Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian Kepatuhan Pasien

pelayanan informasi obat terhadap kepatuhan minum obat pasien diabetes mellitus rawat jalan di RSUD.dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis Pengaruh Komunikasi Petugas Pelayanan Informasi Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Pasien Diabetes Mellitus Rawat Jalan di RSUD.dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh komunikasi petugas pelayanan informasi obat terhadap kepatuhan minum obat pasien diabetes mellitus rawat jalan di RSUD.dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. 2. Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi RSUD.dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi mengenai pentingnya pelayanan informasi terhadap pasien khususnya pelayanan informasi obat sebagai salah satu upaya Promosi Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara PKMRS dan diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan rumah sakit yang terfokus pada pelayanan informasi kepada konsumen. 3. Petugas PIO Sebagai bahan pembelajaran dan sumber informasi dalam mengkaji Pelayanan Informasi Obat untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Mellitus 2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus Menurut American Diabetes Association ADA, 2003 dalam Soegondo 2004, diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh adanya hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Istilah diabetes mellitus sebenarnya mencakup 4 kategori yaitu tipe 1 insulin dependent diabetes mellitus atau IDDM, tipe 2 non insulin dependent diabetes mellitus atau NIDDM, diabetes mellitus sekunder dan diabetes mellitus yang berhubungan dengan nutrisi. Selain itu terdapat dua kategori lain tentang abnormalitas metabolisme glukosa yaitu kerusakan toleransi glukosa KTG dan diabetes mellitus gestasional DMG Waspadji, 2007. Diabetes mellitus tipe 1 mempunyai latar belakang kelainan berupa kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun, sedangkan diabetes mellitus tipe 2 mempunyai latar belakang resistensi insulin. Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan diabetes klinis. Sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi, Universitas Sumatera Utara sehingga terjadi hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau sedikit meningkat, selanjutnya terjadi kelelahan sel beta pankreas, baru terjadi diabetes tipe 2 yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah Waspadji, 2007. Penderita diabetes mellitus tipe 2 mengalami penurunan sensitivitas terhadap kadar glukosa, yang berakibat pada pembentukan kadar glukosa yang tinggi. Keadaan ini disertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa, sehingga mekanisme ini menyebabkan meningkatnya resistensi insulin perifer Perkeni, 2003. Gejala klasik diabetes mellitus tipe 2 adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering buang air kecil terutama di malam hari, dan berat badan turun cepat, kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun dan luka sukar sembuh Waspadji, 2007.

2.1.2 Epidemiologi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus tipe 2 meliputi lebih dari 90 dari semua populasi diabetes. Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6 dari orang dewasa. Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 dilaporkan lebih dari 40 adalah dewasa dengan umur lebih dari 40 tahun, rata-rata prevalensi di Amerika Latin antara 15-41 orang dewasa dengan umur lebih dari 45 tahun dengan gaya hidup barat dan sebesar 3 yang menderita diabetes mellitus tipe 2 dengan gaya hidup setempat. Prevalensi umur 30-64 tahun di Pasific Island of Kiribati dan Samoa barat 11-16, dan Universitas Sumatera Utara Melanesians Papua New Guinea 37 The Diabetes Preventation Program Research Group, 2003. Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia dilaporkan sebesar 6,15 di Manado, Jakarta sebesar 12,8, Jawa Barat sebesar 1,1, dan Makasar sebesar 2,9 Soegondo, 2004. Diabetes mellitus tipe 2 sangat sulit untuk ditanggulangi karena penyebab terjadinya diabetes mellitus tipe 2 belum diketahui secara pasti, namun dari beberapa penelitian diketahui beberapa faktor risiko yang meningkatkan kejadian diabetes mellitus tipe 2 misalnya umur, riwayat keluarga, pola makan, obesitas, aktifitas fisik, hiperlipidemia dan hipertensi Rimbawan, 2004. a. Agent Bibit Penyakit Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit yang tidak disebabkan oleh masuknya agent tertentu dari luar tubuh penderita, melainkan karena disebabkan oleh faktor individu itu sendiri. Beberapa teori tentang penyebab diabetes mellitus tipe 2 telah diajukan tetapi belum ditemukan hasil yang memuaskan. b. Host Penjamu Beberapa pendapat menyebutkan adanya hubungan faktor individu yang berpengaruh terhadap terjadinya diabetes mellitus tipe 2, antara lain umur, hipertensi, obesitas, riwayat keluarga Turtle, 1999. 1. Umur Penelitian yang dilakukan CDC Centre Disease Control and Preventation di Atlanta dari suatu survey epidemiologi bahwa prevalensi penderita diabetes Universitas Sumatera Utara mellitus diderita dewasa berumur 18 tahun sebesar 20 jika ada faktor riwayat keluarga. Prevalensi diabetes mellitus pada umur 40 tahun meningkat menjadi 40. Berdasarkan Perkeni 2003 DM diderita usia lebih dari 45 tahun, dan semakin tingginya usia harapan hidup maka kemungkinan akan menderita diabetes. 2. Hipertensi Penelitian di Hongkong China 1997 oleh Chan, dilaporkan bahwa prevalensi hipertensi meningkat dari kurang 5 pada orang normal menjadi 15-25 dengan intoleransi glukosa. Hipertensi menyebabkan resistensi insulin, dislipidemia, meningkatnya albuminuria dan pencatatan tekanan darah selama 24 jam dengan orang yang menderita diabetes mellitus. 3. Obesitas Obesitas adalah faktor risiko utama untuk diabetes mellitus. Berat badan yang lebih dapat membuat dan menggunakan hormon insulin dengan baik. Diabetes Program Prevention DPP menunjukkan bahwa berkurangnya berat badan dapat membantu mengurangi risiko peningkatan diabetes mellitus karena hal itu akan membantu hormon insulin yang digunakan oleh tubuh lebih efektif. Orang-orang yang berat badannya turun antara 5-7 akan mengurangi risiko terkena diabetes mellitus sebesar 58. Moore, et.al 2003 menunjukkan bahwa penurunan berat badan 3,7 – 6,8 kg pada individu yang berusia 30-50 tahun mengurangi risiko diabetes mellitus sebesar 33 dibandingkan dengan berat badan yang tetap gemuk. Hal ini Universitas Sumatera Utara menunjukkan faktor risiko obesitas merupakan faktor utama untuk terjadinya penyakit diabetes mellitus. 4. Riwayat Keluarga Pada banyak keluarga dan studi kembar, komponen yang besar dari faktor genetik pada etiologi diabetes mellitus. Rata-rata penderita diabetes mellitus dengan kembar monozygot sebesar 70-80, kembar dizygot sebesar 10-20. Hal yang menarik tentang diabetes mellitus dari beberapa studi menunjukkan bahwa ibu kandung yang menderita diabetes mellitus lebih menurunkan kepada anak dari pada bapaknya yang menderita diabetes mellitus The Diabetes preventation Research Group, 2003. c. Environment Lingkungan Faktor lingkungan merupakan salah satu pemicu timbulnya diabetes mellitus. Faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah gaya hidup lifestyle yang terdiri dari pola makan dan aktifitas fisik. Kedua faktor ini sangat berperan menyebabkan tingginya kasus diabetes mellitus. 1. Pola Makan Diet merupakan salah satu determinan penting penyebab obesitas dan banyak hal penting dalam perkembangan diabetes mellitus. Suatu studi historical menunjukkan diabetes mellitus diantara orang-orang yang terpapar dengan makanan yang kurang dan makanan yang lebih pada populasi yang banyak di Nauruans, dengan masukan kalori yang tinggi dan tingkat obesitas Universitas Sumatera Utara yang tinggi, mendukung hubungan yang signifikan untuk terjadinya diabetes mellitus. Heather, et.al., 2001 menunjukkan bahwa karbohidrat yang berbeda akan memberikan efek berbeda pada kadar glukosa darah dan respon insulin, walaupun diberikan dalam jumlah sama. Jumlah karbohidrat bukan dasar yang cukup untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Hasil penelitian bahwa pangan dengan Index Glicemi rendah dapat memperbaiki pengendalian metabolik pada penderita diabetes mellitus Rimbawan, 2004. 2. Aktifitas Fisik Penelitian yang dilakukan di USA pada 21.217 dokter selama lima tahun menemukan bahwa kasus diabetes mellitus lebih tinggi pada kelompok yang melakukan latihan jasmani kurang dari satu kali perminggu dibandingkan dengan kelompok yang melakukan latihan jasmani lima kali perminggu. Penelitian lain yang dilakukan selama delapan tahun pada 87.353 perawat wanita yang melakukan latihan jasmani ditemukan penurunan risiko diabetes mellitus The Diabetes preventation Research Group, 2003.

