Efektifitas Metode Kisah Terhadap Hasil Pembelajaran Aqidah Akhlak Pada Siswa Kelas VIII Di SMP Al Mubarak Pondok Aren Tangerang Selatan

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam

(S.Pd.I)

Oleh

TOMI PURWADI 208011000072

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

ALMUBARAK PONDOK AREN TENGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegururan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Islam (S.Pd.I.)

Oleh

Tomi Purwadi 208011000072

Di Bawah Bimbingan

Drs. Masan A.F., M.Pd.

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

JAKARTA


(4)

iii NIM : 208011000072

Tempat, Tanggal lahir : Pekalongan, 14 – November - 1990 Jurusan / Fak. : Pendidikan Agama Islam / FITK Angkatan : 2008

Alamat : JL. KH. Moch Kup RT 05 RW 02 Kel. Pinang Kec. Pinang Kota Tangerang.

Menyatakan dengan sesungguhnya

Bahwa skripsi yang berjudul “Efektifitas Metode Kisah Terhadap Hasil Pembelajaran Aqidah Akhlak Pada Kelas VIII di SMP Al Mubarak Pondok Aren Tangerang Selatan” adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan.

Nama : Drs. Masan AF., M.Pd. NIP : 19510716 198103 1005

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan kesungguhan dan menerima segala konsekuensi apabila skripsi ini bukan karya sendiri.

Jakarta, 02 Desember - 2013 Yang menyatakan,


(5)

iv

Kata Kunci: Efektifitas, Metode Kisah, Pembelajaran Aqidah Akhlak

Penerapan metode Kisah bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan agama Islam, khususnya dalam pembelajaran Aqidah Akhlak, dengan metode tersebut selain bisa cepat mengena di hati, para siswa juga tidak mudah membuat bosan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode pembelajaran berdasarkan pada konsep pendidikan Islam, kemudian penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yang melalui empat langkah metode. langkah pertama; Observasi, mengamati segala kegiatan belajar mengajar, identifikasi kebutuhan pembelajaran, juga mengamati materi pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar, langkah kedua; Wawancara, mewawancarai Guru dan Siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang telah peneliti amati. Langkah ketiga; Cacatan lapangan, mencatat dan menyusun langsung segala apa yang telah diamati dan diwawancarai dalam penelitian agar tidak lupa dan tercampur dengan informasi lain. Langkah keempat;

Dokumentasi, mendokumentasikan segala sesuatunya baik berbentuk data yakni antara lain data adminitrasi, data pendidik, peserta didik dan data gambar pelaksanaan pembelajaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode Kisah dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di SMP Al Mubarak Pondok Aren “cukup” efektif. Sebagai bukti bahwa proses pembelajaran itu efektif yaitu antusiasme siswa selama proses pembelajaran, keaktifan siswa dan hasil evaluasi yang semakin meningkat. Selain itu sekolah juga memainkan peranannya sebagai lembaga pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai.


(6)

v

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. penyempurna etika manusia, yang telah diutus untuk membawa risalah agar manusia bahagia di dunia dan di akhirat.

Dengan penuh rendah hati, penulis sangat menyadari bahwa skripsi yang penulis buat jauh dari kesempurnaan, namun berkat pertolongan Allah SWT, kerja keras, serta motivasi dari berbagai pihak, hingga semua hambatan dapat pebulis lalui dan akhirnya dapet terselesaikan sesuai dengan yang direncanakan walaupun jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu sepantasnya penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu:

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Abdul Majid Khon, M. Ag., selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Masan AF, M.Pd, selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan pikiran, waktu dan tenaga untuk memberikan motivasi serta arahan kepada penulis.

4. Ibu dan Bapak tercinta yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil selama menuntut ilmu dari awal hingga akhir. Terima kasih atas semua pengorbanan, kasih sayang dan do'anya.

5. Adikku yang tersayang yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan

do’a.

6. Seluruh guru, dan dosenku yang selama ini memberikan ilmu demi kecerahan masa depanku.

7. Seluruh Staf Perpustakaan, BAK, Bag. Keuangan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mencurahkan tenaganya untuk memberikan pelayanan terbaik, sehingga penulis dapat menjalankan studi dengan lancar.


(7)

vi

dukungan yang tidak dapat disebut satu persatu. Semoga Allah SWT. membalas kebaikan kalian dengan sebaik-baik balasan, Amin

Sebagai manusia yang tak pernah luput dari kesalahan, penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis dan pembaca. Amin


(8)

LEMBAR PERNYATAAN ....……… iii

ABSTRAK ……... iv

KATA PENGANTAR …... v

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL ………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ……… 5

F. Manfaat Penelitian …………... 5

BAB II :A. KajianTeori 1. Efektivitas Metode Kisah a. Pengertian Efektivitas ……… 7

b. Pengertian Metode Pengajaran ………. 10

c. Pengertian Metode Kisah ………. 13

d. Pengaruh Metode Kisah dalam Pendidikan dan Pengajaran.. 17

e. Langkah-Langkah Metode Kisah ……….……… 18

f. Kelebihan dan Kekurangan Metode Kisah ………....……... 19

2. Implementasi Metode Kisah dalam Pembelajaran Aqidah Akhlaq 20 3. Bidang Studi Aqidah Akhlak ………... 28

1. Pengertian Aqidah Akhlak ……… 28

2. Ruang Lingkup AqidahAkhlak di SMP ……… 39

3. Tujuan Aqidah Akhlak di SMP ……….…………. 31

4. Hasil Penelitian yang Relevan ………... 32

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian... 33


(9)

E. Instrumen Penelitian ………….………... 43 F. Pengecekan Data ……….…………... 44 G. Analisis Data ………...………... 45

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data………... 47 B. Pembahasan ………. 48

1. Penerapan Metode Kisah Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di SMP Al Mubarak Pondok Aren …………..……….... 48 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 61 B. Implikasi... 62 C. Saran ... 62

DARTAR PUSTAKA ………..

