Latar Belakang Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada, Amerika, dan Rusia, World Resources Institute, 2001, serta wilayah laut teritorial seluas 5,1 juta km 2 63 dari total wilayah teritorial Indonesia, ditambah dengan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km 2 , sesungguhnya Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar dan beranekaragam. Berdasarkan data dari Departemen Dalam Negeri 2004, jumlah pulau di Indonesia pada tahun 2004 adalah sebanyak 17.504 buah, 7.870 buah diantaranya telah mempunyai nama dan sisanya 9.634 belum memiliki nama. Dari sekian ribu pulau tersebut, sebagian besar merupakan pulau-pulau berukuran kecil yang jumlahnya lebih dari 10.000 buah Dishidros, 1997 yang diacu dalam Ello dan Subandi, 1998. Dalam pembangunan berkelanjutan, keberadaan pulau-pulau kecil sangat strategis sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru dalam mengatasi krisis ekonomi yang menimpa Indonesia saat kini. Di samping memiliki jumlah yang banyak, pulau-pulau kecil pada umumnya memiliki potensi sumberdaya alam daratan terestrial yang sangat terbatas, tetapi sebaliknya memiliki potensi sumberdaya kelautan yang cukup besar, dimana potesi perikanan di pulau-pulau kecil didukung oleh adanya beragam ekosistem seperti terumbu karang coral reefs , padang lamun seagrass dan vegetasi bakau mangrove. Pulau-pulau kecil juga memiliki banyak tempat-tempat yang indah dan nyaman untuk wisata seperti pantai berpasir putih, dan terumbu karang. Selain itu terdapat pula jasa-jasa lingkungan laut yang dapat dikembangkan untuk kegiatan transportasi laut. Sumberdaya kelautan tersebut kesemuanya merupakan potensi yang memiliki nilai tinggi bagi peningkatan pendapatan masyarakat lokal dan daerah. Salah satu contoh gugusan pulau-pulau kecil yang memiliki tipe-tipe ekosistem dan sumberdaya sebagaimana tersebut di atas adalah Kepulauan Karimunjawa. Secara administratif Kepulauan Karimunjawa berada di wilayah Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. 2 Kepulauan Karimunjawa terdiri dari 27 pulau tercakup ke dalam 3 desa yaitu desa Karimunjawa, Kemujan dan Parang. Data statistik menunjukkan, dari ke tiga desa ini jumlah penduduk kepulauan Karimunjawa sebanyak 8.842 orang. Jumlah penduduk sebesar ini, sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan petanipembudidaya laut sebanyak 2.883 orang 42,90 , buruh dan penggali 294 orang 3,33 , pedagang dan konstruksi 319 orang 3,61 , PNS dan ABRI 242 orang 2,75 , sisanya bekerja di angkutan dan jasa lainnya BPS Kabupaten Jepara, 2005. Potensi sumberdaya Kepulauan Karimunjawa adalah: keanekaragaman jenis biota laut seperti biota karang 90 jenis, ikan karang 242 jenis, beberapa jenis udang dan lobster, penyu 2 jenis, rumput laut 10 genus, padang lamun 10 genus, vegetasi mangrove 11 jenis, dan berbagai biota laut lainnya serta didukung oleh kondisi airnya yang jernih, dikelilingi pulau-pulau besar dan kecil memberikan nilai tersendiri bagi keindahan alam Karimunjawa yang mempesona Martoyo, 1998. Menurut laporan BPS Jawa Tenga h 2000, penghasilan utama di Kepulauan Karimunjawa adalah ikan laut terutama jenis tongkol dan berbagai jenis ikan karang seperti kakap, kerapu sunuk, napoleon dan lobster yang dihasilkan melalui pengoperasian 1.092 unit, dari berbagai unit alat tangkap dengan jumlah armada mencapai 304 buah. Upaya untuk melindungi ekosistem dan sumberdaya tersebut di atas, Pemerintah melalui Departemen Kehutanan pada tahun 1988 melakukan kebijakan dengan menetapkan Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional Laut yang dituangkan ke dalam SK. Menteri Kehutanan. No. 161Menhut-II1988. Sebagai Taman Nasional, maka bentuk pengelolaannya pengaturan ruang