BAB II DIFUSI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
SERTA SISTEM INOVASI
“Setiap negara mempunyai Sistem Inovasi Nasional dengan corak yang
berbeda dan khas, yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya
masing-masing”
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Serpong, 20 Januari 2010
2.1. Pengembangan dan Pemanfaatan Iptek
Kegiatan penelitian yang dilaksanakan oleh para akademisi dan peneliti akan menghasilkan kemajuan iptek dan penguasaan
iptek, melalui proses penggunaan menghasilkan manfaat sosial ataupun ekonomi. Iptek akan menghasilkan manfaat sosial atau
ekonomi ketika digunakan oleh para pelaku yang bekerja dalam konteks yang berbeda dari konteks penelitian tersebut
dilaksanakan. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kemanfaatan iptek perlu menjawab permasalahan keterhubungan
linkage antara kegiatan penelitian iptek dan kegiatan penggunaan iptek. Permasalahan ini dalam literatur akademik dikenal sebagai
permasalahan alih iptek atau, dalam rumusan teoretik yang lebih maju, permasalahan difusi iptek.
Kajian-kajian dalam literatur akademik, khususnya bidang science and technology studies STS, memperlihatkan bahwa
upaya untuk memanfaatkan iptek menempuh proses yang kompleks, yang melibatkan transformasi pada iptek itu sendiri dan
berbagai aspek kelembagaan. Kompleksitas dari proses difusi iptek tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, perbedaan konteks.
Di satu sisi, iptek diteliti dan dikembangkan dalam konteks akademik, di mana prinsip kebenaran ilmiah merupakan prinsip
yang dipegang oleh para peneliti. Di sisi lain, pengguna iptek bekerja dalam situasi di mana berlaku kaidah-kaidah persaingan
pasar, nilai-nilai demokratik, dan norma-norma sosial.
Kaidah, nilai, dan norma tersebut tidak bertentangan, tetapi bekerja pada ranah dan bentuk kegiatan yang berbeda-beda. Suatu
iptek hasil penelitian akan mengalami difusi ketika berbagai kaidah, nilai, dan norma tersebut dapat bekerja tanpa disertai adanya
pertentangan. Sebagai ilustrasi, dalam konteks komersial suatu iptek akan digunakan oleh pelaku usaha ketika, selain menyangkut
aspek ilmiah, iptek tersebut juga memperbaiki efisiensi atau memberikan kepuasan yang lebih tinggi pada konsumen. Dalam
konteks sosial, iptek akan digunakan ketika memperbaiki kesetaraan sosial. Sebaliknya, ketika penggunaan iptek
menimbulkan kesenjangan sosial, dapat terjadi konflik dan penolakan yang pada akhirnya membuat difusi menjadi tidak
berkesinambungan.
Kedua, watak ko-evolusi dari proses difusi iptek. Ini merupakan implikasi dari perbedaan konteks dari kegiatan
penelitian dan pengembangan iptek serta kegiatan pemanfaatan iptek. Suatu proses difusi iptek melibatkan penyesuaian dan
penyelarasan nilai dan norma sejak di awal proses. Penyesuaian ini mencakup misalnya modifikasi rumusan masalah penelitian dengan
memperhitungkan berbagai kondisi penggunaan iptek, penetapan pilihan dalam pengembangan iptek dengan memperhatikan kaidah-
kaidah persaingan pasar, nilai-nilai sosial yang berlaku pada lingkup lokal, transformasi kelembagaan pada organisasi atau komunitas
pengguna iptek. Proses penyesuaian dan penyelarasan ini berlaku baik pada para peneliti iptek maupun para pengguna iptek, dan
berlangsung secara berangsur-angsur gradual mulai di awal tahap penelitian. Oleh karena itu disebut proses yang bersifat ko-
evolusioner.
Pemahaman akan watak ko-evolusioner dari proses difusi iptek juga mengkoreksi pertentangan antara pandangan supply
push dan demand pull. Proses difusi iptek melibatkan faktor supply dan demand secara serentak, yang disertai dengan penyesuaian
baik pada supply maupun demand. Teori ko-evolusioner juga mengoreksi metafor aliran hulu-hilir dari kegiatan penelitian ke
pemanfaatan iptek. Dalam metafor hulu-hilir iptek diasumsikan adanya aliran yang bergerak satu arah uni-directional. Dalam teori
ko-evolusioner, difusi berlangsung disertai dengan aliran hulu ke hilir, dan hilir ke hulu secara serentak dan terdapat interaksi antar
aliran tersebut.
13
2.2. Sistem Inovasi