Sebagian besar 35,40 inovasi pelayanan produk tersebut dalam bentuk Payment Point secara online. Kemampuan BPR dalam melakukan inovasi
pelayanan tersebut, karena adanya bantuan teknologi dari BPR maupun lembaga lain dengan persyaratan yang ringan dan menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Gambar 4.21 BPR yang Melakukan Pelayanan Payment Point
4.5.2. Faktor Eksternal
a. Persaingan
Persaingan yang dihadapi oleh BPR berasal dari sesama BPR maupun dari Bank Umum dan lembaga keuangan lainnya. Hasil survey menunjukkan pesaing
utama BPR dalam menyalurkan dan menghimpun dana adalah sesama BPR 42 persen, kemudian Bank Umum seperti BRI 15 persen dan Bank Umum
Lainnya 19 persen, serta lembaga keuangan lainnya 24 persen.
19 Lainnya
Bank Umum
34 Bank Umum
42 BPR
Lembaga Keuangan Lainnya
24
15 BRI
Gambar 4.22 Pesaing BPR dalam Menyalurkan Kredit
Sebagian besar 69 persen BPR yang ada di Indonesia berada di pulau jawa dan sisanya 31 persen tersebar diluar pulau jawa. Menurut penelitian
Rahmadani 2008, penetrasi pasar yang di Pulau Jawa rata-rata berbentuk pasar monopolistic competition
Monopoli yang kompetitif yang dicirikan dengan nilai CR4 kurang dari 40 persen dan HHI kurang dari 1000 persen. Artinya,
pelaku industri BPR di pulau jawa mudah keluar dan masuk. Serta memiliki jenis pelayanan yang sama antara satu BPR dengan lainnya, sehingga BPR perlu untuk
melakukan inovasi produk dalam meningkatkan jangkauan pelayanannya. Selain itu, Bank Umum sangat gencar memasuki pasar mikro. Bank Umum
dengan memiliki jaringan luas, berteknologi tinggi, mempunyai bagian riset dan pengembangan dengan jumlah modal yang besar. Hal ini membuat BPR pada
saat ini makin sulit untuk mengembangkan jangkauan pelayanannya terhadap masyarakat.
b. Peraturan Bank Indonesia
Bank Perkreditan Rakyat BPR sebagai salah satu lembaga keuangan di Indonesia, pengawasan dan pengaturannya dilakukan oleh Bank Indonesia BI.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, secara umum peraturan Bank Indonesia dirasakan tidak ada yang menghambat dalam pengembangan
jangkauan pelayanan BPR, justru mendukung dalam pengembangan BPR Gambar 4.23.
Gambar 4.23 Keberadaan PBI yang Menghambat Penyaluran Kredit Penyaluran Kredit
Namun, jika dilihat berdasarkan strata semakin besar strata dirasakan peraturan PBI makin menghambat dalam perkembangan BPR, khususnya
mengenai PPAP, dan pembukaan kantor cabang dan kas. Hal ini dikarenakan BPR dengan modal inti yang sangat besar pada umumnya memiliki kemampuan
dalam segi asset dan modal maupun SDM dalam menjangkau nasabah di luar propinsi. Namun PBI hanya mengijinkan pelayanan pada satu wilayah propinsi
BPR tersebut beroperasi.
V. KINERJA dan JANGKAUAN PELAYANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
5.1 Indikator Kinerja BPR
Yaron 1994 mengemukakan bahwa kinerja lembaga keuangan mikro ditentukan oleh dua indikator, yaitu financial sustainability dan outreach. Pernyataan
ini, diperkuat oleh Zeller dan Mayer 2002 yang menyatakan bahwa lembaga keuangan mikro dapat dikatakan baik, jika BPR dapat memenuhi financial
susitanibilty, outreach, dan impact secara bersamaan. Kedua pernyataan tersebut
berindikasi, apabila suatu LKM memiliki stabilitas keuangan yang semakin baik, ia akan mampu lebih banyak menjangkau nasabah UMKM, sehingga LKM tersebut
akan memiliki pengaruh terhadap perkembangan ekonomi di wilayah sekitar BPR beroperasi.
Kedua indikator kinerja LKM tersebut pada umumnya dicerminkan oleh variabel rasio-rasio keuangan dan jumlah nasabah yang dimilikinya. Berdasarkan
penyesuaian antara rasio yang terdapat pada CGAP 2003 dengan Bank Indonesia BI, terdapat 18 variabel rasio yang menggambarkan financial sustainability dan
outreach yang sesuai dengan keadaan di Indonesia. Variabel rasio tersebut antara lain
rasio Cost to Client CTC, Average Outsanding Loan Size AOLS, Cost per Borrower CPB, LDR, ROE, ROA, BOPO, Profit Margin PM, Cash Ratio CR,
Yield Gap YG, Funding Expenses Ratio FER, Cost of Fund Ratio COF, Write off Ratio WOR, Operating Expenses Ratio OER, NPL, CAR, Kap. Selain rasio-