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 Wawancara dengan Guru Aqidah Akhlak Lampiran 2 Wawancara dengan Peserta Didik kelas VIII Lampiran 3 Gambaran Kegiatan Belajar Mengajar


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemasalahan yang seringkali dijumpai dalam pengajaran, khususnya pengajaran agama Islam adalah begaimana cara menyajikan materi kepada siswa secara baik sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efesien. Disamping masalah lainnya yang juga sering didapati adalah kurangnya perhatian guru agama terhadap variasi penggunaan metode mengajar dalam upaya peningkatan mutu pengajaran secara baik.1

Proses belajar mengajar yang diselenggarakan di sekolah sebagai pusat pendidikan formal sebagai upaya untuk mengarahkan perubahan pada diri individu secara terencana baik dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik dalam interaksi belajar sangat dipengaruhi oleh beberapa komponen antara lain adalah pendidik, peserta didik, materi pelajaran, metode pembelajaran, saran prasarana, lingkungan, dan beberapa komponen lain yang mendukung dalam proses pembelajaran serta berbagai usaha yang harus dilakukan untuk menumbuhkan daya tarik dan semangat belajar bagi peserta didik. Perkembangan mental peserta didik di sekolah antara lain, meliputi kemampuan untuk bekerja secara abstraksi

1

Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: ciputat pers, 2002), Cet. 1, h. 31.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemasalahan yang seringkali dijumpai dalam pengajaran, khususnya pengajaran agama Islam adalah begaimana cara menyajikan materi kepada siswa secara baik sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efesien. Disamping masalah lainnya yang juga sering didapati adalah kurangnya perhatian guru agama terhadap variasi penggunaan metode mengajar dalam upaya peningkatan mutu pengajaran secara baik.1

Proses belajar mengajar yang diselenggarakan di sekolah sebagai pusat pendidikan formal sebagai upaya untuk mengarahkan perubahan pada diri individu secara terencana baik dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik dalam interaksi belajar sangat dipengaruhi oleh beberapa komponen antara lain adalah pendidik, peserta didik, materi pelajaran, metode pembelajaran, saran prasarana, lingkungan, dan beberapa komponen lain yang mendukung dalam proses pembelajaran serta berbagai usaha yang harus dilakukan untuk menumbuhkan daya tarik dan semangat belajar bagi peserta didik. Perkembangan mental peserta didik di sekolah antara lain, meliputi kemampuan untuk bekerja secara abstraksi

1

Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: ciputat pers, 2002), Cet. 1, h. 31.


(12)

menuju konseptual. Implikasinya pada pembelajaran harus memberikan pengalaman yang bervariasi dengan metode yang efektif dan bervariasi. Proses pembelajaran juga harus memperhatikan minat dan kemampuan peserta didik.

Belajar merupakan suatu usaha untuk mendapatkan pengetahuan baru, dengan menggunakan suatu metode tertentu, dalam rangka mengubah perilaku orang yang bersangkutan. Proses belajar bias berjalan sempurna dengan menerapkan beberapa metode belajar. Untuk melaksanakan metode tersebut, Allah SWT telah membekali manusia dengan alat (indera), dimana dengan perangkat tersebut ia diharapkan kelak mampu menjadi seorang hamba yang pandai bersyukur kepada-Nya dengan penuh kesabaran.2

Penggunaan metode yang tepat akan sangat menentukan efektifitas dan efisiensi pembelajaran. Pembelajaran perlu dilakukan dengan sedikit ceramah dan metode-metode lain yang berpusat pada guru, serta lebih menekankan pada interaksi dengan peserta didik. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pengalaman belajar di sekolah harus fleksibel dan tidak kaku, serta perlu menekankan pada kreativitas, rasa ingin tahu, bimbingan dan pengarahan ke arah kedewasaan.3

Jika kembali kepada pandangan secara sempit, maka timbul pula permasalahan kesatuan mata pelajaran dengan metode. Menurut paham dualisme, jiwa dan dunia benda termasuk orang adalah dua dua yang terpisah dan mempunyai alam yang berdiri sendiri, dan pandangan inipun menganggap bahwa metode dan mata pelajaran terpisah. Mata pelajaran adalah suatu klasifikasi fakta yang secara sistematis sudah siap. Metode mempunyai daerahnya sendiri yang akan menyampaikan mata pelajaran secara baik dan berkesan didalam jiwa. Secara teori, suatu ilmu dapat diduksikan kedalam jiwa dengan melalui metode yang lengkap tetapi oleh karena pikiran itu adalah suatu gerak yang terah dari mata pelajaran menuju kepada penyempurnaan peristiwa, dan jiwa adalah fase intensi proses, pendapat yang memecah antara metode dengan mata pelajaran itu adalah keliru. Kenyataannya bahan suatu ilmu pengetahuan yang terorganisasi itu adalah bukti bahwa ia telah tersedia dimatapelajarkan bagi intelegensi, itu adalah dimetodikkan. Dengan kata lain metode itu berarti suatu rangkaian mata pelajaran

2

Fadhilah Suralaga, dkk., Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta press, Cet- ke 1, 2005), h. 87.

3

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan


(13)

yang membuatnya sangat efektif dalam penggunaan. Jadi metode itu tak pernah berada diluar bahan pelajaran. Metode tidak bertentangan dengan mata pelajaran, ia adalah pengarahan yang efektif bagi mata pelajaran menuju hasil yang dihasyratkan.4

Juga sangat baik dalam memberikan pendidikan agama dihubung-hubungkan dengan pendidikan akhlak. Metode cerita dalam pendidikan anak lebih baik dari pada metode-metode lainnya. Guru boleh memilih salah satu metode yang sesuai dengan waktu. Mungkin juga guru menyajikan tentang ceritera tentang berbagai kebijakan, sehingga kalau pada akhir tahun ajaran masih ada waktu, maka guru dapat menambah ceritera-ceritera yang lain. Perlu juga guru menyajikan ceritera-ceritera tentang pendidikan akhlak, baik dari bahan bacaannya atau dari pengalamannya sehari-hari. Ataupun juga murid memperagakan tentang cerita-cerita yang telah dipelajari.5

Banyak sekali dalam mata pelajaran aqidah akhlak akan materi yang menceritakan tentang kisah orang-orang yang baik maupun sebaliknya. Hal tersebut perlu disajikan dengan metode kisah yang efektif dan menarik. Tetapi kenyataan yang terjadi di banyak sekolah, khususnya di sekolah SMP Al Mubarak Pondok Aren Tangerang Selatan pelaksanaan metode kisah masih belum terlaksana dengan efektif. Sehingga peserta didik kurang bisa meneladani kisah-kisah terpuji dari orang lain dan juga kurang bisa menghindari perilaku sebagaimana dari kisah-kisah orang yang memiliki perilaku tercela. Mata pelajaran aqidah akhlak masih merupakan mata pelajaran yang kurang menarik, karena penyajiaan mata pelajaran tersebut masih menggunakan metode yang dibilang monoton. Dan terkadang sarana prasarana yang mendukung diterapkan pada metode kisah kurang memadahi.

Banyak sekali macam-macam metode yang dipergunakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Salah satu diantaranya adalah Metode kisah. Metode kisah adalah salah satu metode atau cara yang dilakukan oleh guru dalam menyampaikan materi atau pesan yang disesuaikan dengan kondisi anak didik. Guru yang mampu memberi informasi dalam penyampaian kisah akan

4

Murni Djamal, dkk., Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN , 1983), h. 49.

