Hubungan antara Jangkauan Pelayanan dan Index Kinerja
kata lain BPR tersebut dalam memperluas jangkauan pelayanannya tidak memperhatikan aspek-aspek sustainability yang dapat membuat BPR tersebut
kedepannya mengalami vailid. Temuan lainnya yang menarik untuk diperhatikan, adalah nilai rasio
BOPO bukan penentu paling utama dari index kinerja BPR. Hal ini terlihat dari adanya BPR yang memiliki rasio BOPO yang rendah, dan modal inti yang sedang
dan besar, tapi tergolong pada BPR dengan kinerja menengah dan buruk. Faktor yang menyebabkan hal tersebut dikarenakan rasio lain pembentuk index kinerja
memiliki nilai yang buruk. Artinya setiap variabel rasio memiliki pengaruh terhadap penentuan kinerja BPR, walaupun yang digunakan brenchmark dalam
pembentukkan index kinerja tersebut adalah BOPO. Besarnya pengaruh suatu variabel rasio dan jumlah nasabah terhadap index kinerja ditentukan oleh besar
nilai loading faktor yang dimiliki oleh variabel rasio tersebut. Selain hal tersebut, Tabel 5.4 memperlihatkan pula BPR kecil yang ada
saat ini terkonsentrasi pada kinerja yang buruk. Hal ini dicirikan dengan tingginya nilai BOPO dan NPL yang dimiliki oleh BPR tersebut. Salah satu faktor yang
menyebabkan hal tersebut adalah berbagai aturan yang disamakan dengan BPR besar. Oleh karena itu, diperlukan perbedaan kebijakan antar kelompok BPR, agar
BPR kecil dapat berkembang menjadi BPR yang lebih besar. Serta diperlukan adanya bimbingan dan pengawasan dari Bank Indonesia, agar BPR dapat
mencapai rasio BOPO antara 0.7-0.8, sehingga memiliki kinerja yang baik.