Analisis Finansial Usahatani CoklatKakao

76 sebesar nilai IRR tersebut maka manfaat keuntungan yang dihasilkan NPV adalah bernilai nol. Sedangkan nilai net BC Ratio sebesar 0,87 mengandung makna untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat masing-masing sebesar Rp 0,87 atau dengan kata lain manfaat yang diperoleh adalah 0,87 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan. Nilai NPV sebesar Rp 484.836,65, artinya usahatani kemiri rakyat di Kabupaten Muna memberikan keuntungan sebesar nilai NPV tersebut selama kurun waktu 15 tahun menurut nilai sekarang per satu hektar kebun kemiri. Nilai NPV tersebut relatif sangat rendah, jika dibandingkan dengan resiko kegagalan yang akan dihadapi selama kurun waktu produksi 15 tahun. Dengan net BC kecil 0,87 dan IRR besar 15,48 persen serta NPV yang relatif rendah Rp 484.836,65 belum mampu mengatasi permasalahan kemiskinan petani kemiri di Kabupaten Muna . Oleh karena itu nilai Net BC dan IRR dari usahatani kelapa perlu ditingkatkan melalui peningkatan teknologi, penciptaan pasar produk kemiri yang kompetitif, adanya diversifikasi produk dan pemanfaatan produk samping oleh petani akan dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani yang selanjutnya diharapkan akan dapat mengurangi kemiskinan petani kemiri. Kecilnya nilai NPV tersebut karena harga kemiri yang masih rendah di tingkat petani yaitu sebesar Rp 1.750kg. Kecilnya nilai NPV, net BC dan IRR menunjukan bahwa usahatani yang diguluti oleh petani kemiri selama ini belum dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, hanya mampu mencukupi kebutuhan pokok minimal mereka. Untuk meningkatkan kesehateraan petani kemiri perlu memperbaiki teknologi dan posisi tawar terhadap mitra usaha. Selain itu tingkat produktivitas kemiri masih rendah yaitu rata-rata 0,77 tonha.