5

Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1985), h. 197.


(14)

menimbulkan semangat dan minat belajar pada diri anak didik. Karena penggunaan metode yang monoton akan menimbulkan kebosanan pada anak didik. Karena anak didik akan tertarik pada sesuatu yang baru, oleh sebab itu metode kisah salah satu variasi metode yang membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran.

Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah di atas peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang keefektifan metode tersebut dengan sebuah judul

"EFEKTIFITAS METODE KISAH TERHADAP HASIL

PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK PADA SISWA KELAS VIII DI SMP ALMUBARAK PONDOK AREN TENGERANG SELATAN"

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis susun, maka penulis akan mengidentifikasikan masalah ebagai berikut:

1. Penyajian pembelajaran mata pelajaran aqidah akhlak masih dirasakan kurang menarik bagi peserta didik.

2. Metode yang digunakan pada mata pelajaran aqidah akhlak masih monoton.

3. Siswa masih belum dapat mengubah perilaku dari sikap tercela menjadi terpuji.

4. Sarana prasana untuk diterapkannya metode kisah masih belum memadahi.

5. Penerapan metode kisah masih belum terlaksana dengan efektif.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari perluasan masalah dalam skripsi ini dan untuk mempermudah pemahaman, maka penulisan skripsi ini dibatasi hanya membahas tentang efektifitas metode Kisah dari segi proses pembelajaran yang meliputi, kondisi, strategi, serta hasil (evaluasi) dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di SMP Almubarak Pondok Aren Tangerang Selatan.


(15)

D. Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang di atas, maka dapat di rumuskan masalah yang akan dibahas yaitu:

1. Bagaimana efektifitas penerapan metode Kisah dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di SMP AlMubarak Pondok Aren Tangerang Selatan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai yaitu:

1. Untuk mendeskripsikan penerapan metode Kisah dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di SMP AlMubarak Pondok Aren Tangerang Selatan. 2. Untuk mendeskripsikan efektifitas metode Kisah dalam pembelajaran

Aqidah Akhlak di SMP AlMubarak Pondok Aren Tangerang Selatan.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Peneliti

Sebagai acuan untuk memperluas pemikiran dan pengalaman penulis dalam bidang pendidikan Islam dan dapat menambah pengetahuan penulis tentang penggunaan metode yang efektif dalam proses pembelajaran serta melatih diri untuk bersikap kritis dan ilmiah.

2. Bagi Lembaga yang diteliti

Untuk mengetahui keberhasilan pendidik dalam menerapkan metode Kisah pada pembelajaran pendidikan agama Islam khususnya Aqidah Akhlak dan menjadi motivasi pada lembaga tersebut dalam upaya meningkatkan kualitas out put-nya.


(16)

Hasil penelitian ini dapat menambahkan koleksi bahan pustaka yang ada di perpustakaan utama dan perpustakaan fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sehingga dapat dimanfaatkan bagi mahasiswa dan mahasiswi yang membaca pada umumnya. Dan sebagai wacana dalam mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan juga untuk mempersiapakan para calon pendidik yang profesional serta memberikan kontribusi untuk mengembangkan teori tentang metode-metode pembelajaran yang selama ini diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan.


(17)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Efektivitas Metode Kisah a. Pengertian Efektivitas

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:219) dikemukakan bahwa efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), manjur atau mujarab, dapat membawa hasil. Jadi efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan saran yang dituju.6 Dengan kata lain, seorang guru harus dapat memilih metode yang tepat untuk mencapai tujuan. Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa efektivitas dalam suatu kegiatan, berkenaan dengan “sejauh mana ketepatan sasaran dari suatu proses yang direncanakan atau diinginkan dapat terlaksana atau tercapai.

Keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar. Menurut Tim Pembina mata Kuliah Didakdik Metodik Kurikulum IKIP urabaya (1988) dalam Lince (2001:42), bahwa efesiensi dan keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu para siswa agar bisa belajar

6


(18)

dengan baik. Untuk mengetahui keefektifan mengajar bisa dengan memberikan tes, sebab hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek pengajaran.

Suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu:

1) Presentase waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM; 2) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa;

3) Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan; dan

4) Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif.7

Sedangkan menurut Tim Penyusun Didaktik Metodik kurikulum IKIP Surabaya, bahwa demi ketepatan dan keobjektivan di dalam pengamatan dan penilaian terhadap proses belajar mengajar seorang guru, maka perlu digunakan sebuah daftar pertimbangan dan penilaian efektivitas mengajar yang berisi 10 kriteria efektifitas mengajar yang perlu diperhatikan oleh para pengajar yaitu sebagai berikut:

1) Persiapan.

2) Sikap, gaya dan suara mengajar. 3) Perumusan tujuan instruksional. 4) Bahan pelajaran.

5) Penguasaan bahan pelajaran. 6) Pengusaan situasi kelas.

7) Pilihan dan pelaksanaan metode mengajar. 8) Penggunaan alat-alat peraga pengajaran. 9) Jalan pengajaran.

10) Tekhnik evaluasi.8

Selain itu guru yang efektif adalah guru yang menemukan cara dan selalu berusaha agar anak didiknya terlibat secara tepat dalam suatu mata pelajaran dengan presentase waktu belajar akademis yang tinggi dan pelajaran berjalan

7

Trianto, M.Pd, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Media Kencana 2009), cet I, h.20


(19)

tanpa menggunakan tekhnik yang memaksa, negative atau hukuman. Selain itu guru yang efektif adalah orang-orang yang dapat menjalin hubungan simpatik dengan para siswa, menciptakan lingkungan kelas yang mengasuh, penuh perhatian, memilki suatu rasa cinta belajar, mengusai sepenuhnya bidang studi mereka dan dapat memotivasi siswa untuk bekerja tidak sekadar mencapai suatu prestasi namun juga menjadi anggota masyarakat yang pengasih.

Menurut Roseshine dan frust, ada 5 variabel proses guru yang memperlihatkan keajegan hubungan dengan pencapaian tujuan, yaitu:

1) Kejelasan dalam penyajian. 2) Kegairahan mengajar. 3) Ragam kegiatan.

4) Perilaku siswa akan melaksanakan tugas dan kecekatannya. 5) Kandungan bahan pengajaran yang diliput siswa.9

Menurut pendapat Muhaimin dalam bukunya yang berjudul Paradigma Pendidikan Islam, bahwasanya keefektifan pembelajaran pendidikan agama Islam dapat diukur melalui:

1) Kecermatan penguasaan kemampuan atau perilaku yang dipelajari. 2) Kecepatan unjuk kerja sebagai bentuk hasil belajar.