didasarkan pada sistem Zonasi, hal ini sesuai dengan UU. No. 5 tahun 1990. Sedangkan peraturan perundangan yang terbaru menggunakan UU. No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yang di dalamnya juga mengatur pengelolaan kawasan konservasi ekosistem. Sejak ditetapkannya Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional tahun 1988 hingga kini bentuk pengelolaannya yang berupa sistem zonasi masih mengacu pada Dokumen Rencana Induk Taman Nasional Laut Kepulauan 3 Karimunjawa yang disusun oleh Pemerintah Daerah Propinsi Dati I Jawa Tengah tahun 1988, dan hingga kini masih belum mengalami revisi. Penetapan zonasi yang telah diberlakukan selama kurang lebih 18 tahun yang lalu ternyata hingga kini masih menyisakan berbagai persoalan yang berkaitan dengan kondisi biofisik sumberdaya dan ekosistem yang tidak semakin membaik, dan berbagai kerusakan masih saja terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan penetapan Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional Laut marine protected area hingga kini masih belum bisa sepenuhnya memenuhi fungsi dan tujuan yang diharapkan sebagai suatu kawasan konservasi. Sebetulnya kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerinta h Daerah Kabupaten Jepara saat ini telah mengarah kepada pengelolaan Kepulauan Karimunjawa yang berkelanjutan, seperti yang tertuang dalam APBD tahun 2006 mencantumkan bahwa beberapa hal yang menjadi fokus perhatian adalah penataan zonasi, konservasi alam, pengembangan wisata bahari dan budidaya laut, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Demikian pula kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Tengah yakni Kepulauan Karimunjawa dijadikan sebagai salah satu andalan atau sektor utama untuk pembangunan Jawa Tengah lima tahun ke depan 2003-2008 sebagai salah satu daerah tujuan untuk pengembangan wisata bahari yang mampu meningkatkan kesejahteraan pendapatan masyarakat setempat di satu sisi, dan dapat memelihara kelestarian lingkungan ekosistem di sisi lain, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan daerah No.11 tahun 2003 tentang Rencana Strategis Daerah Jawa Tengah tahun 2003-2008. Namun implementasi keterpaduan pengelolaan dalam hal ini pengaturan terpadu pemanfaatan sumberdaya kawasan, dan bagaimana pengaturanpenetapan jenis-jenis kegiatan untuk berbagai kepentingan pemanfatan belum terlihat formulasinya. Di samping itu, penentuan prioritas dari beberapa alternatif strategi kebijakan yang mengakomodasi dari berbagai sektor kepentingan juga belum ditentukan. Implementasi kebijakan dalam pengelolaan Kepulauan Karimunjawa yang sedang berjalan saat ini terlihat masih bersifat sektoral, belum adanya keterpaduan sektor, belum mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders, dan belum terlihat dilibatkannya masyarakat secara penuh yang dapat mewakili semua unsur lapisan masyarakat yang ada baik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Sebagai contoh, sejauh pengamatan peneliti di lapang masih belum terwakilinyatersalurkannya aspirasi kelompok masyarakat tertentu dari 4 perwakilan masing-masing desa, dan para stakeholders lain dalam proses penyusunan zonasi baru, dan belum terpadunya program kegiatan antar sektor pelaku pembangunan instansidinas terkait dalam satu paket kegiatan dan pengelolaan terpadu, hal ini bisa terlihat karena dalam kenyataannya masing- masing sektor membuat program kegiatan sendiri-sendiri, belum terlihat keterpaduan program kegiatan secara sinergis baik di lingkup Pemerintahan Kabupaten dengan Pemerintah Propinsi maupun dengan Pemerintah Pusat Departemen Kelautan dan Perikanan, sehingga berimplikasi timb ulnya berbagai masalah yang berkaitan dengan konflik pemanfatan