STABILITAS KAROTENOID Quantitative descriptive analysis (qda) mi instan dengan red palm olein (rpo) sebagai seasoning oil Ingredient

9 retinol yang berasal dari karotenoid adalah berkisar 0.375-0.45 mg per hari, sehingga kebutuhan karotenoid β-karoten berkisar 2.25-2.7 mg β-karoten perhari. β-karoten memiliki beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh layaknya vitamin A, antara lain mampu menanggulangi kebutaan karena xeroptalmia, meningkatkan imunitas tubuh, membantu diferensiasi sel epitel, pertumbuhan, dan reproduksi. Selain itu karoten juga memiliki aktivitas antioksidan untuk mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. Karotenoid mempunyai sifat larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, mudah teroksidasi, tetapi stabil terhadap panas dalam atmosfer inert bebas O 2 . Menurut Walfford 1980, oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, terutama tembaga, besi, dan mangan. Karotenoid mempunyai sifat larut dalam kloroform, karbondisulfida, dan benzena, sukar larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam alkohol Andarwulan dan Koswara, 1992. Karotenoid belum mengalami kerusakan pada pemanasan di suhu 60 C. Karotenoid lebih tahan tersimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh. Hal ini disebabkan karena asam lemak lebih mudah mengalami oksidasi daripada karoten sehingga oksidasi yang pertama kali akan terjadi pada asam lemak dan karoten akan terlindung dari oksidasi Choo et al., 1992.

