Visi Pengembangan BPR Jangkauan Wilayah Pelayanan

pengelompokkan BPR berdasarkan hasil penelitian InterCAFE 2008 mengenai penyusunan stratifikasi industri BPR. Hasil pengelompokan BPR tersebut, membagi BPR ke dalam tiga kelompok, yaitu BPR kecil untuk BPR dengan modal inti kurang dari Rp 1 milyar sebanyak 783 unit BPR 44,34, BPR sedang untuk BPR dengan modal inti lebih Rp 1 milyar sampai dengan Rp 10 milyar sebanyak 931 unit BPR 52,72, dan BPR besar untuk BPR dengan modal inti lebih dari Rp 10 milyar sebanyak 52 unit BPR 2,97. Pembagian menjadi tiga kategori tersebut, didasarkan pada modal inti yang dimiliki setiap BPR, percentil dan kuartil dari jumlah BPR, serta kaidah statistika mengenai kecukupan populasi dalam setiap kategori. Jumlah BPR yang digunakan sebagai sample untuk data primer pada penelitian ini, untuk BPR kecil sebanyak 361 unit BPR, untuk BPR sedang sebanyak 477 unit BPR, dan untuk BPR besar sebanyak 29 unit BPR. Pengambilan sample tersebut, berdasarkan metode Quota sampling dan metode Stratified sampling. Hal ini dilakukan agar sampel yang digunakan dapat menggambarkan keseluruhan karakteristik BPR.

4.2 Visi Pengembangan BPR

Berdasarkan Undang-Undang Kebanksentralan No. 23 tahun 1999, dan diperbaiki menjadi Undang-Undang Kebanksentralan No. 4 tahun 2004, Bank Perkreditan Rakyat BPR merupakan lembaga perbankan yang pembiayaannya berfokus kepada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM. Menurut hasil survey yang dilakukan oleh InterCAFE 2008 menunjukkan bahwa BPR di setiap kelompoknya hingga saat ini masih tetap berfokus kepada sektor UMKM, ini ditunjukkan dengan rata-rata diatas 90 persen dari total responden BPR disetiap kelompok berfokus dalam pengembangan sektor UMKM di sekitar wilayah BPR. Fokus terbesar terhadap sektor UMKM terdapat pada BPR kecil, sebesar 95,5 persen. Gambar 4.1 Fokus Pelayanan BPR pada UMKM Walaupun sektor UMKM memiliki karakteristik tidak bankable untuk dibiayai oleh sektor perbankan, dikarenakan sektor UMKM memiliki keterbatasan dalam agunan, pendidikan, dan administrasi pengelolaan usaha. Sektor UMKM bagi BPR merupakan pangsa pasar yang potensial, karena UMKM merupakan sektor yang kekurangan akan modal dan tidak dapat dipenuhi oleh Bank Umum. Hal ini disebabkan Bank Umum memiliki persyaratan kredit yang rumit terutama masalah agunan, dibandingkan dengan BPR. Selain itu, BPR dalam menjalankan usahanya tidak menjadi terkendala dalam memperoleh profit dari kredit sektor UMKM, sehingga setiap kelompok BPR yang ada saat ini ikut berkontribusi dalam pengembangan perekonomian daerah terutama di sekitar tempat BPR beroperasi. Gambar 4.2 Pengembangan Ekonomi Wilayah