dan kerusakan sumberdaya dan ekosistem seperti yang terjadi sekarang ini. Indikasi kerusakan ekosistem dan sumberdaya kawasan Taman Nasional Karimunjawa secara kuantitatif sangat jelas terlihat, dan dari tahun ke tahun kondisinya sangat mengkhawatirkan. Data kerusakan atas ekosistem dan sumberdaya dapat ditunjukkan dalam laporan hasil penelitian di bawah ini. Laporan Propinsi Daerah Tk. I Jawa Tengah 1988, dan laporan hasil penelitian Supriharyono, et al., 1992; 1999 yang menyebutkan adanya perubahan persentase karang hidup dari tahun 1988, 1992 dan 1999 di beberapa pulau yaitu pulau Menjangan Besar zona pemanfaatan dari 70 menjadi 33 dan 32,5 ; pulau Menjangan Kecil zona pemanfaatan dari 70 menjadi 37 dan 35,7 ; dan pulau Cemara Kecil zona perlindungan dari 55 menjadi 56 dan 43,9 . Menurut Manoppo 2002, persentase penutupan karang hidup mengalami perubahan dari tahun 1997, 1999 dan 2000 di pulau Menjangan Kecil berturut-turut dari 39,42 menjadi 37,80 dan 37,66 ; pulau Cemara Kecil dari 62,02 menjadi 63,09 dan 63,12 . Sedangkan menurut laporan penelitian Balitbang tahun 2003, bahwa persentase tutupan karang hidup di beberapa pulau adalah relatif kecil, seperti di P. Menjangan Besar sebesar 27 , P. Cemara Kecil sebesar 30 , dan P. Menjangan Kecil sebesar 35 . Penutupan vegetasi mangrove juga mengalami perubahan yang menyusut dari tahun 1997 ke tahun 1999 yaitu 587,88 ha menjadi 576,81 ha, dan penambahan luasan areal tambak dari 11,61 ha 1997 menjadi 23,40 ha 1999. Produksi ikan yang tertangkap di Kepulauan Karimunjawa juga mengalami penurunan dari tahun 2000 sebesar 56.292 kg menjadi 48.659 kg BPS Jawa Tengah, 2001. 5 Berdasarkan atas kondisi dan permasalahan tersebut, kiranya untuk mengatasi konflik pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang terjadi dan sebagai acuan untuk memandu rencana pengelolaan jangka panjang ke depan, sudah saatnya segera dilakukan penentuan zonasi baru atau melakukan zonasi ulang. Zonasi yang akan ditentukan dalam penelitian ini menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yakni menekankan pada kriteria ekologi, ekonomi dan sosial. Selanjutnya, mengintegrasikan hasil penentuan zonasi tersebut dengan aspirasiusulan masyarakat dan kesesuaian lahan lokasi serta pemanfaatan lahan perairan saat ini present landuse, dan selanjutnya diperoleh penentuan akhir zonasi. Kemudian, sebagai arahan pengelolaan jangka panjang ke depan, dilakukan analisis kebijakan untuk menentukan alternati f strategi kebijakan mana yang perlu diprioritaskan untuk dilaksanakan terutama bagi penentu kebijakan dalam rangka pengelolaan dan pengembangan Kepulauan Karimunjawa secara berkelanjutan. Hingga saat ini penentuan zonasi untuk kawasan konservasi dengan pendekatan seperti dalam penelitian ini belum ada. Umumnya, penentuan zonasi hanya dilakukan berdasarkan atas kriteria ekologi atau ekologi dan sosial. Penelitian yang dilakukan Suryanto 2000 di Kepulauan Karimunjawa bahwa dalam penentuan zonasi didasarkan atas pendekatan Indeks Kepekaan Lingkungan IKL yang menekankan pada nilai-nilai ekologis atau ekosistem; sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Soselisa 2006 di gugusan pulau-pulau Padaido Kabupaten Biak bahwa dalam penentuan zonasi didasarkan atas kriteria ekologi, ekonomi dan sosial, tapi tidak mengintegrasikannya dengan aspirasi masyarakat dan kesesuaian lahan lingkungan. Oleh karena itu, diharapkan dari penelitian ini akan diperoleh suatu hasil yang lebih komprehensif dan dapat diaplikasikan ke lapangan, yaitu di satu sisi hasil penelitian ini dapat diterima dan bermanfaat bagi masyarakat, di sisi lain kelestarian ekosistem dan sumberdaya yang ada dapat terpelihara kelestariannya.

1.2 Perumusan Masalah