2.1.3 Patofisiologi dan Riwayat Alamiah Diabetes Mellitus Tipe 2

Glukosa yang diserap dari usus ke pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ dalam tubuh sebagai bahan bakar, supaya dapat berfungsi glukosa harus masuk kedalam sel untuk di metabolisme yang menghasilkan energi. Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan sangat Universitas Sumatera Utara penting untuk memasukkan glukosa kedalam sel. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas. Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah bisa lebih dari normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel berkurang. Glukosa yang masuk kedalam sel sedikit, maka sel akan kekurangan bahan bakar glukosa dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Berbeda dengan diabetes mellitus tipe 1, pada awalnya diabetes mellitus tipe 2 disamping kadar glukosa darah tinggi, juga kadar insulin tinggi atau normal, hal ini disebut dengan resistensi insulin. Penyebab resistensi insulin tidak begitu jelas, tetapi ada faktor-faktor yang berperan seperti obesitas, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang aktifitas fisik dan faktor keturunan. Secara alamiah diabetes mellitus tipe 2 berawal dari beberapa kombinasi herediter dan faktor lingkungan menuju ke keadaan diabetes mellitus tipe 2 yang menetap. Munculnya diabetes mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada awal usia 18 tahun atau lebih Soegondo, 2004.

2.2 Komunikasi Petugas Pelayanan Informasi Obat PIO

2.2.1 Defenisi Komunikasi

Komunikasi berasal dari bahasa latin Communicare atau Communis yang berarti sama atau menjadikan milik bersama. Kalau kita berkomunikasi dengan orang lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain tersebut menjadi miliknya. Universitas Sumatera Utara Secara terminologis, menurut Nueman 2000 komunikasi diartikan sebagai pemberitahuan sesuatu pesan dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media. Sebagai makhluk sosial, manusia sering berkomunikasi satu sama lain. Dalam kehidupan nyata mungkin ada yang menyampaikan pesanide; ada yang menerima atau mendengarkan pesan; ada pesan itu sendiri; ada media dan tentu ada respon berupa tanggapan terhadap pesan. Secara ideal, tujuan komunikasi bisa menghasilkan kesepakatan-kesepakatan bersama terhadap ide atau pesan yang disampaikan. Menurut William 2004 dalam Yudistira 2009 manfaat yang dapat diperoleh dengan berkomunikasi secara baik dan efektif diantaranya adalah : 1. Tersampaikannya gagasan atau pemikiran kepada orang lain dengan jelas sesuai dengan yang dimaksudkan. 2. Adanya kesepahaman antara komunikator dan komunikan dalam suatu permasalahan, sehingga terhindar dari salah persepsi. 3. Menjaga hubungan baik dan silaturahmi dalam suatu persahabatan atau komunitas. Adapun unsur-unsur dalam komunikasi menurut Green 2000 antara lain : 1. Komunikator : pengirim sender yang mengirim pesan kepada komunikan dengan menggunakan media tertentu. Unsur yang sangat berpengaruh dalam komunikasi karena merupakan awal sumber terjadinya suatu komunikasi 2. Komunikan : penerima receiver yang menerima pesan dari komunikator, kemudian memahami, menerjemahkan dan akhirnya memberi respon. Universitas Sumatera Utara 3. Media : saluran chanel yang digunakan untuk menyampaikan pesan sebagai sarana berkomunikasi. Berupa bahasa verbal maupun non verbal, wujudnya berupa ucapan, tulisan, gambar, bahasa tubuh, bahasa mesin, sandi dan lain sebagainya. 4. Pesan : isi komunikasi berupa pesan message yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Kejelasan pengiriman dan penerimaan pesan sangat berpengaruh terhadap kesinambungan komunikasi 5. Tanggapan : merupakan dampak effect komunikasi sebagai respon atas penerimaan pesan. Diimplementasikan dalam bentuk umpan balik feed back atau tindakan sesuai pesan yang diterima. Hewitt 2001 dalam Liliweri 2007, menjabarkan proses komunikasi secara spesifik yaitu : 1. Mempelajari atau mengajarkan sesuatu 2. Mempengaruhi perilaku seseorang 3. Mengungkapkan perasaan 4. Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain 5. Berhubungan dengan orang lain 6. Menyelesaikan sebuah masalah 7. Mencapai sebuah tujuan 8. Menurunkan ketegangan dan menyelesaikan konflik 9. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orang lain Universitas Sumatera Utara Berikut ini diagram proses komunikasi menurut Liliweri 2007, terlihat pada Gambar 2.1 : Gangguan Gangguan SimbolIsyarat Diagram 1 : Proses Komunikasi Liliweri, 2007 1. Pengirim pesan sender dan isi pesanmateri Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang menerima pesan sesuai dengan yang dimaksudkannya. Pesan adalah informasi yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh pengirim pesan. Pesan dapat verbal dilakukan secara langsung melalui tanya jawab, wawancara, sharing atau non verbal melalui media poster, gambar, leaflet dan lainnya dan pesan akan lebih efektif dapat lebih mudah diserap oleh penerima pesan bila diorganisir secara baik dan jelas melalui teknik dan metode yang dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi audience lingkungan tempat si penerima pesan berada. Materi pesan dapat berupa : Pengirim pesan Balikan Penerima pesan Media Saluran Mengartikan KodePesan Universitas Sumatera Utara a. Informasi b. Ajakan c. Rencana kerja d. Pertanyaan dan sebagainya. 2. Simbolisyarat Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Biasanya pengirim pesan menyampaikan pesan dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan tangan,kepala,mata, dan bagian muka lainnya. Tujuan penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap, perilaku atau menunjukkan arah tertentu. 3. Mediapenghubung Adalah alat untuk penyampaian pesan seperti : TV, radio, surat kabar, papan pengumuman, telepon dan lainnya. Pemilihan media ini dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang akan disampaikan, jumlah penerima pesan, situasi dsb. 4. Mengartikan kodeisyarat Setelah pesan diterima melalui indera telinga, mata dan seterusnya maka sipenerima pesan harus dapat mengartikan simbolkode dari pesan tersebut, sehingga dapat dimengertidipahaminya. Universitas Sumatera Utara 5. Penerima pesan Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari sipengirim meskipun dalam bentuk kodeisyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud oleh pengirim 6. Balikan feedback Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari sipenerima pesan dalam bentuk verbal maupun non verbal. Tanpa balikan seorang pengirim pesan tidak akan tahu dampak pesannya terhadap si penerima pesan. Hal ini penting bagi pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima dengan pemahaman yang benar dan tepat. Balikan dapat disampaikan oleh penerima pesan atau orang lain yang bukan penerima pesan. Balikan yang disampaikan oleh penerima pesan pada umumnya merupakan balikan langsung yang mengandung pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak balikan yang diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan pemberi balikan terhadap perilaku maupun ucapan penerima pesan. Pemberi balikan menggambarkan perilaku penerima pesan sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya. Balikan bermanfaat untuk memberikan informasi, saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan membant menumbuhkan kepercayaan serta keterbukaan diantara komunikan, juga balikan dapat memperjelas persepsi. Universitas Sumatera Utara 7. Gangguan Gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi akan tetapi mempunyai pengaruh dalam proses komunikasi, karena pada setiap situasi hampir selalu ada hal yang mengganggu kita. Gangguan adalah hal yang merintangi atau menghambat komunikasi sehingga penerima salah menafsirkan pesan yang diterimanya.

