5.3 Index Kinerja BPR
Variabel pembentuk index kinerja BPR tersebut, di proses dengan PCA sehingga di peroleh index tunggal dari setiap BPR observasi. Arti dari nilai index
yang diperoleh menunjukkan semakin kecil nilai index suatu BPR menggambarkan semakin baik kinerja yang dimiliki oleh suatu BPR tersebut. Hal ini dikarenakan
sebagian besar variabel pembentuk kinerja BPR, dicerminkan oleh rasio yang memiliki karakteristik semakin kecil nilai rasio variabel semakin baik kinerja yang
dimiliki oleh BPR tersebut. Setiap index kinerja BPR dapat atau tidaknya menggambarkan variabel indikator kinerja BPR, dapat diketahui berdasarkan nilai uji
KMO dan Bartlet test. Dimana KMO dan Bartlet test menggambarkan informasi yang dapat diberikan oleh index mengenai variabel kinerja suatu BPR. Carla et al 2006
menyatakan Barlet nilai test yang signifikan dan nilai uji KMO lebih besar daripada 0.6, index yang diperoleh dari PCA dapat menggambarkan informasi dari variabel-
variabel pembentuk kinerja BPR. Hasil yang diperoleh dari KMO dan Barlet pada penelitian ini sebesar 0.654, berarti index yang kita peroleh dari PCA sudah dapat
memberikan informasi terhadap variabel-variabel kinerja BPR Tabel 5.3.
Tabel 5.3 KMO and Bartletts Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
.654 Bartletts Test of
Sphericity Approx. Chi-Square
18114.127 Df
45 Sig.
.000
Tahapan selanjutnya adalah mengelompokkan BPR-BPR menjadi 3 tiga kelompok, pengolompokkan ini berdasarkan percentil dari nilai index yang dimiliki
oleh setiap BPR. Secara relatif dapat dikatakan bahwa BPR yang berada dikelompok satu merupakan kelompok BPR yang memiliki kinerja baik sedangkan kelompok tiga
terdiri dari BPR dengan kinerja tidak baik Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Karakteristik BPR Berdasarkan Pengelompokkan Kinerja dan Modal Inti Strata
N Kategori
roa roe
bopo pm
fer oer
oter npl
kap Jmlh_Nsbh
Mean Mean
Mean Mean
Mean Mean Mean
Mean Mean
Mean
BPR Kecil
107 BPR Kinerja
Baik 0.05 0.42
0.78 0.18
0.08 0.25
0.25 0.04
0.03 666
267 BPR Kinerja
Sedang 0.03
0.20 0.87
0.11 0.10
0.32 0.32
0.08 0.05
664 409
BPR Kinerja Buruk -0.08
-0.21 1.47
-0.48 0.13
0.51 0.52
0.29 0.20
504
BPR Sedang
439 BPR Kinerja
Baik 0.05 0.56
0.73 0.21
0.09 0.24
0.24 0.04
0.03 1613
315 BPR Kinerja
Sedang 0.03
0.25 0.84
0.12 0.10
0.30 0.30
0.09 0.05
1523 177
BPR Kinerja Buruk -0.02
-0.06 1.19
-0.21 0.13
0.41 0.43
0.21 0.13
1692
BPR Besar
42 BPR Kinerja
Baik 0.04 0.90
0.74 0.20
0.09 0.19
0.21 0.05
0.03 11324
7 BPR Kinerja
Sedang 0.02 0.12
0.86 0.10
0.08 0.24
0.26 0.18
0.12 12736
3 BPR Kinerja
Buruk 0.01
0.03 0.94
0.03 0.21
0.52 0.57
0.17 0.13
11035
5.4 Hubungan antara Jangkauan Pelayanan dan Index Kinerja
Berdasarkan hasil olahan yang telah dibahas pada subbab sebelumnya, menunjukkan jangkauan pelayanan dalam hal ini jumlah rekening kredit BPR
berpengaruh terhadap kinerja suatu BPR. Hal ini terlihat dari signifikan variabel jumlah rekening kredit terhadap variabel brenchmark yaitu BOPO, dan
digunakannya variabel jumlah rekening kredit sebagai variabel pembentuk index. Akan tetapi, variabel jumlah rekening kredit tidak memiliki pengaruh yang kuat
terhadap index kinerja BPR. Tercermin dengan kecilnya nilai loding factor yang dimiliki jumlah rekening kredit pada Tabel 5.2, sehingga jangkauan pelayanan
BPR yang besar ditentukan oleh kemampuan BPR tersebut dalam menjaga sustainability.
Tabel 5.4 menjelaskan secara umum bahwa indikator variabel financial sustainability
yang baik akan membuat suatu BPR kinerjanya makin baik, yang dapat membuat BPR tersebut memiliki kemampuan yang cukup besar dalam
menjangkau masyarakat dalam produknya. BPR tersebut akan memperlihatkan karakteristik yang berbeda, apabila di potret berdasarkan kelompok modal inti dan
kelompok kinerja BPR. BPR sedang dan besar memiliki karakteristik jangkauan pelayanan yang menarik untuk diperhatikan, dimana BPR sedang dengan kinerja
buruk memiliki proporsi jangkauan pelayanan luas, begitu pula dengan BPR besar dengan kinerja menengah. Apabila diperhatikan kembali kepada rasio-rasio
pembentuk indek, jangkauan pelayanan yang luas tersebut dapat diindikasikan sebagian besar nasabahnya merupakan nasabah yang bermasalah. Hal ini terlihat
dengan besarnya nilai BOPO dan NPL yang dimiliki oleh BPR tersebut, dengan
kata lain BPR tersebut dalam memperluas jangkauan pelayanannya tidak memperhatikan aspek-aspek sustainability yang dapat membuat BPR tersebut
kedepannya mengalami vailid. Temuan lainnya yang menarik untuk diperhatikan, adalah nilai rasio
BOPO bukan penentu paling utama dari index kinerja BPR. Hal ini terlihat dari adanya BPR yang memiliki rasio BOPO yang rendah, dan modal inti yang sedang
dan besar, tapi tergolong pada BPR dengan kinerja menengah dan buruk. Faktor yang menyebabkan hal tersebut dikarenakan rasio lain pembentuk index kinerja
memiliki nilai yang buruk. Artinya setiap variabel rasio memiliki pengaruh terhadap penentuan kinerja BPR, walaupun yang digunakan brenchmark dalam
pembentukkan index kinerja tersebut adalah BOPO. Besarnya pengaruh suatu variabel rasio dan jumlah nasabah terhadap index kinerja ditentukan oleh besar
nilai loading faktor yang dimiliki oleh variabel rasio tersebut. Selain hal tersebut, Tabel 5.4 memperlihatkan pula BPR kecil yang ada
saat ini terkonsentrasi pada kinerja yang buruk. Hal ini dicirikan dengan tingginya nilai BOPO dan NPL yang dimiliki oleh BPR tersebut. Salah satu faktor yang
menyebabkan hal tersebut adalah berbagai aturan yang disamakan dengan BPR besar. Oleh karena itu, diperlukan perbedaan kebijakan antar kelompok BPR, agar
BPR kecil dapat berkembang menjadi BPR yang lebih besar. Serta diperlukan adanya bimbingan dan pengawasan dari Bank Indonesia, agar BPR dapat
mencapai rasio BOPO antara 0.7-0.8, sehingga memiliki kinerja yang baik.