4.3 Jangkauan Wilayah Pelayanan

Pengembangan pelayanan BPR fokus kepada sektor UMKM terutama di sekitar lokasi BPR beroperasi, dapat dibuktikan secara empirik dari hasil survey yang menunjukkan sebagian besar BPR 61,9 memfokuskan penyaluran dananya kepada nasabah di satu KabKota dengan lokasi BPR Gambar 4.3. Faktor yang mendorong BPR untuk melakukan penyaluran kredit di luar wilayah satu KabKota dengan lokasi BPR, hanya dikarenakan letaknya yang berada di perbatasan antara satu propinsi dengan propinsi lainnya, dan adanya kedekatan antara nasabah dengan pengurus atau pemilik BPR. Letak BPR yang berbatasan antara satu propinsi dengan propinsi lain, pada umumnya diakibatkan adanya pemekaran wilayah secara administratif, seperti daerah Banten. Gambar 4.3 Gambar Jangkauan Wilayah Nasabah Berdasarkan KabKota, Propinsi, dan Luar Propinsi Walaupun sebagian besar BPR menyalurkan dananya di sekitar wilayah BPR, tetapi setiap kelompok BPR memiliki karakteristik yang berbeda dalam menjangkau nasabah satu kabupatenkota, satu propinsi, maupun luar propinsi dengan lokasi BPR. Berdasarkan hasil survey yang digambarkan pada Gambar 4.3, sebagian besar 78,4 BPR kecil akan lebih memfokuskan diri untuk menjangkau nasabah yang terletak satu kabupatenkota dengan lokasi BPR, dibandingkan dengan BPR pada kelompok lainnya. Apabila BPR telah mengalami perkembangan terhadap modal inti yang dimilikinya, maka BPR akan mulai menjangkau para nasabah yang berada dalam satu propinsi dan luar propinsi, dengan tetap melayani para nasabah yang ada di daerah sekitar lokasi BPR. Peningkatan pelayanan BPR terhadap wilayah satu propinsi dan luar propinsi, disebabkan oleh adanya ekspansi usaha BPR dengan semakin meningkatnya jaringan kantor cabang dan kas bagi kelompok yang lebih besar. Hal ini, terlihat dari peningkatan jangkauan pelayanan terhadap nasabah yang berlokasi satu propinsi dengan BPR diiringi dengan makin besarnya kepemilikan BPR terhadap kantor cabang dan kantor kas Gambar 4.4, dan Gambar 4.5. Gambar 4.4 BPR Memiliki Kantor Cabang Berdasarkan Kelompok Berdasarkan Gambar 4.4, 45,65 persen BPR besar memiliki kantor cabang, sedangkan BPR kecil hanya 8,8 persen yang memiliki kantor cabang. Kondisi jaringan kantor kas menunjukkan perkembangan yang lebih menggembirakan dibandingkan dengan jaringan kantor cabang yang dimiliki oleh BPR. Kondisi ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya BPR yang memiliki kantor kas dibandingkan dengan kantor cabang, terlihat dari keseluruhan BPR sampel yang memiliki kantor cabang hanya 15,80 persen, sedangkan 33,30 persen BPR sample memiliki kantor kas Gambar 4.4 dan Gambar 4.5. Selain itu, kepemilikan kantor kas lebih merata antara kelompok BPR yang satu dengan kelompok lainnya. Besar kepemilikan kantor kas berdasarkan urutan kelompoknya yaitu 26,27 persen untuk BPR kecil, 36,87 persen untuk BPR sedang, dan 55,56 persen untuk BPR besar. Gambar 4.5 BPR Memiliki Kantor Kas Berdasarkan Kelompok Pengaruh kantor cabang dan kas terhadap jangkauan wilayah pelayanan BPR, dikarenakan adanya peraturan Bank Indonesia yang mengatur tata letak lokasi kantor cabang dan kas. Bank Indonesia hanya mengijinkan membuka kantor cabang di luar wilayah administratif dan satu propinsi dengan BPR tersebut beroperasi, sedangkan kantor kas hanya diijinkan dibuka dalam satu wilayah administratif kantor cabang dan kantor pusat BPR tersebut beroperasi. Hal ini mengindikasikan semakin banyak suatu BPR memiliki kantor cabang, semakin mampu BPR tersebut dalam menjangkau nasabah di wilayah administratifnya. Apabila suatu BPR semakin banyak memiliki kantor kas mengindikasikan semakin mampu menjangkau wilayah nasabah di daerah tingkat satu atau daerah tingkat dua dalam satu wilayah administratif kantor cabang atau kantor pusat BPR tersebut beroperasi. Jangkauan wilayah BPR berdasarkan penghimpunan dana, keadaannya tidak jauh berbeda dengan penyaluran dana. Hasil survey menunjukkan sebagian besar 70,1 BPR kecil akan lebih memfokuskan diri kepada daerah satu KabKota dengan lokasi BPR dalam penghimpunan dananya. Jika BPR mengalami perkembangan dalam modal inti kelompok, BPR akan mulai memfokuskan diri kepada para nasabah yang berlokasi satu propinsi dengan BPR, tanpa mengabaikan pelayanan terhadap nasabah yang berdomisili di wilayah satu KabKota dengan BPR Gambar 4.6. Gambar 4.6 Jangkauan Wilayah Nasabah Tabungan Berdasarkan KabKota, Propinsi, Luar Propinsi Fokus penghimpunan dana ini sangat dipengaruhi oleh kredit yang diberikan oleh BPR. Hal ini terlihat dari peningkatan jangkauan penyaluran kredit di satu wilayah propinsi dengan lokasi BPR, diiringi dengan peningkatan penghimpunan dana di satu wilayah propinsi dengan lokasi BPR Gambar 4.5, dan Gambar 4.6. Hubungan ini disebabkan adanya ketentuan BPR yang mewajibkan setiap nasabah yang ingin meminjam kepada BPR harus memiliki tabungan di BPR tersebut. Kondisi tersebut mengindikasikan BPR memprioritaskan target pasar yang potensial dalam penghimpunan dananya. Selain itu, peningkatan penghimpunan dana juga di dorong oleh deposito para rekan bisnis dan pengurus BPR. Fakta ini terlihat dari hasil survey yang menunjukkan BPR dalam menghimpun dananya lebih mempioritaskan target pasar yang potensial dan rekan bisnis atau pengurus BPR, seperti yang dijelaskan lebih rinci pada Gambar 4.7 dibawah ini. Gambar 4.7 Urutan Pioritas Penghimpunan Dana BPR

4.4 Fokus Penyaluran Kredit