2.2.2 Pelayanan Informasi Obat PIO

Informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan objektif, diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencakup farmakologi, toksikologi dan penggunaan terapi dari obat. Informasi obat mencakup nama kimia, struktur kimia, identifikasi, indikasi diagnostik atau indikasi terapi, ketersediaan hayati, bioekivalen, toksisitas, mekanisme kerja, waktu mulai bekerja dan durasi obat, dosis dan jadwal pemberian, dosis yang direkomendasikan, konsumsi, absorpsi, metabolisme, detoksifikasi, ekskresi, efek samping, reaksi merugikan, kontraindikasi, interaksi, harga, keuntungan, tanda, gejala, dan pengobatan toksisitas, efikasi klinik, data komparatif, data klinik, data penggunaan obat, dan setiap informasi lain yang berguna dalam diagnosis, dan pengobatan pasien dengan obat Siregar,2004. Menurut Santoso 1997, Informasi Obat adalah keterangan mengenai obat, terutama yang dapat mendukung tercapainya tujuan pengobatan terapi yang tepat, rasional, efisien dan aman dalam penggunaannya. Informasi yang diperlukan oleh pasien, paling tidak mencakup dua hal yaitu : 1 Informasi mengenai jenis penyakitnya dan pengobatannya, dan 2 Informasi mengenai obat yang diberikan Universitas Sumatera Utara padanya. Adapun hal-hal yang perlu diinformasikan kepada konsumen kesehatan pasien terkait penggunaan obat antara lain : a Nama obat merek dagang dan kegunaannya, b Tujuan dan manfaat terapi, c Cara penyediaan obatnya, d Dosis, bentuk obat, rute pemberian dan lama pemberian, e Efek samping, interaksi dan aksi obat, f Pantangan selama penggunaan obat, g Cara Penyimpanan obat, h Informasi pengulangan obat, i Interaksi dan kontraindikasi, j Cara monitoring terapi atau keberhasilan tercapai, k Tindakan terhadap persediaan obat yang tersisa padahal sakit sudah dirasakan sembuh, l Tindakan apabila terjadi kesalahan dosis maupun kesalahan makan obat, m Tindakan pencegahan dari jangkauan anak kecil. Menurut SK Menkes RI No. 1197MENKESSKX2004, Pelayanan Informasi Obat PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Menurut Depkes RI 2004 kegiatan PIO meliputi : 1 Memberikan dan menyebarkan informasi kepada pasien secara aktif dan pasif, 2 Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka, dan 3 Membuat bulletin, leaflet, dan label obat. Menurut SK Dirjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI No. HK.01.DJ.II.093 tahun 2004 tentang Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit, tersedianya pedoman dalam rangka pelayanan informasi obat yang bermutu dan berkesinambungan dalam rangka mendukung upaya penggunaan obat yang Universitas Sumatera Utara rasional di Rumah Sakit. Untuk itu diperlukan upaya penyediaan dan pemberian informasi yang meliputi : 1. Lengkap, yaitu dapat memenuhi kebutuhan semua pihak sesuai dengan lingkungan masing-masing rumah sakit. 2. Memiliki data cost effective obat, informasi yang diberikan terkaji dan tidak bias komersial. 3. Disediakan secara berkelanjutan oleh institusi yang melembaga. 4. Disajikan selalu baru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian dan kesehatan. Widayati dan Zairina 1996 menyatakan Apoteker merupakan tenaga ahli dalam memberikan informasi tentang obat, baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan lain, dan mempunyai tanggung jawab untuk memberikan informasi tersebut. Apoteker berkewajiban menjamin bahwa pasien memahami tujuan dari pengobatan dan ketepatan penggunaannya, untuk itu apoteker perlu mengembangkan tampilan dalam menyampaikan informasi agar pasien dapat mematuhinya. Pengertian dan kerjasama pasien terhadap peraturan obat yang telah diresepkan merupakan syarat penting untuk mencapai terapi yang efektif. Juliantini dan Widayati 1996 menyatakan dalam memberikan PIO, diperlukan langkah-langkah sistematis sebagai berikut: 1. Permintaan Informasi Obat, meliputi : a mencatat data permintaan informasi, dan b mengkategorikan permasalahan, antara lain : 1 aspek farmasetika identifikasi obat, perhitungan farmasi, stabilitas, dan toksisitas obat 2ketersediaan obat, 3 Universitas Sumatera Utara harga obat, 4 efek samping obat, 5 dosis obat, 6 interaksi obat, 7 Farmakokinetik, 8 Farmakodinamik, 9 aspek farmakoterapi, dan 10 keracunan. 2. Mengumpulkan latar belakang masalah yang ditanyakan, meliputi : a menanyakan lebih dalam tentang karakteristik pasien, dan b menanyakan tentang informasi yang diperoleh pasien sebelumnya. 3. Penelusuran sumber data, meliputi : a Dimulai dari rujukan umum b Disusul dengan rujukan sekunder c Bila perlu diteruskan dengan rujukan primer. 4. Formulasikan jawaban sesuai dengan permintaan, meliputi : a Jawaban harus jelas, lengkap dan benar, b Jawaban dapat dicari kembali pada rujukan asal, dan c Tidak boleh memasukkan pendapat pribadi. 