BAB I PERENCANAAN ILMU PENGETAHUAN DAN
TEKNOLOGI UNTUK PEMBANGUNAN “
Untuk menjadi bangsa yang menguasai iptek, kita harus bisa menempatkan inovasi
sebagai urat nadi kehidupan bangsa Indonesia. Kita harus bisa menjadi
Innovation Nation —bangsa inovasi Rumah bagi manusia-manusia yang kreatif
dan inovatif ” Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Serpong, 20 Januari 2010
1.1. Permasalahan Pembangunan Bangsa
Pembangunan bangsa Indonesia yang kini tengah berlangsung dipandu oleh Visi Indonesia tahun 2025, yang
dinyatakan dalam kalimat “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur“. Dalam haluan visi tersebut, Kabinet Indonesia Bersatu II
Republik Indonesia KIB II RI menetapkan objektif untuk dicapai pada tahun 2014, yaitu “masyarakat-bangsa Indonesia yang
sejahtera, demokratis, dan berkeadilan.” Dalam upaya mewujudkan objektif tersebut, KIB II RI menggariskan pentingnya pendekatan
melalui pembinaan dan pemantapan manusia Indonesia yang berjatidiri Indonesia. Pada tataran implementatif, KIB II RI telah
menetapkan sebelas program prioritas yang dirumuskan untuk menjawab lima belas permasalahan pembangunan nasional yang
ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia. Permasalahan pembangunan nasional tersebut mencakup, di antaranya,
pembangunan hukum, penegakan keadilan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, pembangunan kesehatan
masyarakat dan ketahanan pangan, serta pembangunan infrastruktur.
Pada tataran global, terdapat dua permasalahan yang mendapat perhatian dari berbagai negara: pertama, krisis ekonomi
yang melanda negara-negara maju dan telah menimbulkan dampak global; kedua, perubahan iklim global sebagai efek kumulatif dari
ekploitasi lingkungan oleh negara-negara maju sejak terjadinya revolusi industri. Bagi bangsa-bangsa berkembang seperti bangsa
Indonesia, ke dua permasalahan tersebut menimbulkan tantangan baru dalam situasi di mana terdapat permasalahan mendasar yang
masih belum bisa terselesaikan seperti meluasnya kemiskinan, tingginya kesenjangan sosio-ekonomi, kebergantungan ilmu
pengetahuan dan teknologi iptek pada bangsa-bangsa maju, serta lemahnya basis iptek bagi industri, bisnis dan ekonomi. Berbagai
permasalahan tersebut memiliki dimensi antarbangsa, dan untuk menjawab permasalahan tersebut diperlukan pengembangan
hubungan-hubungan kerjasama antarbangsa baik dalam aspek ekonomi, lingkungan, iptek dan kebudayaan. Berbagai bentuk
kesepakatan antar bangsa terus-menerus diupayakan untuk menjawab permasalahan pembangunan internasional international
development problem tersebut seperti Millenium Development Goals MDGs 2015, Kyoto Protocol, Copenhagen Summit, World
Summit on Information Society WSIS, dan ASEAN-China Free Trade Agreement.
Jaringan kerjasama antarbangsa menyediakan peluang, sekaligus tantangan bagi pembangunan bangsa Indonesia.
Jaringan tersebut menyediakan sumber-sumber daya ekonomi, iptek, dan budaya yang dapat dimanfaatkan oleh bangsa-bangsa
yang terlibat dalam jaringan tersebut. Tetapi tidak ada satu bangsa pun di dunia yang bersedia mendahulukan kepentingan bangsa lain
sambil mengesampingkan kepentingan nasionalnya. Slogan-slogan ‘perdagangan bebas’ yang dikampanyekan negara-negara maju
sering disertai dengan kebijakan ekonomi nasional yang bernuansa proteksionistik. Begitu juga, kesepakatan-kesepakatan lingkungan
global sering sarat dengan perdebatan yang berlatar belakang kepentingan-kepentingan nasional. Oleh karena itu, untuk
memanfaatkan peluang yang disediakan dalam jaringan kerjasama antarbangsa Indonesia harus terus-menerus meningkatkan
kapabilitas bangsa, untuk memastikan hasil-hasil kerjasama yang setara dan berkeadilan. Dalam hal ini, penguasaan iptek dan tingkat
2
kemajuan kebudayaan merupakan unsur yang mendasar dari kapabilitas bangsa.
Pada tataran lokal atau nasional, tantangan besar untuk kemajuan perekonomian 20 tahun mendatang dihadapkan pada
permasalahan kemiskinan yang masih tinggi, dan permasalahan lain yang terkait yaitu pertumbuhan penduduk yang masih tinggi,
angkatan kerja yang meningkat dan konsentrasi perekonomian yang terkonsentrasi di pulau Jawa. Pada tahun 2008, jumlah
penduduk miskin tercatat berjumlah 34,96 juta jiwa 15,42 dan pada tahun 2009 Maret 2009 tingkat kemiskinan di Indonesia
turun menjadi
31,53 juta jiwa atau sekitar 14,15
. Jumlah penduduk miskin di desa menunjukkan lebih dominan yaitu sekitar
63,5 dan di kota sekitar 36,5. Untuk mewujudkan kemandirian, kemajuan ekonomi perlu
didukung oleh kemampuan mengembangkan potensi diri, yaitu melalui pengembangan perekonomian yang didukung oleh
penguasaan dan penerapan teknologi, berikut dengan peningkatan produktivitas, kreativitas dan kemampuan inovatif sumberdaya
manusia, pengembangan kelembagaan ekonomi yang efisien dengan menerapkan praktik-praktik terbaik dan prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik, dan penjaminan ketersediaan kebutuhan dasar dalam negeri. Salah satu contoh program pengentasan
kemiskinan adalah Program Desa Mandiri yang telah dimulai sejak tahun 2007. Selanjutnya untuk mempercepat pengentasan
kemiskinan, disamping usaha-usaha pemerintah yang telah dilakukan, diperlukan pula program-program implementasi teknologi
yang berorientasi pengentasan kemiskinan pro-poor technology yang dapat dilaksanakan melalui program-program difusi dan atau
transfer teknologi khususnya untuk usaha kecil dan menengah, dan penguatan institusi intermediasi.
Sebagai negara kepulauan atau biasa juga disebut benua maritim, Indonesia masih belum optimal memanfaatkan potensi
kelautannya yang meliputi aspek inventarisasi sumberdaya sampai dengan pemanfaatannya. Untuk itu dibutuhkan upaya
pembangunan kelautan yang bertumpu pada pengembangan sumber daya laut baik non hayati antara lain mineral, minyak dan
gas bumi maupun hayati antara lain peta potensi sebaran berbagai jenis ikan; pemahaman proses oseanografi yang juga
dapat dimanfaatkan untuk tujuan mitigasi bencana, perubahan iklim maupun utilitas kelautan lainnya; pengembangan industri dan jasa
maritim; dan aspek pertahanan dan keamanan yang terkait dengan kedaulatan laut Indonesia.
1.2. Perencanaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi