38
2.6 Teori Basis Ekonomi : Location Quotient LQ
Location Quotient merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk menunjukan lokasi pemusatanbasis aktivitas yang merupakan
perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah Rustiadi, 2003. Adapun kegiatan ekonomi suatu
wilayah dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam sektor pemenuhan kebutuhan tersebut
menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik
daerah maupun pasar luas wilayahdaerah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya
sendiri, dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang.
Location Quotient merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas
tersebut dalam total aktivitas wilayah. Asumsi dalam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi dan produktivitas tenaga kerja
seragam serta masing-masing industri menghasilkan produk atau jasa yang seragam. Berbagai dasar ukuran dalam pemakaian LQ harus disesuaikan
dengan kepentingan penelitian dan sumber data yang tersedia Blakey, 1884 Menurut Shukla 2000, jika penelitian untuk mencari sektor yang
kegiatan ekonominya dapat meberikan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya maka yang dipakai sebagai dasar ukuran adalah jumlah tenaga kerja sedangkan
bila keperluannya untuk menaikkan pendapatan daerah, maka pendapatan merupakan dasar ukuran yang tepat sedangkan jika hasil produksi yang
diperlukan maka jumlah hasil produksi yang dipilih. LQ juga menunjukan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada subsitusi impor yang potensial atau produk
dengan potensi ekspansi ekspor.
2.7 Pengembangan Agribisnis Perkebunan
Struktur ekonomi nasional, regional dan lokal yang masing berbasis sektor pertanian primer dengan orientasi produksi dan kegiatan industri yang
berbasis pertanian agroindustri, maka untuk meningkatkan pendapatan masyarakat adalah membangun dan mengembangkan secara bersama dan
konsisten. Untuk meningkatkan pendapatan riil petani, nilai tambah dan orientasi
39
pasar maka paradigma pembangunan pertanian perlu diubah dengan pendekatan agribisnis.
Agribisnis atau bisnis pertanian pada dasarnya merupakan kegiatan yang sangat luas, mencakup semua kegiatan mulai dari pengadaan dan
penyaluran sarana produksi sampai pada kegiatan tataniaga produk pertanian yang dihasilkan oleh uasahatani. Menurut Arsyad et al. dalam Limbong 2003
yang dimaksud dengan agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan darai mata rantai produksi, pengolahan
hasil dan pemasaran yang berhubungan dengan pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti luas yang dimasud adalah kegiatan usaha yang menunjang
kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian. Menurut Saragih 2001, sistem agribisnis dibagi menjadi 4 empat
sub-sistem yaitu : 1 sub-sistem agribisnis hulu up strem agribusines yaitu usaha-usaha
menghasilkan sarana produksi bagi pertanian seperti usaha pembibitanperbenihan, agrokimia pupuk, pestisida, obatvaksin hewan
dan agrootomotif alat dan mesin pertanian ; 2
sub-sistem agribisnis usahatanibudidaya pertanian on farm agribusiness yaitu usaha-usaha yang mengkombinasikan barang-barang modal
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dan proses produksi biologis tanamanhewan untuk menghasilkan komoditas pertanian primer , yang
meliputi : usahatani tanaman pangan, usahatani holtikultura, usahatani tanaman obat biofarmaka, usahatani perkebunan, usaha peternakan,
usaha perikanan dan usaha kehutanan ; 3
sub-sistem agribisnis hilir pertanian down strem agribusiness yaitu usaha- usaha yang mengelolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan
sesuai dengan kebutuhan pasar. Hal ini mencakup usaha pengolahan makanan dan minuman, usaha pengolahan pakan ternak ikan, usaha
pengolahan barang-barang serta alam, usaha farmasi, usaha estetika dan energi alternatif ;
4 sub-sistem jasa penunjang agribisnis supporting institution yaitu usaha-
usaha yang menyediakan jasa bagi ketiga subsitem agribisnis diatas. Hal ini mencakup usaha perkreditan perbankan, usaha asuransi, usaha
transportasi, litbang, pendidikan dan kebijakan ekonomi.
40
Sub sistem agribisnis hulu adalah seluruh kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi, seperti : a industri agrokimia pupuk, pestisida
dan lain-lain, b industri agrootomotif mesin dan peralatan, c industri perbenihanbibit. sub sistem agribisnis usahatani atau pertanian primer, dahulu
disebut farming system adalah kegiatan yang menghasilkan komoditas pertanian primer. Sub sistem agribisnis hilir adalah kegiatan ekonomi yang mengolah
komoditas pertanian primer menjadi produk olahan, baik yang berbentuk produk antara intermediate product maupun bentuk produk akhir finished product
serta pemasarananya. Sedangkan sub sistem jasa penunjang agribisnis yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub sistem agribisnis lainnya,
seperti lembaga keuangan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan penyuluhan serta jaringan informasi dan kelembagaan lainnya.