5. Pemantauan dan Tindak Lanjut, yakni menanyakan kembali kepada penanya manfaat informasi yang telah diberikan baik lisan maupun tertulis. Langkah-langkah sistematis tersebut dapat digambarkan pada gambar 2.2 berikut ini : Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Alur menjawab pertanyaan dalam pelayanan informasi obat Sumber : Juliantini dan Widayati, 1996. Penanya PIO Isi Formulir Klasifikasi Penanya Pertanyaan Informasi latar belakang Kumpulan data dan evaluasi data Formulir jawaban Dokumentasi Komunikasi Umpan balik Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Dapat dijelaskan bahwa penanya berada di ruang PIO, petugas mengisi formulir mengenai klasifikasi, nama penanya dan pertanyaan yang ditanyakan, setelah itu petugas menanyakan tentang informasi latar belakang penyakit mulai muncul, petugas melakukan penelusuran sumber data dengan mengumpulkan data yang ada kemudian data dievaluasi. Formulir jawaban didokumentasikan oleh petugas lalu kemudian dikomunikasikan kepada penanya. Informasi yang dikomunikasikan petugas kepada penanya akan menimbulkan umpan balik atau respon penanya. Menurut Depkes RI 2004, tujuan PIO adalah : 1 menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit, 2 menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi panitiaKomite Farmasi dan Terapi KFT, 3 meningkatkan profesionalisme Apoteker, dan 4 menunjang terapi obat yang rasional. Siregar 2004 menyatakan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga, kelompok orang, kepanitian, dan penerima informasi obat tersebut, seperti tertera di bawah ini : 1. Dokter, dalam proses penggunaan obat, pada tahap penetapan pilihan obat serta regimennya untuk seorang pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari apoteker agar ia dapat membuat keputusan yang rasional, yang bertujuan untuk : a Menetapkan sasaran terapi dan titik akhir dari terapi obat, b Pemilihan zat aktif terapi yang paling tepat untuk terapi obat yang bergantung pada variabel Universitas Sumatera Utara penderita dan zat aktif, c Penulisan regimen obat yang paling tepat, d Pemantauan efek dari terapi obat didasarkan pada indeks dari efek, dan e Pemilihan metode untuk pemberian obat. Dokter harus dibuat waspada terhadap efek samping yang mungkin timbul, sifat distribusi obat dalam tubuh, dan efek obat pada metabolisme. Dokter juga harus diberi informasi tentang stabilitas suatu sediaan obat dan harga obat. 2. Perawat, dalam tahap penyampaian atau distribusi obat kepada perawat dalam rangkaian proses penggunaan obat, apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai aspek obat pasien tertentu, terutama tentang pemberian obat. Sebagai contoh tentang kompatibilitas atau inkompatibilitas tiga obat parenteral yang perlu diberikan pada waktu yang sama kepada pasien dengan hanya satu pembuluh pipa intravena. Perawat adalah juga profesional kesehatan yang paling banyak berhubungan dengan pasien. Oleh karena itu, perawatlah pada umumnya yang pertama mengamati reaksi obat merugikan atau mendengar keluhan mereka. Apoteker harus siap berfungsi sebagai sumber utama informasi obat bagi perawat. Berbagai hal yang dipertanyakan oleh perawat misalnya bahan pengencer suatu rekonstitusi sediaan obat, gejala efek samping, kecepatan timbulnya gejala efek samping dan penanganantindakan jika terjadi efek samping. 3. Pasien, dalam tahap pemantauan efek obat serta tahap edukasi dan konseling dalam rangkaian proses penggunaan obat, apoteker secara aktif memberikan informasi kepada pasien. Universitas Sumatera Utara 4. Tenaga Farmasi, agar apoteker mampu menjawab pertanyaan sendiri dan bertindak sebagai sumber utama dari informasi obat bagi professional kesehatan lain, tenaga farmasi harus mempunyai akses kepustakaan sebagai acuan yang memadai dan pengetahuan tentang sumber alternatif dari informasi obat. 5. Pihak lain, seperti manajemen, timkepanitiaan klinik, dan lain-lain yang berguna dalam penyusunan kebijakan – kebijakan di Rumah Sakit. Menurut Rantucci 2007, PIO dengan berbagai macam bentuknya, membawa dampak yang positif baik bagi apoteker maupun bagi pasien yang bersangkutan. Bagi Apoteker PIO memberi manfaat berupa : 1 legal protection, karena sudah melakukan kewajiban profesi Apoteker yang diatur oleh undang- undang, 2 pemilihan status keprofesian, dimana keberadaan Apoteker akan lebih diakui oleh masyarakat, 3 terbangunnya kepercayaan masyarakat terhadap Apoteker sehingga dapat mewujudkan hubungan yang lebih harmonis antara Apoteker dengan pasien, 4 meningkatkan pendapatan, karena tambahan pelayanan yang diberikan berupa informasi obat, sehingga menjaga kepuasan pasien, dan 5 peningkatan kepuasan kerja job satisfaction dan mengurangi stress job stress. Pasien juga mendapat manfaat dengan adanya PIO, yaitu : 1 mengurangi resiko terjadinya kesalahan dan ketidakpatuhan pasien terhadap aturan pemakaian obat, 2 mengurangi resiko terjadinya efek samping obat, dan 3 menambah keyakinan akan efektivitas dan keamanan obat yang digunakan. Rantucci 2007 menyatakan bahwa, ada banyak faktor yang harus diperhatikan dalam memberikan pelayanan informasi kepada pasien. Faktor-faktor ini Universitas Sumatera Utara meliputi karakteristik pasien, jenis obat yang diresepkan atau kondisi penyakit yang sedang diobati, dan berbagai aspek yang berkaitan dengan situasi. Selain itu, ada beberapa faktor yang berkaitan dengan apoteker sendiri. 1 Karakteristik Pasien, karakteristik pasien akan mempengaruhi penekanan yang perlu diberikan pada aspek tertentu dalam konseling. Usia pasien dapat mempengaruhi konseling dengan berbagai cara. Pasien manula mungkin menggunakan beberapa macam obat untuk mengatasi beberapa kondisi penyakit dan mungkin mengalami reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat sebagai akibat dari perubahan fisiologis di usia yang semakin menua. Oleh karena itu apoteker kemungkinan harus meluangkan lebih banyak waktu untuk pasien ini dibandingkan untuk pasien lain dalam mengidentifikasi masalah, menjelaskan petunjuk-petunjuk yang diperlukan, dan membantu pasien mengatur jadwal dosis. Demikian juga, pasien pediatrik membutuhkan perhatian lebih dalam mengidentifikasi masalah karena anak-anak memiliki kondisi fisiologis yang berbeda dari orang dewasa. Latar belakang budaya pasien juga dapat memengaruhi penekanan yang diberikan dalam konseling. Beberapa pasien memiliki cacat tertentu yang memengaruhi pemilihan tempat yang tepat untuk melaksanakan konseling, materi edukasi yang digunakan, dan jenis informasi yang mungkin dibutuhkan. Jenis pekerjaan dan gaya hidup pasien kemungkinan juga perlu diperhatikan. Bentuk sediaan, jadwal dosis, dan efek samping kemungkinan perlu dimodifikasi dan pengaturan khusus mungkin perlu dilakukan. Sebagai contoh pengemudi truk akan mendapat kesulitan bila minum Universitas Sumatera Utara obat yang membuatnya mengantuk. Jenis kelamin, status pekerjaan, atau situasi sosial ekonomi pasien tidak seharusnya mengubah jenis konseling yang diberikan; akan tetapi, faktor-faktor ini sebaiknya diperhitungkan oleh apoteker saat melaksanakan suatu diskusi agar apoteker tidak membuat pasien malu atau melukai hati pasien. 1. Karakteristik Obat, isi konseling bervariasi tergantung pada obat yang didapatkan oleh pasien, apakah obat resep atau obat tanpa resep. Selain itu, obat tertentu lebih cenderung menimbulkan masalah ketaatan penggunaan obat, efek samping, atau tindakan pencegahan dibandingkan obat yang lain. Apoteker harus memberi penekanan bila suatu obat diketahui beresiko tinggi mengalami interaksi atau menimbulkan efek merugikan. Hal lain yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan obat kemungkinan adalah waktu yang diperlukan sampai pasien merasakan suatu efek, seperti pada obat antihipertensi, dalam situasi seperti ini, hal yang penting dilakukan adalah membantu pasien menemukan cara mengenali efek obat dengan tujuan mendorong ketaatan pasien mengikuti pengobatan misalnya, menyarankan pasien mengecek sendiri tekanan darahnya. 3. Karakteristik Kondisi, kondisi tertentu kemungkinan lebih membangkitkan emosi atau kekhawatiran pada pasien dibandingkan kondisi lain. Sebagai contoh, diagnosis dan prognosis tekanan darah tinggi sering sulit dipahami. Demikian juga, diagnosis gangguan psikiatri dapat membuat pasien merasa malu dan cemas akan reaksi orang lain. Khususnya, bila sakit yang diderita pasien fatal, Universitas Sumatera Utara misalnya kanker atau AIDS, pasien akan memiliki berbagai kekhawatiran dan emosi sehingga memerlukan perhatian khusus dari apoteker. Selain itu, sangat penting menekankan bahwa obat bekerja untuk mengontrol atau mengurangi gejala yang muncul dan bukan menyembuhkan penyakit, serta konsekuensi bila terlewat minum obat. Beberapa kondisi lebih memerlukan adanya perubahan gaya hidup pada pasien dibandingkan kondisi lain. Sebagai contoh, merokok, kegemukan, atau diabetes memerlukan perubahan kebiasaan dan diet, Apoteker perlu meluangkan waktu konseling yang cukup banyak untuk mendiskusikan isu-isu ini, membuat rujukan bantuan lebih lanjut, dan memberikan konseling lanjutan untuk terus mendukung pasien. 4. Karakteristik Situasi, situasi tertentu dapat menciptakan tantangan dan membutuhkan penekanan yang berbeda dalam konseling. Situasi yang menyebabkan pasien marah, ketakutan, atau kecewa secara emosional dapat membuat konseling berjalan sangat sulit bagi apoteker. Selain itu, apoteker sering dimintai konsultasi oleh pasien mengenai berbagai kekhawatiran yang tidak berhubungan dengan terapi obat. Meskipun situasi tersebut tidak memerlukan konseling pengobatan, namun apoteker harus menanggapi situasi tersebut karena apoteker berkedudukan sebagai sumber daya kesehatan masyarakat yang ada di komunitas dan sebagai individu yang mempedulikan sesama manusia. 5. Karakteristik Pemberi Informasi Apoteker, dalam pemberian informasi kepada pasien konseling, tidak saja dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari Universitas Sumatera Utara pasien melainkan juga yang berasal dari apoteker sendiri. Tingkat pengetahuan apoteker tentang pasien kekhawatiran, situasi keluarga, kondisi, dan gejala pasien menentukan pemahaman apoteker tentang cara mendekati pasien, jumlah informasi yang perlu diberikan, dan kenyamanan apoteker dalam menghadapi pasien. Pengetahuan apoteker tentang kondisi dan pengobatan pasien yang dibicarakan dalam konseling juga penting karena apoteker harus mampu mengantisipasi isu-isu yang harus dibicarakan dan memberikan informasi yang diperlukan. Kemampuan Apoteker untuk berkomunikasi dengan pasien dan profesional kesehatan lain yang terlibat dalam pengobatan pasien juga sangat penting. Penggunaan empatilah yang terpenting dalam menghadapi situasi yang menantang sehingga apoteker mampu menghadapi emosi pasien seperti kemarahan, rasa malu, rasa takut, dan kebingungan yang umumnya muncul dalam situasi seperti ini. Apoteker harus memiliki toleransi, empati, dan ketertarikan pada masing-masing pasien. Hal ini akan dirasakan oleh pasien dan akan membantu mengembangkan hubungan yang berhasil.

