PANGAN FUNGSIONAL Quantitative descriptive analysis (qda) mi instan dengan red palm olein (rpo) sebagai seasoning oil Ingredient

10 dan asam memacu isomerisasi bentuk trans karotenoid ke bentuk cis yang secara biologis kurang baik. Cahaya, enzim, pro-oksidan logam dan ko-oksidasi dengan lemak tidak jenuh, disisi lain memacu oksidasi Bonnie dan Choo, 1999. Perubahan struktur β-karoten khususnya maupun karotenoid pada umumnya selama pengolahan dan penyimpanan dapat terjadi melalui beragam jalur, tergantung pada kondisi proses reaksinya. Menurut Bonnie dan Choo 1999, jalur degradasi yang umum adalah isomerisasi, oksidasi, dan fragmentasi karotenoid. Beberapa macam kerusakan karotenoid yang mungkin terjadi, diantaranya adalah kerusakan pada suhu tinggi. Eskin 1979 menyebutkan bahwa karotenoid akan mengalami kerusakan pada suhu tinggi melalui degradasi termal sehingga terjadi dekomposisi karotenoid yang mengakibatkan turunnya intensitas warna karoten atau terjadi pemucatan warna. Hal ini terjadi dalam kondisi oksidatif. Menurut Bonnie dan Choo 1999, isomerisasi, oksidasi dan kerusakan molekul karotenoid terjadi sebagai akibat degradasi termal. Dua jenis produk degradasi termal yang terbentuk adalah volatil dan non-volatil. Fraksi volatil terdiri dari molekul dengan berat molekul yang rendah yang mudah menguap. Fraksi non-volatil adalah fraksi residual setelah penguapan fraksi volatil. Eskin 1979 menyebutkan pula bahwa oksidasi juga dapat menyebabkan kerusakan karotenoid. Oksidasi dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu oksidasi enzimatis dan oksidasi non enzimatis. Oksidasi enzimatis dikatalis oleh enzim lipoksigenase. Hasil proses oksidasi ini berupa hidroksi β-karoten, semi karoten, β-karoten, aldehid, dan hidroksi β-neokaroten yang menyebabkan penyimpangan rasa. Kerusakan β-karoten selama pengolahan dapat dinyatakan dengan persentase aktivitas pro- vitamin A. Senyawa β-karoten dalam bentuk isomer trans mempunyai aktivitas pro-vitamin A sebesar 100 persen. Kehilangan aktivitas pro-vitamin A dapat terjadi selama sterilisasi anaerob dan bervariasi dari 5 sampai 50 persen tergantung pada suhu, waktu, dan bentuk karotenoid. Apabila terdapat oksigen, kerusakan karotenoid terjadi lebih banyak dan dipacu oleh cahaya, enzim dan ko-oksidasi dengan hidroperoksida lemak. Oksidasi kimiawi β-karoten menghasilkan 5,6-epoksida yang kemudian berubah menjadi isomernya yaitu 5,8-epoksida yang merupakan mutakrom. Pemecahan lebih lanjut produk-produk oksidasi tersebut menghasilkan senyawa kompleks yang sejenis dengan oksidasi asam lemak. Senyawa hasil oksidasi tersebut tidak mempunyai aktivitas vitamin A lagi Andarwulan dan Koswara, 1992. Dibandingkan vitamin A, pro-vitamin A β-karoten lebih stabil terhadap cahaya dan oksidasi. Hal ini disebabkan oleh lokasi karotenoid dalam jaringan tanaman. Namun, perlakuan panas yang merusak jaringan jika dipaparkan dengan oksigen, cahaya, dan asam dapat mengakibatkan kerusakan pro-vitamin A β-karoten. Lebih lanjut, panas, asam dan cahaya dilaporkan menyebabkan isomerisasi vitamin A dan karotenoid. Faktor yang tidak menguntungkan ini dapat menyebabkan isomerisasi bentuk all trans ke bentuk cis yang secara biologis kurang baik Gayathri et al., 2003.