3) Kesesuaian dengan prosedur kegiatan belajar yang ditempuh. 4) Kuantitas unjuk kerja sebagai bentuk hasil belajar.

5) Kualitas hasil akhir yang dapat dicapai. 6) Tingkat alih belajar.

7) Tingkat retensi belajar.10

Salah satu strategi yang membantu siswa belajar dari teks tertulis dan sumber-sumber informasi yang lain adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan, sehingga

8

Team Pembina Mata Kuliah Disaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, cet.5 (Jakarta: PT. Grafindo Persada), h. 155-167

9

Trianto, M.Pd, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Media kencana, 2009) Cet I h.21

10

10 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan agama


(20)

siswa harus berhenti dari waktu ke waktu untuk menilai pemahaman mereka sendiri terhadap teks atau apa yang diucapkan gurunya.

b. Pengertian Metode Pengajaran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa metode adalah cara kerja yang system untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Seiring dengan itu, oleh Mahmud Yunus

mengatakan metode adalah “jalan yang akan ditempuh oleh guru untuk memberikan berbagai pelajaran pada murid-murid dalam berbagai macam jenis pelajaran. Jalan itu ialah garis yang direncanakan sebelum masuk ke dalam kelas

dan dilaksanakan dalam kelas waktu mengajar”.11

Dan menurut Nur Uhbiyati

“Metoda berasal dari dua perkataan yaitu meta yang artinya melalui dan hodos

yang artinya jalan atau cara. Jadi metoda artinya suatu jalan yang dilalui untuk

mencapai suatu tujuan”.12

Secara etimologi, istilah metode berasal dari Yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata: yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Arab metode disebut : “Thariqat”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah: “Cara

yang teratur dan berfikir baik-baik untuk mencapai maksud”. Sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang haru dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.13

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan, maka diperlukan pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Perumusan tujuan yang sejelas-jelasnya merupakan persyaratan terpenting sebelum seorang guru menentukan dan memilih metode mengajar yang tepat.

Untuk mencapai hasil yang diharapkan, hendaknya penggunaan metode dalam proses belajar mengajar tidak harus terfokus kepada salah satu bentuk

11

Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (JAKARTA: PT. Hidakarya Agung), h. 85

12

Dra.Hj.Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), cet III, h.123

13

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: ciputat pers, 2002) cet. 1, h.40


(21)

metode dalam proses belajar mengajar tidak harus berfokus kepada satu bentuk metode, akan tetapi dapat memilih atau mengkombinasikan diantara metode-metode yang ada sesuai dengan situasi dan kondisi, sehingga dapat memudahkan si pendidik dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Oleh Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih dan mengaplikasikan sebuah metode pengajaran:

1) Tujuan yang hendak dicapai 2) Kemampuan guru

3) Anak didik

4) Situasi dan kondisi pengajaran dimana berlangsung 5) Fasiiltas yang tersedia

6) Waktu yang tersedia

7) Kebaikan dan kekurangan sebuah metode.14

Menurut Hasan langgung, bahwa pengajaran adalah “pemindahan

pengetahuan dari seorang yang mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang

belum mengetahui”.15

Dari pengertian di atas, terdapat unsur-unsur substansial kegiatan pengajaran meliputi :

1. Pengajaran adalah upaya pemindahan pengetahuan.

Pemindahan pengetahuan dilakukan oleh seseorang yang mempunyai pengetahuan (pengajar) kepada orang lain yang belum mengetahui (pelajar) melalui suatu proses belajar mengajar.

Jadi pengajaran adalah suatu pemberian ilmu dan teknologi kepada peserta didik agar nereka memilki kemampuan kognitif, efektif dan psikomotorik yang dapat diimplikasikan dalam kehidupan sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya, masyarakatnya dan bangsanya menuju kehidupan yang sejahtera, adil dan makmur.

14


(22)

Karena proses transfer pengetahuan yaitu dari seorang yang tidak tahu menjadi tahu, sehingga seorang yang tidak tahu menjadi tahu itu bisa menjalankan hidupnya lebih bermakna.

Menurut H.B Hamdani, bahwa “pendidikan” dalam arti umum mencakup

segala usaha dan perbuatan dari suatu generasi yang tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta ketrampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain pendidikan bertujuan agar menggunakan segala kemampuan yang ada padanya, baik fisik, intelektual, emosionak, maupun psikomotornya untuk menghadapi tantangan hidup dan mengatasi kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan sepanjang perjalanan hidup.16

Menurut Syaiful B. Djamarah dkk. (1995), metode memiliki kedudukan:  Sebagai alat motivasi ekstrintik dalam kegiatan belajar mengajar (KBM):  Mensiasati perbedaan individual anak didik;

 Untuk mencapai tujuan belajar.17

Dengan demikian pendidikan dalam konteks Islam sebagai suatu proses pengembangan potensi kreativitas peserta didik, bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, cerdas. Trampil, memiliki etos kerja yang tinggi, berbudi pekerti luhur, mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, bangsa dan Negara serta agama. Proses itu sendiri, sudah berlangsung sepanjang sejarah kehidupan manusia.

Dari uraian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa metode pengajaran dalam konteks pendidikan adalah suatu usaha atau cara yang dilakukan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa yang bertujuan agar siswa dapat menerima dan menanggapi serta mencerna pelajaran dengan mudah secara efektif dan efisien, sehingga apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran tersebut dapat tercapai dengan baik.

15

Hasan Nanggulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983), h.3

16

H.B.Hamdani, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Kota kembang, 1987), h. 8 17

Pupuh Fathurahaman, M. Sobry Sutikno., Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007) h.15


(23)

c. Pengertian Kisah

Qishah berasal dari kata al-qasshu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Kata al-qashash menurut bahasa berasal dari bentuk mashdar yaitu kata al-qishah

yang mempunyai arti berita dan keadaan.18 Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT. surat Al-Kahfi, ayat 64:







Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.

Dan dalam surat Al-Qashash, ayat 11:







Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: "Ikutilah dia" Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya,

Qashash juga berarti berita yang berurutan, sebagaimana dalam firman Allah surat Ali Imran, ayat 62:





“Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksan.”

Dan dalam surat Yusuf, ayat 111:

18 Manna’ Khalil Qatthan, Mabahits fi ‘ulumil Qur’an


(24)















“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.