2.4. STABILITAS KAROTENOID

Adanya struktur ikatan rangkap pada molekul β-karoten 11 ikatan rangkap pada 1 molekul β-karoten menyebabkan bahan ini mudah teroksidasi ketika terkena udara. Menurut Sundram 2007 karoten sensitif terhadap oksigen dan cahaya. Oksidasi karoten dipicu oleh hidroperoksida yang dihasilkan dari oksidasi lipid, mengakibatkan diskolorisasi dan bleaching. Oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, khususnya tembaga, besi dan mangan. Oksidasi dapat terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan ganda Bonnie dan Choo, 1999. Pengaruh suhu terhadap oksidasi pada karotenoid dikemukakan oleh Worker 1957 dalam Muchtadi 1992 yaitu bahwa karotenoid belum mengalami kerusakan karena pemanasan pada suhu 60 C, sedangkan Gross 1991 mengatakan bahwa laju oksidasi β-karoten meningkat dengan peningkatan suhu. Marty dan Berset 1990 melakukan penelitian dengan β-karoten all trans sintetis dan menyatakan bahwa ketahanan molekul tersebut pada suhu tinggi dipengaruhi oleh kondisi medium. Pemanasan yang lama pada suhu 180 C kondisi tanpa oksigen hanya menyebabkan sedikit kerusakan pada molekul ini, namun pada bahan pangan dengan adanya komponen penyusun berupa pati, lemak, air, dan lain-lain serta dikombinasikan dengan pencampuran secara mekanis akan memberi kesempatan masuknya oksigen dan menyebabkan kerusakan molekul β-karoten all trans ini lebih besar hingga jauh lebih besar lagi. Menurut Alyas et al. 2006, peningkatan waktu pemanasan dari 30 menit sampai 120 menit mengakibatkan reduksi β-karoten sebesar 3 persen pada suhu 50 C dan 6 persen pada suhu 100 C dalam Red Palm Olein RPO. Pemanasan RPO pada suhu yang sangat tinggi 200 C selama 30 menit mengakibatkan kehilangan β-karoten hanya 15 persen. Namun, peningkatan waktu pada suhu 200 C menyebabkan reduksi sebesar 59 persen kandungan β-karoten. Hal ini sesuai dengan penemuan Lin dan Chen 2005 yang mengatakan bahwa kecenderungan penurunan β-karoten seiring dengan peningkatan suhu penyimpanan jus tomat yang di simpan pada suhu yang berbeda. Struktur karotenoid yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang berperan sebagai antioksidan membuat karotenoid menjadi tidak stabil. Strukturnya mudah rusak dengan adanya serangan radikal bebas seperti molekul oksigen tunggal dan senyawa lain yang reaktif. Panas, sinar 10 dan asam memacu isomerisasi bentuk trans karotenoid ke bentuk cis yang secara biologis kurang baik. Cahaya, enzim, pro-oksidan logam dan ko-oksidasi dengan lemak tidak jenuh, disisi lain memacu oksidasi Bonnie dan Choo, 1999. Perubahan struktur β-karoten khususnya maupun karotenoid pada umumnya selama pengolahan dan penyimpanan dapat terjadi melalui beragam jalur, tergantung pada kondisi proses reaksinya. Menurut Bonnie dan Choo 1999, jalur degradasi yang umum adalah isomerisasi, oksidasi, dan fragmentasi karotenoid. Beberapa macam kerusakan karotenoid yang mungkin terjadi, diantaranya adalah kerusakan pada suhu tinggi. Eskin 1979 menyebutkan bahwa karotenoid akan mengalami kerusakan pada suhu tinggi melalui degradasi termal sehingga terjadi dekomposisi karotenoid yang mengakibatkan turunnya intensitas warna karoten atau terjadi pemucatan warna. Hal ini terjadi dalam kondisi oksidatif. Menurut Bonnie dan Choo 1999, isomerisasi, oksidasi dan kerusakan molekul karotenoid terjadi sebagai akibat degradasi termal. Dua jenis produk degradasi termal yang terbentuk adalah volatil dan non-volatil. Fraksi volatil terdiri dari molekul dengan berat molekul yang rendah yang mudah menguap. Fraksi non-volatil adalah fraksi residual setelah penguapan fraksi volatil. Eskin 1979 menyebutkan pula bahwa oksidasi juga dapat menyebabkan kerusakan karotenoid. Oksidasi dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu oksidasi enzimatis dan oksidasi non enzimatis. Oksidasi enzimatis dikatalis oleh enzim lipoksigenase. Hasil proses oksidasi ini berupa hidroksi β-karoten, semi karoten, β-karoten, aldehid, dan hidroksi β-neokaroten yang menyebabkan penyimpangan rasa. Kerusakan β-karoten selama pengolahan dapat dinyatakan dengan persentase aktivitas pro- vitamin A. Senyawa β-karoten dalam bentuk isomer trans mempunyai aktivitas pro-vitamin A sebesar 100 persen. Kehilangan aktivitas pro-vitamin A dapat terjadi selama sterilisasi anaerob dan bervariasi dari 5 sampai 50 persen tergantung pada suhu, waktu, dan bentuk karotenoid. Apabila terdapat oksigen, kerusakan karotenoid terjadi lebih banyak dan dipacu oleh cahaya, enzim dan ko-oksidasi dengan hidroperoksida lemak. Oksidasi kimiawi β-karoten menghasilkan 5,6-epoksida yang kemudian berubah menjadi isomernya yaitu 5,8-epoksida yang merupakan mutakrom. Pemecahan lebih lanjut produk-produk oksidasi tersebut menghasilkan senyawa kompleks yang sejenis dengan oksidasi asam lemak. Senyawa hasil oksidasi tersebut tidak mempunyai aktivitas vitamin A lagi Andarwulan dan Koswara, 1992. Dibandingkan vitamin A, pro-vitamin A β-karoten lebih stabil terhadap cahaya dan oksidasi. Hal ini disebabkan oleh lokasi karotenoid dalam jaringan tanaman. Namun, perlakuan panas yang merusak jaringan jika dipaparkan dengan oksigen, cahaya, dan asam dapat mengakibatkan kerusakan pro-vitamin A β-karoten. Lebih lanjut, panas, asam dan cahaya dilaporkan menyebabkan isomerisasi vitamin A dan karotenoid. Faktor yang tidak menguntungkan ini dapat menyebabkan isomerisasi bentuk all trans ke bentuk cis yang secara biologis kurang baik Gayathri et al., 2003.

2.5. PANGAN FUNGSIONAL