156
Tabel 4.2 Matriks Hasil Temuan Penelitian Aspek
Subjek Pertama Subjek Kedua
Subjek Ketiga
1. Latar belakang
subjek 1.
Identitas diri subjek
Nama: WD Jenis kelamin: Laki-laki
Usia: 10 tahun Anak kedua dari tiga bersaudara.
Mempunyai kakak
kembar, berjenis kelamin perempuan dan
laki-laki Ayah bekerja sebagai pengawas
bangunan dan ibu bekerja sebagai pegawai pabrik
Selama orang tua bekerja subjek diasuh oleh bibi subjek
Pemberian toilet training yang dilakukan
orang tua
mulai diperkenalkan sejak WD berusia 5-
6 tahun.
1. Identitas diri subjek
Nama: OT Jenis kelamin: Perempuan
Usia: 9 tahun Anak kedua dari dua bersaudara.
Mempunyai satu kakak berjenis kelamin laki-laki bernama RN.
Ayah mempunyai usaha bengkel genset dan ibu merupakan seorang
ibu rumah tangga. Kegiatan sehari-hari OT setiap
sekolah OT selalu diantar dan ditunggu oleh ibunya.
1. Identitas diri subjek
Nama : DV Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 9 tahun Anak kedua dari dua bersaudara.
Mempunyai satu kakak perempuan bernama KT.
Ayah DV sudah meninggal dunia sejak DV berusia dua tahun. Ayah DV
meninggal pada usia muda karena stroke.
Ibu DV sehari-hari mengurus DV, mengurus rumah dan mempunyai
usaha warung sembako di rumahnya. Ibu DV menjadi tulang punggung
keluarga karena ayah DV telah meninggal dunia.
DV hanya tinggal bertiga bersama ibu dan kakak perempuannya.
2. Kondisi fisik dan psikologis
Secara fisik WD memiliki wajah selayaknya anak down syndrome
pada umumnya, matanya sipit miring ke atas, wajahnya bulat, dan
berleher
pendek. Tubuh
WD gemuk dan berambut cepak lurus.
2. Kondisi fisik dan psikologis
Secara fisik OT memiliki wajah selayaknya anak down syndrome
pada umumnya. Mata OT miring kebawah,
hidungnya kecil
dan mempunyai mulut yang lebar dengan
lidah yang menjulur keluar jika tidak
2. Kondisi fisik dan psikologis
Saat ibu DV mengandung DV banyak masalah kesehatan yang dialami oleh
ibu DV. Ketika kehamilan memasuki umur tiga bulan ibu DV mengalami
sakit
cacar air.
Dokter yang
memeriksa ibu
DV sudah
157
WD memiliki permasalahan dalam komunikasi
khususnya dalam
pengucapan yang tidak jelas. Sejak kecil WD sakit-sakitan
Saat berusia tiga tahun WD pernah sakit flek selama satu tahun.
Menurut ibu WD karena sampai usia beberapa bulan kondisi WD
sangat lemas,
WD menjalani
berbagai terapi yaitu terapi pijat dan terapi dari dokter.
WD merupakan anak yang manja, ia lebih suka disayang diusap dan
digendong. WD akan semakin marah, Jika
sekali waktu
ia marah
atau ngambek kemudian orang tua
malah bersikap keras kepada WD mengatupkan mulutnya.
Badan OT kurus dan berkulit hitam, berbeda dengan ayah dan ibu OT
yang berkulit kuning langsat. OT merupakan tipe anak yang
sedikit pemalu dan penurut. OT sangat dekat dengan kedua orang
tuanya, OT lebih manja dengan ayahnya daripada dengan ibunya.
Jika OT ditanyakan sesuatu oleh orang lain, OT berani menjawab
pertanyaan walau dengan malu- malu.
Walaupun keadaan perkembangan yang terlambat dari pada anak
normal, tapi OT jarang sakit dan tidak pernah masuk rumah sakit.
Sejak OT bayi orang tua OT sibuk mencari
informasi terapi
dan pengobatan-pengobatan
alternatif agar keadaan dan perkembangan OT
membaik. Umur dua tahun OT belum dapat
berbicara dan berjalan, dengan kondisi lidah yang menjulur keluar.
memprediksikan bahwa anak yang akan dilahirkan ibu DV cacat
Kemudian saat ibu DV mengandung enam bulan ibu DV terserang penyakit
cikungunya.
Menurut ibu DV dari kecil kondisi kesehatan DV sangat bermasalah. Saat
dilahirkan kondisi DV sangat lemas, dan sampai usia beberapa bulan
kondisi DV sangat lemas seperti tidak bertulang.
DV berobat di rumah sakit Karyadi Semarang
dan dirujuk
untuk menjalani
terapi di
YPAC. Perkembangan motorik DV terlambat,
DV bisa berjalan saat ia berumur dua setengah tahun.
Kemampuan berkomunikasi DV masih belum berkembang dengan baik
karena DV belum bisa berbicara. DV hanya bisa mengoceh dan berteriak-
teriak tidak jelas.
DV merupakan anak yang manja dan
sangat dekat dengan ibunya.
Menurut ibu DV, DV merupakan anak yang baik. DV cenderung anak yang
tidak nakal. DV anak yang jarang mengambek namun DV suka marah-
marah
jika keinginannya
tidak
dimengerti ibu atau kakaknya.
158
3. Lingkungan dan interaksi sosial