Selanjutnya dalam pengertian umum yang digunakan saat ini, sistem agribisnis sebenarnya terdiri dari lima bentuk kegiatan, yaitu 1 kegiatan
pertanian budidaya sebagai kegiatan utama dan didukung oleh 2 pengadaan sarana produksi pertanian saprotan, 3 agroindustri pengolahan, 4
pemasaran dan 5 jasa-jasa penunjang Saragih dan Krisnamurthi, 1994. Jika dilakukan pengelompokan kegiatan pertanian budidaya akan dimasukan
sebagai kegiatan usahatani on-farm activities, sedangkan pengadaan sarana produksi, agroindustri pengolahan, pemasaran dan jasa-jasa penunjang
dikelompokkan kedalam kegiatan luar usahatani off-farm activities. Pola pengembangan agribisnis perkebunan ditunjukkan sebesar-
besarnya untuk kesejahteraan masyarakat, maka pola pengembangan yang diterapkan harus dapat melibatkan peran serta masyarakat. Untuk itu pola
pengembangan yang sesuai dilaksanakan dalam agribisnis perkebunan adalah suatu pola yang melibatkan petani, pemerintah dan ivestor.
Menurut Nogoseno 2003, ada beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam pengembangan agribisnis perkebunan yaitu :
1. Optimalisasi pemanfaatan aset pada subsitem on-farm peremajaan dan diversifikasi.
Optimalisasi dilakukan melalui peremajaan perkebunan dan diversifikasi usahatani. Peremajaan pada dasarnya dilakukan untuk mengkondisikan agar
tanaman selalu pada posisi berproduksi optimal. Sasaran peremajaan adalah tanaman tua dan tanaman yang secara ekonomia tidak produktif lagi.
41
Pelaksanana peremajaan dilakukan sedemikian rupa sehingga areal pertanaman masih memungkinkan sebagai sumber pendapatan yang memadai bagi petani.
Diversifikasi dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa melalui penganekaragaman usahatani. Pelaksanaan diversifikasi dapat
dilakukan pada areal pertanaman yang sudah ada existing maupun pada areal yang diremajakan. Diversifikasi pada areal existing maupun pada areal yang
diremajakan dapat dimasukkan tanaman tumpangsari, tanaman perkebunan lainnya. Beberapa diversifikasi usahatani yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a tumpangsari perkebunan dengan tanaman semusim, b tumpangsari dengan tanaman tahunan
2. Penganekaragaman produk Product devercitication dan pemasaran Selama ini petani perkebunan hanya memperoleh pendapatan dari
penjualan komoditi mentah. Kegiatan penganekaragaman produk dimaksudkan untuk menambah peluang petani dalam memperoleh tambahan produk-produk
olahan lainnya. Untuk itu diperlukan unit pengolahan terpadu baik dalam unit kecil maupun unit besar, sekaligus penanganan pemasarannya. Keterlibatan
petani dalam pemasaran perlu ditumbuh kembangkan sejak awal sehingga petani dapat berkiprah secara utuh dalam agribisnis komoditi perkebunan
3. Pemberdayaan petani dan kelembagaan Pemberdayaan petani dan kelembagaan merupakan salah satu faktor
penting dalam pengembangan agribisnis komoditi perkebunan terutama kaitannya dengan upaya meningkatkan kemampuan dalam penguasaan
teknologi, informasi dan akses terhadap sumber-sumber pembiayaan serta pemasaran. Pemberdayaan dilakukan terhadap individu dan kelompok melalui
kelembagaan yang bersifat ekonomi koperasi dan kelembagaan yang bersifat non ekonomi asosiasi dengan sasaran: a meningkatkan kemampuan dan
kemandirian dalam pengembangan dan pengolahan organisasi usaha, b meningkatkan kemampuan mengakses sumber-sumber teknologi, informasi,
pembiayaan dan pasar c meningkatkan posisi tawar petani terhadap mitra usaha. Kontribusi pemerintah terbatas dalam pemberdayaan petani terbatas
sebagai fasilitator dan regulator, sedangkan inisiatif dan operasional pemberdayaan adalah petani dan mitra usaha
42
2.8 Ikhtisar