2.5. PANGAN FUNGSIONAL

Hipocrates, yang banyak dianggap sebagai Bapak Ilmu Kedokteran dunia pernah mengatakan Let your food be your medicine and medicine be your food. Hipocrates menyatakan bahwa bila kita menerapkan pola makan sehat maka apa yang kita makan dapat menunjang kesehatan tubuh sekaligus menepis berbagai macam penyakit. Jenis makanan yang dapat berfungsi sebagai sumber gizi bagi tubuh manusia sekaligus menepis berbagai macam penyakit tersebut sering disebut sebagai makanan fungsional functional food, atau sebagian pakar menyebut smart food, sebagai lawan kata dari junk food . 11 Konsep pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan yang mengandung komponen aktif secara fisiologis, dan digunakan untuk pencegahan atau penyembuhan sesuatu penyakit, atau untuk mencapai kesehatan tubuh yang optimal Widarta, 2007. Selanjutnya istilah pangan fungsional digunakan secara luas untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan makanan yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses fisiologis, sehingga meningkatkan potensi kesehatan dari pangan tersebut. Makanan dikatakan mempunyai sifat fungsional bila mengandung komponen zat gizi atau non zat gizi yang mempengaruhi satu atau sejumlah terbatas fungsi dalam tubuh tetapi yang bersifat positif, sehingga dapat memenuhi kriteria fungsional atau menyehatkan Muchtadi, 1996. Pangan fungsional adalah makanan atau minuman yang dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari dan mempunyai fungsi tertentu, pada waktu dicerna atau memberikan peran tertentu selama proses metabolisme di dalam tubuh karena mengandung komponen bioaktif Muchtadi, 1996. Secara umum, pangan memiliki tiga fungsi utama, yaitu : 1 sebagai asupan zat gizi yang sangat esensial untuk keberlangsungan hidup manusia; 2 sebagai sensori atau pemuasan sensori seperti rasa yang enak, rasa, dan tekstur yang baik; dan 3 secara fisiologis menjadi regulasi bioritme, sistem saraf, sistem imunitas, dan pertahanan tubuh. Pangan fungsional dapat digolongkan ke dalam pangan yang termasuk pada fungsi ketiga. Pangan fungsional dapat berupa pangan konvensional yang difortifikasi, diperkaya, disuplementasi, atau ditambahkan nilai manfaatnya Anonim b , 2010. Tiga faktor yang ditekankan para ilmuwan Jepang yang harus dipenuhi oleh suatu produk agar dapat dikatagorikan sebagai pangan fungsional, yaitu : 1 produk tersebut haruslah suatu produk pangan bukan kapsul, tablet atau serbuk yang berasal dari bahan ingredien yang terdapat secara alami, 2 produk tersebut dapat dan selayaknya dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari, dan 3 produk tersebut mempunyai fungsi tertentu pada waktu dicerna, serta memberikan peran tertentu dalam proses metabolisme tubuh, misalnya : a memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, b mencegah timbulnya penyakit tertentu seperti penyakit kanker, kardivaskuler dan jantung koroner, pencernaan, osteoporosis, dan berbagai gangguan kesehatan akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi tertentu, c membantu untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah terserang penyakit tertentu, d menjaga kondisi fisik dan mental, dan e memperlambat proses penuaan. Pangan fungsional yang dikembangkan pada penelitian ini adalah pangan yang berasal dari pangan konvensional, mi instan, yang difortifikasi atau diperkaya dengan karotenoid sebagai pro- vitamin A dari RPO. Saat ini, Indonesia adalah produsen mi instan terbesar di dunia. Dalam hal pemasaran, pada tahun 2005 Tiongkok menduduki tempat teratas, dengan 44,3 milyar bungkus, disusul dengan Indonesia dengan 12,4 milyar bungkus dan Jepang dengan 5,4 milyar bungkus. Namun Korea Selatan mengonsumsi mi instan terbanyak per kapita, dengan rata-rata 69 bungkus per tahun, diikuti oleh Indonesia dengan 55 bungkus, dan Jepang dengan 42 bungkus Anonim a , 2010. Sebanyak 2 mL RPO akan digunakan sebagai seasoning oil ingredient mi instan dengan dua perlakuan, yaitu penambahan 2 mL RPO dan substitusi RPO. Perlakuan 2 mL RPO akan menyumbangkan sekitar 596.608 µg karoten. Jika dalam RPO diasumsikan bahwa seluruh karotennya adalah β-karoten, maka jumlah kontribusinya bagi tubuh dalam menyumbangkan vitamin A adalah sebesar 99.4347 RE. Kebutuhan vitamin A perhari untuk pria dewasa adalah 600 RE dan wanita dewasa adalah 500 RE AKG, 2009. Dengan demikian perlakuan 2 ml RPO ini akan menyumbang kebutuhan vitamin A sebesar 16.57 dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa dan 19.89 dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa.

2.6. EVALUASI SENSORI