2.2.3 Promosi Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit PKMRS

PKMRS adalah upaya penyuluhan kesehatan yang dilaksanakan di rumah sakit, yang bertujuan untuk mengembangkan pemahaman pasien dan keluarganya tentang penyakit yang diderita pasien, serta hal-hal yang perlu dan dapat dilakukan oleh keluarga, untuk membantu penyembuhan dan mencegah terulangnya kembali penyakit yang diderita. Dalam hal ini PKMRS berusaha menggungah kesadaran serta minat pasien dan keluarganya untuk berperan secara positif dalam penyembuhan dan Universitas Sumatera Utara pencegahan penyakit. Oleh karena itu penyuluhan kesehatan harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pelayanan kesehatan di RS, karena dengan PKMRS upaya penyembuhan pasien akan lebih berhasil Depkes RI, 1999. Rumah Sakit mempunyai peran yang besar untuk menyebarkan informasi kesehatan, pengembangan sikap dan perubahan perilaku kepada pasien, keluarga pasien, masyarakat dilingkungan rumah sakit, dan juga kepada petugasnya. A. Visi PKMRS Mewujudkan ”rumah sehat” yang para warganya hidup dengan perilaku yang bersih dan sehat, serta dalam lingkungan yang sehat pula. B. MISI 1. Mengupayakan adanya kebijakan rumah sakit yang Bersih dan Sehat baik warga, tampilan fisik rumah sakit, maupun lingkungan sekitarnya. 2. Mengembangkan iklim atau suasana kondusif bagi terselenggaranya kegiatan penyuluhan di rumah sakit. 3. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat bagi warga dan lingkungan rumah sakit. C. KEBIJAKAN PKMRS 1. PKMRS difokuskan pada upaya pemberdayaan masyarakat di rumah sakit untuk hidup sehat dan mengembangkan lingkungan yang sehat. 2. PKMRS merupakan bagian dari program rumah sakit secara keseluruhan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit. Universitas Sumatera Utara 3. PKMRS dilakukan secara edukatif-persuasif, dan praktis-pragmatis, dengan membuka jalur komunikasi, menyediakan informasi dan melakukan edukasi proses pembelajaran. 4. PKMRS dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat di rumah sakit secara kemitraan dan berkesinambungan. 5. PKMRS dilakukan sesuai dengan perkembangan jaman, serta sesuai dengan budaya dan kondisi setempat. Adapun pesan atau materi PKMRS disesuaikan dengan masalah kesehatan yang sedang diderita pasien atau penyakit terbanyak yang ditemukan di rumah sakit masalah lokalSMF, atau masalah penyakit yang bersifat nasional yang cenderung meningkat secara nasional seperti : penyakit jantung, tekanan darah tinggi, TBC, kanker, dsb dengan aspek pencegahannya. Secara garis besar, isi penyuluhan dapat dibagi menjadi 3 hal, yaitu : 1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan individu maupun kelompok. 2. Mencegah terserang suatu penyakit atau penyakit yang diderita kambuh kembali. Juga mencegah penularan penyakit kepada atau dari orang lain. 3. Membantu proses penyembuhan dan pemulihan. Metode penyuluhan yang dapat dikembangkan dalam PKMRS dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Penyuluhan langsung adalah penyuluhankomunikasi tanpa menggunakan alat perantara, dimana penyuluh berbicara langsung kepada seseorangsekelompok orang di hadapan penyuluh seperti: tanya jawab perorangan, ceramah pada kelompok, dan konseling. Penyuluhan tidak Universitas Sumatera Utara langsung adalah penyuluhankomunikasi melalui alat bantu atau media perantara seperti : radio kaset, video kaset, flipchart, poster, booklet, leaflet, dan pameran. Indikator keberhasilan PKMRS di lihat dari : 1. Adanya Tim pengelola PKMRS 2. Adanya kegiatan PKMRS yang berkesinambungan dan didukung oleh sumber dana yang memadai 3. Adanya sarana dan media PKMRS yang memadai 4. Adanya peningkatan penampilan RS yang bersih dan sehat 5. Adanya peningkatan Perilaku Bersih dan Sehat dari petugas, pasienpengunjung.

