berusaha lebih giat dalam mengerjakan soal sehingga mereka dapat meluapkan kepuasan yang sama.
2.1.5 Model Pembelajaran Ekspositori
Model pembelajaran ekspositori adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada peserta didik di dalam kelas dengan cara berbicara di awal
pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab Suyitno, 2011: 44. Dalam penerapan model pembelajaran ini, dominasi guru banyak
berkurang karena guru tidak terus menerus berbicara melainkan ada sesi tanya jawab dan pemberian latihan kepada siswa. Siswa mendengar dan membuat
catatan tentang materi pelajaran. Guru menyajikan bahan yang telah dipersiapkan secara rapi, sistemik, dan lengkap sehingga siswa tinggal menyimak penjelasan
secara tertib dan teratur. Menurut Syah 2001: 246, sintaks model pembelajaran ekspositori adalah
sebagai berikut: 1 Persiapan preparation, yakni guru mempersiapkan bahan pelajaran
yang lengkap dan sistematis. 2 Apersepsi apperception, yakni guru bertanya dan menguraikan materi
untuk mengarahkan perhatian para siswa terhadap materi yang hendak disajikan.
3 Penyajian presentation, yakni guru menyajikan bahan pelajaran secara lisan atau dengan cara menyuruh siswa membaca bahan yang berkenaan
dari buku teks, diktat, atau tulisan di papan tulis. 4 Penyebutan kembali recitation, yakni guru menyuruh siswa
menyatakan kembali pokok kandungan materi pelajaran yang telah disajikan dengan menggunakan kata-kata sendiri.
2.1.6 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu aspek yang harus dicapai siswa dalam mempelajari matenatika. Dalam kegiatan kemampuan
pemecahan masalah, setiap siswa harus mampu menerapkan konsep dan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah yang bersifat tidak rutin.
Untuk membedakan masalah rutin dan tidak rutin dibutuhkan suatu pemahaman tentang maksud dari soal tersebut dan alur berpikir untuk
menyelesaikannya. Menurut Suherman 2003: 94 , “masalah rutin biasanya
mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari, sedangkan masalah tidak rutin dibutuhkan suatu pemikiran
yang mendalam untuk sampai pada prosedur yang benar ”.
Menurut Woolfolk 2001: 290, problem solving is usually defined as formulating new answers, going beyond the simple application of previously
learned rules to achieve a goal. Hal ini berarti pemecahan masalah biasanya didefinisikan sebagai merumuskan jawaban baru, melampaui aplikasi sederhana
dari proses belajar sebelumnya untuk mencapai tujuan. Menurut Sumarmo sebagaimana dikutip oleh Arniati 2010 indikator
pemecahan masalah matematis adalah sebagai berikut. a. Siswa dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang
ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. b. Siswa dapat merumuskan masalah matematika atau menyusun model
matematika. c. Siswa dapat menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai
masalah dalam atau luar matematika. d. Siswa dapat menjelaskan atau menginterpretasikan hasil permasalahan.
e. Siswa dapat menggunakan matematika secara bermakna.
Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, peneliti membimbing siswa untuk menggunakan pendekatan pemecahan masalah Polya.
Dengan belajar menggunakan pendekatan tersebut diharapkan siswa mampu menggunakan dan mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan matematika. Selain itu, peneliti juga menetapkan langkah Polya sebagai aspek yang dinilai dalam kegiatan pemecahan
masalah. Kedua hal tersebut dituangkan peneliti dalam RPP dan pedoman penskoran seperti pada Lamiran 23 dan Lampiran 22.
2.1.7 Media Pembelajaran