1) Macam-macam Kisah.19

Dalam Al-Qur'an terdapat berbagai macam kisah yang dijelaskan dalam ayat-ayatnya, antara lain:

a) Kisah para Nabi, yaitu mengandung cerita tentang dakwah para Nabi, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, akhlaq orang-orang yang menentang Nabi, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya kisah tentang Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Isa, dan lain-lain. Kisah-kisah tersebut terdapat dalam surat AlAn'am, Al-Kahfi, Maryam dan surat-surat lainnya.

b) Kisah Al-Qur’an yang berhubungan dengan kejadian masa lalu dan figur-figur orang yang belum jelas kenabiannya, seperti Kisah Thalut dan Jalut, Dzul Qarnain, Ashhabul Kahfi, Maryam, Ashhabul Fiil, Ashhabul Ukhdud, dan lain-lain. Kisah-kisah tersebut antara lain terdapat dalam surat Al-Fiil, Al-Buruj, Al-Baqarah, Al-Kahfi, dan lain sebagainya. c) Kisah-kisah yang berhubungan dengan kejadian yang terjadi pada masa

Rasulullah SAW. seperti peristiwa perang Badar dan perang Uhud, sebagaimana terdapat dalam surat Ali-Imron, perang Hunain dan perang Tabuk, sebagaimana yang terdapat dalam surat At-Taubah, dan lain-lain.

19


(25)

2) Faedah-faedah Kisah.20

Dalam metode Kisah terdapat beberapa faedah, yaitu:

a) Penjelasan tentang dasar berdakwah dan penjelasan tentang

dasar-dasar syari’at bagi para Nabi, sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S. Al

-Anbiya’: 25









Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".

b) Untuk meneguhkan hati rasul dan hati umat Islam agar tetap berada pada agama Allah, mengokohkan kepercayaan orang mukmin akan pertolongan Allah terhadap golongan yang benar dan kehancuran umat yang salah, hal ini terdapat dalam Q.S. Hud: 120













"Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisahkisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orangorang yang beriman".

c) Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.

d) Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam dakwahnya dengan berita yang disampaikannya tentang hal ihwal orangorang terdahulu disepanjang masa dan generasi.

e) Menampakkan kebohongan ahli kitab terhadap petunjuk dan penjelasan yang mereka sembunyikan serta menantang ahli kitab dengan keterangan dalam kitab mereka sebelum terjadi penyelewengan. Hal ini terdapat dalam Q.S. Ali-’Imron: 93


(26)















.

“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan[212]. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah Dia jika kamu orang-orang yang benar".

f) Qashash atau cerita merupakan bentuk dari sastra yang menarik untuk didengarkan dan mudah meresap ke dalam jiwa sehingga menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga. Sebagaimana yang terdapat dalam Q.S. Yusuf: 111

3) Adapun hikmah-hikmah dalam metode Kisah adalah:21

a) Menjelaskan betapa tingginya kandungan balaghah dalam Al Qur’an (Salah satu karakteristik balaghah, menjelaskan satu makna dalam bentuk yang berbeda, satu cerita diulang-ulang dalam beberapa tempat dengan uslub yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa manusia tidak mudah merasa bosan, akan tetapi akan menunjukkan makna-makna baru dalam jiwa, yang mana hal itu tidak dapat ditemukan dalam satu ayat pada ayat yang lain.

b) Menunjukkan hebatnya kemukjizatan Al-Quran, bahkan para sastrawan Arab tidak mampu menandingi salah satu bentukpun dalam Al-Qur’an. Hal ini membuktikan bahwa Al-Qur’an benar-benar mukjizat yang datang dari Allah SWT.

c) Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa. Hal ini karena pengulangan

20

Ibid., h. 431-432 21


(27)

merupakan salah satu cara pengukuhan dan indikasi betapa besarnya

pengaruh dari perhatian. Misalnya kisah Musa dan Fir’aun, kisah ini menggambarkan pergulatan sengit antara kebenaran dan kebatilan, walaupun kisah itu sering diulang-ulang tetapi tidak pernah terjadi dalam satu surat.

d) Adanya beberapa perbedaan tujuan dari berbagai bentuk makna yang terdapat dalam setiap pengulangan kisah-kisah tersebut.

4) Pengaruh Metode Kisah dalam Pendidikan dan Pengajaran

Sebagaimana telah diketahui bahwa kisah yang baik akan banyak diminati dan dapat menembus relung jiwa manusia dengan mudah. Segenap perasaan mengikuti alur kisah tersebut tanpa merasa jenuh, begitu juga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat dicerna oleh akal, diserap ke dalam hati untuk direalisasikan dalam tingkah laku. Dengan adanya Fenomena kejiwaan ini seharusnya para pendidik dapat mengambil pelajaran dari metode kisah tersebut dalam proses pembelajaran lebih-lebih dalam pendidikan agama Islam. Seorang pendidik harus bisa memilih dan memilah kisah-kisah yang harus disampaikan menurut masing-masing tingkatan pendidikan dan tingkat pemahaman atau karakteristik peserta didik.

Dalam kisah-kisah Qur’ani terdapat lahan subur yang dapat membantu kesuksesan para pendidik dalam melaksanakan tugasnya dan membekali peserta didik dengan bekal kependidikan berupa peri kehidupan para Nabi, berita-berita tentang umat terdahulu, sunnatullah dalam kehidupan masyarakat dan hal ihwal bangsa-bangsa, semua itu dikatakan dengan benar dan jujur. Para pendidik hendaknya mampu menyampaikan kisah-kisah Qur’ani tersebut dengan susunan bahasa yang sesuai dengan tingkat penalaran peserta didik dan harus sesuai dengan tingkatan pendidikannya masing-masing.22

Relevansi metode Kisah di lingkungan sekolah seolah-olah seperti benar-benar terjadi, kisah-kisah yang dimaksudkan merupakan metode yang sangat bermanfaat dalam menyampaikan informasi tentang materi pelajaran, maka


(28)

kewajiban pendidik muslim adalah memiliki kemauan yang kuat dalam merealisasikan peranannya untuk membentuk peserta didik agar memiliki sikap-sikap yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an karena hal itu merupakan bagian integral dari tujuan pendidikan Islam.23

5) Langkah-langkah metode kisah

Beberapa langkah pelaksanaan metode cerita menurut beberapa ahli pendidikan adalah sebagai berikut:

a) Menurut Verna Hildebrand, langkah-langkah pelaksanaan metode cerita adalah:

Choosing a Story, yaitu pemilihan cerita sesuai dengan situasi dan kondisi proses belajar mengajar.

Size of Story Group, yaitu pengorganisasian kelompok cerita, semakin sedikit jumlah anggota dalam kelompok penceritaan semakin efektif proses dan hasilnya.

Chair or Floor for Story time, yaitu penataan posisi tempat duduk siswa yang biasanya dilakukan diatas kursi/ lantai dengan informasi setengah lingkaran.