2.3 Kepatuhan Pasien

Kepatuhan berasal dari kata “patuh” yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Niven 2002, adalah tingkat prilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan. Menurut Sacket Niven, 2002 kepatuhan pasien adalah sejauhmana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Menurut Sarafino Bart, 1994 secara umum, ketidaktaatan meningkatkan resiko berkembangnya masalah kesehatan atau memperpanjang, atau memperburuk Universitas Sumatera Utara kesakitan yang sedang diderita. Perkiraan yang ada menyatakan bahwa 20 jumlah opname di rumah sakit merupakan akibat dari ketidaktaatan pasien terhadap aturan pengobatan. Faktor yang memengaruhi kepatuhan seseorang dalam berobat yaitu faktor petugas, faktor obat, dan faktor penderita. Karakteristik petugas yang memengaruhi kepatuhan antara lain jenis petugas, tingkat pengetahuan, lamanya bekerja, frekuensi penyuluhan yang dilakukan. Faktor obat yang memengaruhi kepatuhan adalah pengobatan yang sulit dilakukan tidak menunjukkan kearah penyembuhan, waktu yang lama, adanya efek samping obat. Faktor penderita yang menyebabkan ketidakpatuhan adalah umur, jenis kelamin, pekerjaan, anggota keluarga. Faktor-faktor yang memengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu : 1. Pemahaman Tentang Informasi Tak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman Niven, 2002 menemukan bahwa lebih dari 60 yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada mereka. Hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis, dan banyak memberikan instruksi yang harus diingat oleh pasien. Pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien ditemukan oleh DiNicola dan DiMatteo Niven, 2002 yaitu : a. Buat instruksi tertulis yang jelas dan mudah diinterpretasikan. Universitas Sumatera Utara b. Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal-hal lain. c. Jika seseorang diberikan suatu daftar tertulis tentang hal-hal yang harus diingat, maka akan ada efek “keunggulan”, yaitu mereka berusaha mengingat hal-hal yang pertama kali ditulis. d. Instruksi-instruksi harus ditulis dengan bahasa umum non medis dan hal-hal yang perlu ditekankan. 2. Kualitas Interaksi Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. 3. Isolasi Sosial dan Keluarga Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit. 4. Keyakinan, Sikap dan Kepribadian Ahli psikologis telah menyelidiki tentang hubungan antara pengukuran- pengukuran kepribadian dan kepatuhan. Mereka menemukan bahwa data kepribadian secara benar dibedakan antara orang yang patuh dengan orang yang gagal. Orang- Universitas Sumatera Utara orang yang tidak patuh adalah orang-orang yang lebih mengalami depresi, ansietas, sangat memerhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan yang kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian pada dirinya sendiri. Blumenthal et al Niven, 2002 mengatakan bahwa ciri-ciri kepribadian yang disebutkan diatas tersebut menyebabkan seseorang cenderung tidak patuh dari program pengobatan. Menurut teori Feuerstein dalam Niven 2002, ada lima faktor yang mendukung kepatuhan pasien, dimana jika faktor ini lebih besar daripada hambatannya maka kepatuhan harus mengikuti. Kelima faktor tersebut yaitu : 1. Pendidikan Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif. 2. Akomodasi Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat memengaruhi kepatuhan. Sebagai contoh, pasien yang lebih mandiri harus dapat merasakan bahwa ia dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan, sementara pasien yang lebih mengalami ansietas dalam menghadapi sesuatu, harus diturunkan dahulu tingkat ansietasnya dengan cara meyakinkan dia atau dengan teknik-teknik lain sehingga ia termotivasi untuk mengikuti anjuran pengobatan. 3. Modifikasi Faktor Lingkungan dan Sosial Hal ini berarti membangun dukungan social dari keluarga dan teman-teman. Kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap Universitas Sumatera Utara program-program pengobatan seperti pengurangan berat badan, berhenti merokok, dan menurunkan konsumsi alkohol. 4. Perubahan model terapi Program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen- komponen sederhana dalam program pengobatan dapat diperkuat, untuk selanjutnya dapat mematuhi komponen-komponen yang lebih kompleks. 5. Meningkatkan Interaksi Profesional Kesehatan dengan Pasien Adalah suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Konsultasi dapat membantu meningkatkan kepatuhan. Menurut Schwart dan Griffin Bart, 1994, faktor yang berhubungan dengan ketidaktaatan pasien didasarkan atas pandangan mengenai pasien sebagai penerima nasihat dokter yang pasif dan patuh. Pasien yang tidak taat dipandang sebagai orang yang lalai, dan masalahnya dianggap sebagai masalah kontrol. Riset berusaha untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok pasien yang tidak patuh berdasarkan kelas sosio ekonomi, pendidikan, umur, dan jenis kelamin. Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif seperti penggunaan buku-buku dan kaset oleh pasien secara mandiri. Usaha-usaha ini sedikit berhasil, seorang dapat menjadi tidak taat kalau situasinya memungkinkan. Teori-teori yang lebih baru menekankan faktor situasional Universitas Sumatera Utara dan pasien sebagai peserta yang aktif dalam proses pengobatannya. Perilaku ketaatan sering diartikan sebagai usaha pasien untuk mengendalikan perilakunya, bahkan jika hal tersebut bisa menimbulkan resiko mengenai kesehatannya. Macam-macam faktor yang berkaitan dengan ketidaktaatan disebutkan : 1. Ciri-ciri kesakitan dan ciri-ciri pengobatan Menurut Dickson dkk Bart, 1994, perilaku ketaatan lebih rendah untuk penyakit kronis karena tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang jelas, saran mengenai gaya hidup umum dan kebiasaan yang lama, pengobatan yang kompleks, pengobatan dengan efek samping, dan perilaku yang tidak pantas. Menurut Sarafino Bart, 1994, tingkat ketaatan rata-rata minum obat untuk menyembuhkan kesakitan akut dengan pengobatan jangka pendek adalah sekitar 78, untuk kesakitan kronis dengan cara pengobatan jangka panjang tingkat tersebut menurun sampai 54. 2. Komunikasi antara pasien dan petugas kesehatan Berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan petugas kesehatan memengaruhi tingkat ketidaktaatan, misalnya informasi dengan pengawasan yang kurang, ketidakpuasan terhadap aspek hubungan emosional dengan petugas kesehatan, ketidakpuasan terhadap pengobatan yang diberikan Bart,1994. 3. Variabel-variabel sosial Universitas Sumatera Utara Hubungan antara dukungan sosial dengan ketaatan telah dipelajari. Secara umum, orang-orang yang merasa mereka menerima penghiburan, perhatian, dan pertolongan yang mereka butuhkan dari seseorang atau kelompok biasanya cenderung lebih mudah mengikuti nasihat medis, daripada pasien yang kurang mendapat dukungan sosial. Jelaslah bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pengelolaan medis. Misalnya, penggunaan pengaruh normatif pada pasien, yang mungkin mengakibatkan efek yang memudahkan atau menghambat perilaku ketaatan. 4. Ciri-ciri individual Variabel-variabel demografis juga digunakan untuk meramalkan ketidaktaatan. Sebagai contoh : di Amerika Serikat, kaum wanita, kaum kulit putih, dan orang tua cenderung mengikuti anjuran dokter Bart,1994.

2.4 Landasan Teori

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENGGUNAAN TELEMEDICINE TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

2 14 109

EVALUASI KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIPSIKOTIK ORAL PASIEN SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT JALAN Evaluasi Kepatuhan Minum Obat Antipsikotik Oral Pasien Skizofrenia Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah X.

7 19 15

EVALUASI KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIPSIKOTIK ORAL PASIEN SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT Evaluasi Kepatuhan Minum Obat Antipsikotik Oral Pasien Skizofrenia Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah X.

0 2 13

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT DAN KEBERHASILAN TERAPI PADA PASIEN DIABETES Hubungan Antara Kepatuhan Penggunaan Obat Dan Keberhasilan Terapi Pada Pasien Diabetes Mellitus Instalasi Rawat Jalan Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta.

0 2 12

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT DAN KEBERHASILAN TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS INSTALASI RAWAT JALAN DI RS X Hubungan Antara Kepatuhan Penggunaan Obat Dan Keberhasilan Terapi Pada Pasien Diabetes Mellitus Instalasi Rawat Jalan Di Rsud Dr

0 1 15

ANALISIS PENGGUNAAN OBAT HERBAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT JALAN ANALISIS PENGGUNAAN OBAT HERBAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.

0 2 15

EKSPLORASI KEBUTUHAN PASIEN RAWAT JALAN PADA PELAYANAN INFORMASI OBAT DI RUMAH Eksplorasi Kebutuhan Pasien Rawat Jalan Pada Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Kota Malang.

0 6 16

EVALUASI TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI INSTALASI Evaluasi Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kabupaten Sukoharjo.

1 4 14

EVALUASI TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI INSTALASI Evaluasi Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kabupaten Sukoharjo.

0 2 17

View of HUBUNGAN PELAYANAN INFORMASI OBAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN HIPERTENSI DI RSUD PENAJAM PASER UTARA

0 0 7