5.2.2.5 Analisis Finansial Usahatani CoklatKakao

Pada usahatani coklatkakao di Kabupaten Muna secara finansial layak untuk diusahakan walaupun sangat sensitif karena nilai NPV yang diperoleh hanya Rp 450.544,68, nilai Net BC Ratio 0,85 serta nilai IRR 15,25 persen. Nilai IRR yang diperoleh masih sedikit besar dari suku bunga tabungan yang berlaku di lokasi kajian yaitu sekitar 12 persen. Artinya daripada modal yang dimiliki disimpan di Bank maka akan lebih bermanfaat kalau diinvestasikan pada usahatani coklatkakao walaupun selisinya sangat kecil. Namun nilai IRR tersebut masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan suku bunga 77 pinjaman yang berlaku dilokasi kajian yaitu sekitar 18 persen. Kondisi ini mengidentifikasikan bahwa bila usahatani coklatkakao harus menggunakan dana pinjaman atau kredit Bank maka dapat dikatakan tidak layak untuk diusahakan. Nilai IRR tersebut dapat juga mengandung makna pada tingkat suku bunga atau tingkat diskonto sebesar nilai IRR tersebut maka manfaat keuntungan yang dihasilkan NPV adalah bernilai nol. Sedangkan nilai net BC Ratio sebesar 0,85 mengandung makna untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat masing-masing sebesar Rp 0,85 atau dengan kata lain manfaat yang diperoleh adalah 0,85 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan. Nilai NPV sebesar Rp 450.544,68, artinya usahatani coklatkakao rakyat di Kabupaten Muna memberikan keuntungan sebesar nilai NPV tersebut selama kurun waktu 15 tahun menurut nilai sekarang per satu hektar kebun coklatkakao. Nilai NPV tersebut relatif sangat rendah, jika dibandingkan dengan resiko kegagalan yang akan dihadapi selama kurun waktu produksi 15 tahun. Dengan Net BC kecil 0,85 dan IRR besar 15,25 persen serta NPV yang relatif rendah Rp 450.544,68 belum mampu mengatasi permasalahan kemiskinan petani coklatkakao di Kabupaten Muna . Oleh karena itu nilai net BC dan IRR dari usahatani coklatkakao perlu ditingkatkan melalui peningkatan teknologi, penciptaan pasar produk kelapa yang kompetitif, adanya diversifikasi produk dan pemanfaatan produk samping oleh petani akan dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani yang selanjutnya diharapkan akan dapat mengurangi kemiskinan petani coklatkakao. Kecilnya nilai NPV tersebut karena harga coklatkakao yang masih rendah di tingkat petani yaitu sebesar Rp 2.200kg. Kecilnya nilai NPV, net BC dan IRR menunjukan bahwa usahatani yang diguluti oleh petani selama ini belum dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, hanya mampu mencukupi kebutuhan pokok minimal mereka. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani perlu memperbaiki teknologi dan posisi tawar terhadap mitra usaha. Selain itu tingkat produktivitas coklatkakao juga masih rendah yaitu rata-rata 0,40 tonha. Masih ada peluang untuk memperbaiki melalui peningkatan teknologi budidaya sehingga produktivitasnya dapat mencapai kondisi optimal yaitu 2,5-3,0 ton per hektar Brotosunaryo, 2002. 78 5.3 Pola Pemasaran Komoditi Perkebunan di Kabupaten Muna 5.3.1 Saluran Pemasaran dan Harga Komoditi Kelapa Saluran pemasaran komoditi kelapa yang dikembangkan di Kabupaten Muna, secara umum menunjukkan ada tiga model pemasaran yang dimulai dari tingkat petani sampai ke pedagang eksportir yang berlokasi di Ujung Pandang. Uraian selengkapnya mengenai saluran pemasaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 32. Gambar 32. Saluran Pemasaran Komoditi Kelapa BPMD Kabupaten Muna Pada Gambar 32, menunjukan bahwa dari tiga saluran pemasaran komoditi kelapa yang terpanjang adalah saluran pemasaran pertama I yang melibatkan lima pelaku pasar yaitu : petani, pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang kabupaten, pedagang besar dan pedagang eksportir yang berkedudukan di Ujung Pandang. Saluran pemasaran tipe I umumnya ditemukan kabupaten dalam lokasi kajian. Karakteristik dalam saluran ini dicirikan oleh : kendala yang dihadapi petani baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi yang rendah, modal untuk biaya pengangkutan dan jarak ketempat penjualan jauh. Harga jual yang diterima petani sangat rendah yaitu Rp 1.000-Rp 1.500 per biji kelapa, dengan kualitas kadar air berkisar antara 7–15. Saluran pemasaran II dimana petani langsung menjual hasil produksi kelapa ke pedagang tingkat Kabupaten. Karakteristik dalam saluran pemasaran ini ditandai oleh petani yang mempunyai produksi lebih banyak, mempunyai modal untuk biaya pengangkutan dan biasanya lokasi petani dekat dengan Petani Pedagang Pengumpul Tingkat Desa Pedagang Tingkat Kabupaten Pedagang Besar Eksportir IIII II Rp. 1.000 – 1.500 Rp. 1.500 – 1.600 Rp. 1.600 – 1.800 I 79 tempat penjualan ke pedagang tingkat kabupaten. Harga jual komoditi kelapa berkisar antara Rp 1.500-Rp 1.600 per biji kadar air sekitar 7 persen, persentase kerusakan produksi rendah dan jumlah penawaran secara agregat. Jumlah penawaran secara agregat ini artinya tingkat penawaran kopra sangat tinggi dalam skala propinsi panen awal sedang tingkat permintaan rendah, sehingga harga yang terbentuk cenderung lebih rendah. Saluran pemasaran III, merupakan kelanjutan saluran pemasaran tipe II, dimana hasil produk kopra dari petani dijual oleh pedagang kabupaten ke tingkat pedagang ekspor yang umumnya berlokasi di Provinsi Sulawesi Selatan tanpa melalui pedagang besar, pola pemasaran demikian umumnya juga bersifat temporer hanya saat produksi banyakpanen awal. Harga jual komoditi kopra berkisar Rp 1.600-Rp 1.800 per biji

5.3.2 Saluran Pemasaran dan Harga Komoditi Kopi