Pengertian Pendidikan Akhlak Nilai Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak merupakan suatu proses mendidik, memelihara, membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berfikir baik yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam. 42 Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah usaha yang dilakukan oleh seorang pendidik terhadap anak didik melalui proses belajar mengajar, pelatihan, pengasuhan, pembinaan, dan tanggung jawab untuk diarahkan pada suatu arah yang baik, baik dari segi aspek jasmani maupun aspek rohani secara terus menerus dan bertahap agar dapat membedakan akhlak baik dan akhlak buruk.

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

Hasan Basri dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam menjelaskan hakekat dari pendidikan itu sendiri, yaitu: a. Pendidikan pada hakekatnya adalah proses pembinaan akal manusia yang merupakan potensi utama dari manusia sebagai makhluk berpikir. Dengan pembinaan olah pikir, manusia diharapkan semakin meningkatkan kecerdasannya dan meningkat pula kedewasaan berpikirnya, terutama memiliki kecerdasan dalam memecahkan permasalahan dalam kehidupannya. b. Pendidikan pada hakekatnya adalah pelatihan keterampilan setelah manusia memperoleh ilmu pengetahuan yang memadai dari hasil olah pikirnya. Keterampilan yang dimaksudkan adalah suatu objek tertentu yang membantu kehidupan manusia dengan keterampilan tersebut, manusia mencari rezeki dan mempertahankan kehidupannya. c. Pendidikan dilakukan di lembaga formal dan nonformal, sebagaimana dilaksanakan di sekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakat. d. Pendidikan bertujuan mewujudkan masyarakat yang memiliki kebudayaan dan peradaban yang tinggi dengan indikator utama adanya peningkatan kecerdasan intelektual masyarakat, etika dan moral 42 Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Jilid III, Bandung, Imtima: t.t. cet I h. 39 masyarakat yang baik dan berwibawa, serta terbentuknya kepribadian yang luhur. 43 Dari hakekat tersebut kita dapat melihat tujuan dari pendidikan, menurut Samsul Nizar tujuan pendidikan haruslah berorientasi pada: a. Berorientasi pada tujuan dan tugas pokok manusia. Manusia ada di dunia ini bukan karena kebetulan atau sia-sia. Ia diciptakan dengan membawa tujuan dan tugas tertentu yaitu sebagai ‘abd dan khalifah fi al-ard. Untuk itu pendidikan harus mampu mengantarkan dan menginformulasikan sistem pendidikannya kearah pencapaian tugas dan fungsi manusia diciptakan di muka bumi. b. Berorientasi pada sifat dasar manusia. Manusia diciptakan Allah SWT dengan dibekali berbagai macam fitrah yang memiliki kecenderungan pada hanif lewat tuntunan agama-Nya. Untuk itu pola pendidikan harus mampu mengembangkan fitrah insaniah tersebut sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. c. Berorientasi pada tuntutan masyarakat dan zaman. Tuntutan ini berupa pelestarian nilai-nilai budaya yang telah melembaga dalam kehidupan bermasyarakat, maupun pemenuhan terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan akselerasi dunia modern. d. Berorientasi kepada kehidupan ideal Islami. Dimensi ini mengandung nilai bahwa sistem pendidikan harus mampu menyeimbangkan dan memadukan antara kepentingan hidup duniawi dan uhkrawi. Keseimbangan dan keserasian antara dua kepentingan hidup tersebut menjadi daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari berbagai gejolak kehidupan yang mengahambat ketentraman dan ketenangan hidup manusia, baik yang bersifat spiritual, sosial, kultural, ekonomis, maupun ideologi dalam kehidupan pribadi manusia. 44 43 Hasan Basri, op.cit, h. 56 44 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta, Gaya Media Pratama: 2001 cet I h. 109 Sedangkan menurut John Dewey tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu means dan ends. Means merupakan tujuan yang berfungsi sebagai alat yang dapat mencapai ends. Means adalah tujuan “antara”, sedangkan ends adalah tujuan ”akhir”. Dengan kedua kategori ini, tujuan pendidikan harus memiliki tiga kriteria yaitu : a. Tujuan harus dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik daripada kondisi yang sudah ada b. Tujuan itu harus fleksibel, yang dapat disesuaikan dengan keadaan c. Tujuan itu harus mewakili kebebasan aktivitas. Pada akhirnya menurut John Dewey setiap tujuan harus mengandung nilai, yang dirumuskan melalui observasi, pilihan dan perencanaan, yang dilaksanakan dari waktu ke waktu. 45 Dalam buku Filsafat Pendidikan Islam Hamdani Hasan dan Fuad Ihsan menjelaskan tentang tujuan pendidikan menurut perspektif Islam sebagai berikut: a. Tujuan Umum Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang lainnya. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan, seperti sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. b. Tujuan Akhir Pendidikan berlangsung selama hidup maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir, pendidikan berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. c. Tujuan Sementara Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah peserta didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. 45 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam : Menguatkan Epistimologi Islami Dalam Pendidikan, Yogyakarta, Ar-Ruzz Media: 2014 cet I h. 86 d. Tujuan Operasional Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang di capai melalui sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan operasional. 46 Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah agar manusia mempunyai budi pekerti mulia dan jujur, bertingkah laku baik terhadap Tuhannya dan Rasulullah dan sesama sehingga tidak hanya mendapatkan kebahagiaan di dunia tetapi juga kebahagiaan di akhirat yang menrupakan kehidupan yang sebenarnya. Kemudian pendidikan haruslah diarahkan pada terbinanya seluruh bakat dan potensi manusia sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, sehingga dapat melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi dalam rangka pengabdiannya kepada Tuhan.

4. Macam-macam Akhlak

Dalam kehidupan bermasyarakat, mungkin kita sering mendengar tentang kata Akhlak. Akhlak sendiri bisa diartikan dengan tingkah laku atau budi pekerti yang sopan dan santun, tanpa akhlak maka manusia tidak bisa menjadi makhluk yang mulia. Akhlak sendiri dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mahmudah akhlak terpuji dan akhlak madzmumah akhlak tercela. a. Akhlak Mahmudah Akhlak mahmudah atau akhlaqul karimah berarti tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah. 47 orang yang mempunyai ahklaqul karimah atau ahklak yang baik dapat bergaul dengan masyarakat secara luwes, karena dapat melahirkan sifat-sifat saling mencintai dan saling menolong, ahklak yang baik merupakan sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya. Suatu perbuatan yang dilihat merupakan gambaran dari sifat-sifatnya 46 Hamdani Ihsan dan Ahmad Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, CV Pustaka Setia: 2001 cet II h. 62-65 47 Yatimin Abdullah, op.cit, h. 2 tertanam dalam jiwa baik atau jahatnya. 48 Berikut adalah macam- macam akhlak mahmudah : 1. Jujur Jujur adalah mengatakan sesuatu sesuai dengan kenyataan. Jujur adalah salah satu sebab husnul khatimah. Kejujuran itu mencakup kejujuran ucapan dan perbuatan. 49 2. Sabar Menurut bahasa, sabar artinya al-Habsu wal Kaffu menahan dan mencegah. 50 Dalam istilah syariat sabar berarti menahan diri untuk melakukan dan meninggalkan larangan Allah SWT. Pribahasa mengatakan bahwa kesabaran itu pahit laksana jadam, namun akibatnya lebih manis dari pada madu. Ungkapan tersebut menunjukkan hikmah dari berbuat sabar. 3. Ikhlas Pengertian ikhlas secara syar’i sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Qayyim adalah memfokuskan tujuan dan maksud dari amalannya hanya kepada Allah, melaksanakan ketaatan hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu. 51 4. Berani Sifat berani termasuk dalam fadhilah akhlaqul karimah. Syaja’ah berani bukanlah semata-mata berani berkelahi di medan laga. Melainkan sesuatu sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya. Orang yang dapat menguasai jiwanya pada masa-masa kritis ketika bahaya di ambang pintu, itulah orang yang berani. 52 5. Adil Adil ialah ketika seseorang mengambil haknya dengan cara yang benar atau memberikan hak orang lain tanpa mengurangi 48 Ibid, h. 41 49 Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid, Jagalah Hati Raih Ketenangan, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2006, cet. I, h. 214 50 Ibid, h. 214 51 Ibid, h. 4 52 Burhanuddin Salam, Etika Individual, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, h. 184.