Transition To Story Time, yaitu perubahan dalam penceritaan yang merangsang aktivitas siswa untuk mendengarkan penceritaan dengan perilaku dan sedikit kekacauan.24

b) Agus F. Tangyong, dkk, berpendapat bahwa ;

 Anak didik dibiasakan mendengarkan cerita dari guru.

 Guru sering meminta anak didik menceritakan kejadian penting yang dialami.

22

Ibid., hlm. 441 23

Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta:

PT Rineka Cipta, 1994), hal. 209 24


(29)

 Guru bercerita melalui gambar, kemudian siswa menceritakan kembali dengan kalimatnya sendiri.25

c) Sheilla Ellison and Barbara Ann Barnett, Ph D.

Shella Ellison dan Barbara Ann Barnet berpendapat bahwa:

“Kids Love hearing what their parents were like at their age. Let your child tell you a story about their life now, their friends, toys, games, events and

hobbies”.

“Anak-anak sering mendengarkan cerita tentang apa yang orang tua mereka suka di waktu kecil. Bukankah anak muda mengungkapkan suatu cerita tentang kehidupan mereka saat ini, teman-teman mereka, boneka-boneka main mereka, permainan, kegiatan-kegiatan dan kebiasaan yang mereka suka”.26

d) Quthb

Menurut Quthb sebagaimana dikutip Lift Anis Ma’sumah bahwa guru dapat memberikan cerita-cerita yang sederhana dan mampu dipahami oleh siswa. Hal ini akan menunjukkan daya tarik yang menyentuh perasaan dan mempunyai pengaruh terhadap jiwa yang tentunya sesuai dengan perkembangan jiwa anak.

Contoh penyampaian cerita/ kisah Metode : Cerita

Teknik : Menggunakan buku bacaan (teks) Langkah-langkah pelaksanaan:

 Guru mempersiapkan alat peraga yang diperlukan  Guru mengatur organisasi kelas

 Guru memberikan stimulus agar siswa mau mendengarkan/apersepsi  Guru bercerita

 Pemberian tugas.

25

Agus F. Tangyong, dkk, Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-Kanak. (Jakarta: PT Gramedia, 1990) h. 119


(30)

e) Mahmud Yunus

Menurutnya langkah-langkah metode kisah ialah sebagai berikut:27

 Hendaklah dimulai dengan pendahuluan yang sesuai dengan acara kisah.

 Ceritakanlah kisah itu dengan bahasa terang, lagi mudah difahami murid-murid, serta menarik hari mereka.

 Setelah selesai kisah itu hendaklah guru bersama murid-muridnya mengambil kesimpulan tentang semangat keimanan pahlawan yang tersebut dalam kisah itu, serta mengajak murid-murid, supaya mempunyai semangat keimanan seperti pahlawan tersebut.

 Dalam kisah nabi-nabi hendaklah guru memperbandingkan antara orang-orang Mukmin yang mengikut rasul dengan orang-orang kafir yang tak mau mengikut rasul dan bagaimana akibat kedua golongan itu mendapat kesenangan dan kebahagiaan di dunia akhirat, sedangkan orang-orang kafir merugi dan celaka. Akhirnya mengajak murid-murid supaya patuh mengikut rasul dan mengamalkan apa-apa yang disuruhnya.

 Kemudian guru memajukan pertanyaan dalam bagian-bagian kisah itu dari awal sampai akhirnya, supaya terang dan tetap isi kisah itu dalam hati murid-murid.

 Sesudah itu guru menyuruh murid menceritakan kisah itu berganti-ganti.

 Pada akhirnya (di kelas tinggi) guru memajukan pertanyaan yang membutuhkan berfikir untuk menjawabnya, seperti sebab-sebab kejadian dan akibat dalam kisah itu.

d) Kelebihan dan Kekurangan Metode kisah

26

Sheilla Ellison and Barbara Ann Barnett, 365 Ways to Help Your children Grow, (Noperville: Illionis Source Books. Inc, 1996) h. 251


(31)

 Kelebihan Metode Kisah

1. Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat anak didik. Karen anak didik akan senatiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah, sehingga anak didik terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut.

2. Mengarahkan semua emosi sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang terjadi pada akhir cerita.

3. Kisah selalu memikat, karena mengundang untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya.

4. Dapat mempengaruhi emosi. Seperti takut, perasaan diawasi, rela, senang, sungkan, atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita Seperti takut, perasaan diawasi, rela, senang, sungkan, atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita.

 Kekurangan Metode Kisah

1) Pemahaman anak didik akan menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh masalah lain.

2) Bersifat monoton dan dapat menjenuhkan anak didik.

3) Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud sehingga pencapaian tujuan sulit diwujudkan.28

Dari uraian diatas dapat disimpulkan oleh armai arif, bahwa metode cerita adalah suatu penyampaian materi pelajaran dengan cara menceritakan kronologis terjadinya sebuah peristiwa baik benar atau berbentuk fiktif saja. Metode kisah/cerita dalam pendidikan islam menggunakan paradigma Al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw., sehingga dikenal istilah “kisah Qur’ani dan kisah Nabawi.” Kedua sumber tersebut mempunyai substansi cerita yang valid tanpa diragukan

27

Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama (Jakarta: PT Hidakarya Agung), h.28 28

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: ciputat pers, 2002) cet. 1, h.162


(32)

lagi kebenarannya. Namun terkadang kevalidan sebuah cerita terbentur pada SDM yang menyampaikan cerita itu sendiri sehingga banyak kelemahannya.29

2. Implementasi Metode Kisah dalam Pembelajaran Aqidah Akhlaq

Al-Qur’an itu sendiri bukanlah buku cerita. Tetapi adalah kitab suci yang berisi pendidikan dan tuntutan, yang sangat teliti cara penangkapannya dan menjaga sekali segi-segi keindahan, yang membuat cerita itu, disamping tunduk kepada maksud-maksud keagamaan tadi sangat indah dari segi satra, dan membuat penggunaan cerita-cerita untuk pendidikan itu, disamping sifat bebasnya menjadi bagian suatu metodologi pendidikan Islam, dengan satu syarat, yaitu

harus “bersih”.

Bersih bukanlah berarti bahwa jiwa manusia itu bersih tanpa noda. Memang bahwa Al-Qur’an mempersiapkan seorang “tokoh” cerita dengan kesan yang luhur, suci dan sempurna, yang patut diteladani dan dijunjung tinggi.30

Berikut ini akan kami jelaskan beberapa contoh Kisah dalam AlQur'an baik yang memiliki kesan baik atau buruk, dan mengandung banyak hikmah yang dapat bermanfaat sebagai pelajaran dalam kehidupan, di antaranya adalah:

a. Kisah tentang anak Adam, terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 27-30:

























29

Ibid., hal. 163

30

Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, terj., Salman Harun, (Bandung: PT AlMa’arif, Cet-3, 1993), hal. 354-355


(33)























27. "Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa."

