intensitas odor 3.3.

2.2.1.4. Fraksinasi

Fraksinasi merupakan proses pemisahan fraksi olein dari fraksi stearin berdasarkan prinsip termomekanis dan bersifat reversible Krishnamurthy dan Kellens, 1996. Fraksinasi adalah tahap lanjutan dalam proses pemurnian RPO untuk mendapatkan RPO dengan kestabilan dingin yang baik. 8 Fraksinasi minyak sawit dapat dilakukan karena triasilgliserol-triasilgliserol dalam minyak sawit memiliki titik leleh yang berbeda Pahan, 2008. Stearin memiliki titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan olein. Fraksi olein dan stearin dihasilkan berdasarkan dua operasional yang mendasar, yaitu kristalisasi dan separasi. Proses fraksinasi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu fraksinasi kering, fraksinasi basah, dan fraksinasi dengan solven. Fraksinasi kering dilakukan dengan mendinginkan minyak sawit secara perlahan dan menyaringnya untuk memisahkan fraksi-fraksinya Krishnamurthy dan Kellens, 1996. Proses ini juga dikenal sebagai winterisasi. Fraksinasi basah dilakukan dengan cara membasahi kristal pada fraksi stearin dengan menggunakan surfaktan atau larutan deterjen. Pemisahan kristal dari fraksi olein dilakukan dengan cara sentrifugasi. Fraksinasi dengan solven dilakukan dengan mengencerkan minyak sawit menggunakan solven seperti heksana, aseton, atau isopropanol. Pemisahan fraksi stearin dari fraksi olein dilakukan dengan cara filtrasi Krishnamurthy dan Kellens, 1996. Berdasarkan Asmaranala 2010, kristalisasi stearin dilakukan dengan agitasi terkontrol dalam tangki kristalisasi dengan memanaskan NDRPO hingga suhu 75 o C, lalu diholding selama 15 menit. NDRPO kemudian diturunkan suhunya hingga 35 o C dan diholding selama 3 jam. NDRPO lalu diturunkan lagi suhunya hingga 15 o C dan diholding selama 6 jam. NDRPO yang telah dikristalisasi diseparasi dalam membrane filter press untuk menghasilkan olein dan stearin.

2.3. KAROTENOID

Karotenoid merupakan senyawa yang tersebar luas di dalam tanaman dan buah-buahan. Selain terdapat pada daun dan batang tanaman, karotenoid juga terdapat pada bagian-bagian lain tanaman misalnya pada umbi dan buah. Pada umumnya umbi-umbian mengandung sedikit karotenoid, kecuali ubi jalar dan wortel Kumalaningsih, 2006. Karotenoid merupakan komponen intrinsik yang terdapat dalam CPO. Karotenoid dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu: 1. Karotenoid hidrokarbon C 40 H 56 α-, β-, -karoten, dan likopen, 2. Xantofil, yaitu karoten yang mengandung oksigen dan hidroksil kriptosantin dan lutein 3. Ester xantofil, dan 4. Asam karotenoid yaitu turunan karoten yang mengandung gugus karboksil. Karotenoid mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang tersusun oleh delapan isoprena dan empat gugus metil serta terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Ikatan ganda yang terkonjugasi tersebut membentuk suatu gugus khromofor, yaitu lokasi di dalam sel tempat terdapatnya karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda dalam karotenoid tersebut maka warna karotenoid akan semakin pekat menuju warna merah Wirahadikusumah, 1985. Tubuh manusia mampu mengubah karotenoid menjadi vitamin A, oleh karena itu karoten termasuk sebagai pro-vitamin A. Karotenoid yang bisa digunakan sebagai pro-vitamin A adalah α- karoten, β-karoten, -karoten yang mempunyai aktivitas vitamin A berturut-turut 50-54, 100, dan 42-50 Iwasaki dan Murakoshi, 1992. Husaini 1982 menyatakan bahwa karotenoid yang paling umum digunakan sebagai pigmen dan sumber vitamin A adalah β-karoten. Hal ini disebabkan karena aktivitas provitamin A yang sangat tinggi dalam β-karoten, yaitu sebesar 100. Aktivitas provitamin A dinyatakan dalam Retinol Ekivalen RE, 1 RE = 1 μg retinol = 6 μg β-karoten = 12 μg provitamin A dari karoten lain. Kebutuhan orang dewasa terhadap vitamin A berkisar 1.5-1.8 mg per hari. Kebutuhan vitamin A ini, 75 diperoleh oleh asupan vitamin A retinol dan 25 sisanya dipenuhi oleh β-karoten dan karotenoid lainnya Belitz dan Grosch, 1999. Berdasarkan hal ini maka kebutuhan 9 retinol yang berasal dari karotenoid adalah berkisar 0.375-0.45 mg per hari, sehingga kebutuhan karotenoid β-karoten berkisar 2.25-2.7 mg β-karoten perhari. β-karoten memiliki beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh layaknya vitamin A, antara lain mampu menanggulangi kebutaan karena xeroptalmia, meningkatkan imunitas tubuh, membantu diferensiasi sel epitel, pertumbuhan, dan reproduksi. Selain itu karoten juga memiliki aktivitas antioksidan untuk mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. Karotenoid mempunyai sifat larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, mudah teroksidasi, tetapi stabil terhadap panas dalam atmosfer inert bebas O 2 . Menurut Walfford 1980, oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, terutama tembaga, besi, dan mangan. Karotenoid mempunyai sifat larut dalam kloroform, karbondisulfida, dan benzena, sukar larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam alkohol Andarwulan dan Koswara, 1992. Karotenoid belum mengalami kerusakan pada pemanasan di suhu 60 C. Karotenoid lebih tahan tersimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh. Hal ini disebabkan karena asam lemak lebih mudah mengalami oksidasi daripada karoten sehingga oksidasi yang pertama kali akan terjadi pada asam lemak dan karoten akan terlindung dari oksidasi Choo et al., 1992.

2.4. STABILITAS KAROTENOID