28. "Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam."

29. "Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, Maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian Itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim."

30. "Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi."

Ayat di atas menjelaskan tentang kisah kedua anak Adam yang berseteru dalam memperebutkan seorang wanita, yang mana keduanya berani mempertaruhkan nyawanya hanya demi nafsu yang bergejolak di dalam dirinya. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita agar dalam melakukan segala sesuatu jangan didasarkan pada hawa nafsu, tetapi harus berdasarkan hati yang tulus ikhlas dan mencari ridla Allah semata, sehingga kita akan selamat baik di dunia maupun di akhirat.

Ayat ini berpesan kepada Nabi Muhammad SAW.: Bacakanlah kepada mereka yakni orang-orang Yahudi dan siapapun, berita yakni kisah yang terjadi terhadap kedua putra Adam, yaitu Habil dan Qabil dengan haq, yakni menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban guna mendekatkan diri kepada Allah, maka diterima oleh Allah qurban Habil dari yang lain, yakni dari Qabil. Melihat kenyataan itu Qabil iri hati dan dengki, ia berkata, "aku pasti membunuhmu!" Ancaman ini ditanggapi oleh Habil dengan ucapan yang


(34)

diharapkan dapat melunakkan hati saudaranya serta mengikis kedengkiannya. Ia menjawab,"Sesungguhnya Allah hanya menerima dengan penerimaan yang agung dan sempurna kurban dari para Muttaqin, yakni orangorang yang telah mencapai kesempurnaan dalam ketakwaan."31

Dari uraian kandungan ayat di atas, dapat dianalisis bahwa ayat tersebut mengandung hikmah-hikmah yang sangat penting, di antaranya adalah bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Allah mempunyai kedudukan yang sama dihadapan-Nya, yang membedakan hanyalah tingkat keimanan dan ketaqwaan dari masing-masing individu sehingga kelak dihadapan Allah akan menjadi makhluk yang paling mulia.

Kisah tersebut menjelaskan tentang akibat dari akhlak madzmumah, yaitu penyakit hati yang berupa iri, dengki dan dzalim. Apabila saudara kita mendapatkan ni'mat yang lebih baik dari kita maka janganlah merasa iri atau dengki karena Allah telah mengatur pembagian rezeki untuk semua makhluk-Nya dan hal tersebut tidak akan pernah tertukar. Karena jika hati seseorang telah penuh dengan rasa iri dan dengki, maka dia tidak akan segan-segan melakukan kedzaliman seperti membunuh, menyakiti, menganiaya dan lain-lain, karena dia telah dikuasai oleh nafsu ammarah. Maka dari itu hendaklah kita pandai-pandai bersyukur terhadap semua nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita. Sebagaimana janji Allah SWT., bahwa orang yang selalu bersyukur terhadap nikmat-Nya maka nikmat tersebut akan semakin bertambah, namun apabila orang tersebut kufur terhadap nikmat Allah, maka Dia akan memberikan siksaan yang sangat pedih. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT., Q.S. Ibrahim:7





“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

31

M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:


(35)

b. Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir yang terdapat dalam surat Al-Kahfi: 60-67



















































60: "Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun."

61: "Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu."

62: "Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini."

63: "Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali."

64: "Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula."


(36)

65:"Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."

66: "Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"

67: "Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku."

Ayat-ayat ini menguraikan suatu kisah tentang Nabi Musa dengan salah seorang hamba Allah yang shaleh. Thabathaba’i menilai bahwa ayat-ayat ini merupakan kisah keempat menyusul perintah bersabar dalam melaksanakan

dakwah. Ulama’ ini menulis bahwa setiap hal yang bersifat lahiriah pasti ada pula sisi batiniahnya. Kesibukan orang-orang kafir dengan hiasan duniawi adalah kesenangan sementara, karena itu hendaknya Nabi Muhammad SAW tidak merasa sedih dan berat hati melihat sikap kaum musyrikin itu, karena dibalik hal-hal lahiriyah yang mereka peragakan itu ada hal-hal-hal-hal batiniah yang berada di luar kuasa Nabi SAW. dan kuasa mereka yaitu kuasa Allah SWT. Dengan demikian pemaparan dan peringatan yang dikandung oleh ayat-ayat yang menguraikan kisah Nabi Musa dengan hamba Allah yang shaleh itu bertujuan mengisyaratkan bahwa kejadian dan peristiwa-peristiwa sebagaimana yang terlihat memiliki takwil, yakni ada makna lain dibalik yang tersurat itu. Makna tersebut akan nampak bila telah tiba waktunya. Bagi para rasul yang risalahnya ditolak oleh umatnya, waktu tersebut tiba pada saat umatnya ”terbangun” dari tidur yang melengahkan mereka dan ketika mereka dibangkitkan dari kubur. Ketika itu mereka berkata, ”Sungguh rasul-rasul Tuhan kami memang telah datang

membawa kebenaran.” Demikian lebih kurang pendapat dari Thabathaba’i.32

Al-Biqa’i menyimpulkan bahwa ayat-ayat yang lalu berbicara tentang kebangkitan menuju akhirat, yang dibuktikan keniscayaannya dengan menyebut beberapa peristiwa yang berkaitan dengannya. Lalu dikemukakan dengan beberapa tamtsil, aneka argumentasi dan diakhiri dengan pernyataan bahwa Allah menangguhkan sanksi kedurhakaan dan pahala kebajikan, karena semua itu ada waktu dan kadarnya. Setelah itu baru disusul dengan menampilkan kisah Nabi

32


(37)

Musa ini. Dalam kisah tersebut diuraikan bagaimana Nabi Musa berusaha menemui hamba Allah yang shaleh itu dengan menjadikan ikan yang telah mati bila hidup kembali dan melompat ke air, sebagi indikator tempat pertemuan mereka. Seandainya Allah berkehendak, bisa saja pertemuan itu diadakan dengan mudah, tanpa menentukan tempat pertemuan yang jauh. Namun yang terjadi tidak demikian, hal tersebut untuk membuktikan bahwa tidak semua peristiwa dapat terjadi tanpa proses dan waktu.33

Di sisi lain, kehidupan kembali ikan itu juga berkaitan dengan soal kebangkitan setelah kematian yang dibicarakan pada ayat yang lalu. Kisah ini mengajarkan bahwa barang siapa yang telah terbukti kedalaman ilmu dan keutamaannya, maka dia tidak boleh dibantah kecuali oleh mereka yang memiliki pengetahuan yang pasti dari Tuhan, dan dia tidak boleh juga diuji. Kisah ini juga mengandung kecaman terhadap perbantahan atau diskusi yang tanpa dasar, serta mengharuskan siapapun tunduk terhadap kebenaran yang telah dijelaskan dan sudah terbukti. Tuntunan-tuntunan itu berkaitan dengan sifat-sifat buruk kaum musyrikin atau manusia yang diuraikan oleh ayat-ayat yang lalu. Di sisi lain kisah ini juga mengandung pelajaran agar tidak enggan duduk bersama dengan fakir miskin. Lihatlah bagaimana Musa Nabi dan Rasul yang memperoleh kemuliaan berbicara dengan Allah SWT., tidak enggan belajar dari seorang hamba Allah. Sebagaiman kisah ini mengandung kecaman kepada orang-orang Yahudi yang mengusulkan kepada kaum musyrikin Mekkah untuk mengajukan aneka pertanyaan kepada Nabi Muhammad SAW. sambil menyatakan, ”Kalau dia tidak

dapat menjawab, maka dia bukan Nabi.” seakan-akan ayat ini menyatakan bahwa Nabi Musa yang diakui kenabiannya oleh Bani Isra’il dan mereka hormati, tidak mengetahui semua persoalan, hal tersebut terbukti dalah kisah ini. Demikianlah al-Biqa’i melihat dan merinci hubungan kisah Nabi Musa dengan uraian ayat-ayat yang lalu.34

Dari penjelasan ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pelajaran yang dapat diteladani adalah kisah tentang akhlak seorang murid terhadap gurunya. Pada ayat tersebut diuraikan bahwa ketika Nabi Musa diperintahkan oleh Allah

33 Ibid.. 34


(1)

Wawancara dengan Dian Lestari

1. Apakah materi Aqidah Akhlak yang disampaikan dengan menggunakan metode kisah pada pelajaran mudah untuk dipahami?

Jawaban: Menurut saya metode Kisah ini lebih mudah dan membuat para siswa mengerti tentang materi yang disampaikan karena disertai dengan contoh kisah-kisah, sehingga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah tersebut, dan proses pembelajaran menjadi lebih enak, dan itu kita juga bisa mengamalkan isi dari materi tersebut.

2. Jika ada kesulitan untuk memahami, dari segi manakah yang susah untuk dipahami?

Jawaban: Kesulitannya mungkin hanya di kata-kata. Itu juga kemudian dijelaskan saat ada yang bertanya. Menurut saya tidak ada kesulitan.

3. Bagaimana anggapan dan komentar kamu mengenai penerapan metode Kisah dalam pembelajaran Aqidah Akhlak?

Jawaban: Anggapan saya sangat baik, jika pak am selalu bercerita dengan kisah-kisah yang sama dengan pelajaran.


(2)

Wawancara dengan Farhat Nizam Firdaus

1. Apakah materi Aqidah Akhlak yang disampaikan dengan menggunakan metode kisah pada pelajaran mudah untuk dipahami?

Jawaban: Saya merasa lebih semangat dalam mengikuti pelajaran Aqidah Akhlak, karena sebelum metode ini diterapkan saya merasa cepat bosan karena kebanyakan materinya disampaikan dengan menggunakan metode ceramah. Tapi setelah diterapkan metode Kisah saya tidak merasa bosan lagi dengan pelajaran ini, karena saya bisa lebih memahami dan mendalami materi yang disampaikan dan hasil ujian saya juga lebih bagus.

2. Jika ada kesulitan untuk memahami, dari segi manakah yang susah untuk dipahami?

Jawaban: Alhamdulillah tidak ada yang tidak dipahami.

3. Bagaimana anggapan dan komentar kamu mengenai penerapan metode Kisah dalam pembelajaran Aqidah Akhlak?

Jawaban: Anggapan saya mengenai penerapan metode kisah ini agar dapat semakin di teruskan.


(3)

UJI REFERENSI

Nama

: Tomi Purwadi

NIM

: 208011000072

Jurusan

: Pendidikan Agama Islam

Fakultas

: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Judul Skripsi

: Efektifitas Metode Kisah Pada Pembelajaran Aqidah

Akhlak Kelas VIII di SMP Al Mubarak Pondok Aren

Dosen Pembimbing : Drs. Masan AF., M.Pd.

No

Nama Buku

Halaman

Paraf

Pembimbing

1.

Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran

Agama Islam, (Jakarta: ciputat pers, 2002), Cet. 1

31

2.

Fadhilah Suralaga, dkk., Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta press, Cet- ke 1, 2005)

87

3.

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT Remaja rosda karya, Cet-ketujuh, 2008)

107

4.

Murni Djamal, dkk., Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN , 1983)

49

5.

Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1985)

197


(4)

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya) , Cet-1

7.

Trianto, M.Pd, Mendesain Model Pembelajaran

Inovatif Progresif, (Jakarta: Media Kencana 2009), cet I,

20

8.

Team Pembina Mata Kuliah Disaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, cet.5 (Jakarta: PT. Grafindo Persada)

155-167

9.

Trianto, M.Pd, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Media kencana, 2009) Cet I

21

10

.

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004)

156

11

.

Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (JAKARTA: PT. Hidakarya Agung)

85

12

.

Dra.Hj.Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005) , cet III

123

13

.

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: ciputat pers, 2002) cet. 1

40 - 109

14

.

Hasan Nanggulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983)

3

15

.

H.B.Hamdani, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Kota kembang, 1987)

8

16

.

Pupuh Fathurahaman, M. Sobry Sutikno., Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007)

15

17

.

Manna’ Khalil Qatthan, Mabahits fi ‘ulumil Qur’an, Cet.III

305-310. 431-441.


(5)

.

Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994)

19

.

Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama (Jakarta: PT Hidakarya Agung)

28

20

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: ciputat pers, 2002), cet. 1

162-163

21

.

Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, terj., Salman Harun, (Bandung: PT AlMa’arif, Cet-3, 1993)

354-355

22

.

M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, Vol. 3, 2002)

72

23

.

Muhaimin, Abdul Mujib, dan Jusuf Mudzakkir, Kawasan dan Wawasan Studi Islam,(Jakarta: prenada media 2005)

259 - 262

24

Ibrahim Muhammad bin Abdullah al-Buraikan, Pengantar Study Aqidah islam, (Jakarta: Robbani press, 2000), Cet ke II

4-5

25

.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002)

4

26

.

Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989)

193

27

.

Tayar Yusuf, Syaiful Anwar,. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada 1995), Cet-1

222

28

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (eds.), Metode Penelitian Survai, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia 1998), Cet-kedua

192

29

.

M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, Vol. 8, 2002)


(6)

30

.

M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, Vol. 4, 2002)