II. TINJAUN PUSTAKA
2.1 Sejarah Bank Perkreditan Rakyat BPR
Semenjak masa kolonial Belanda di abad ke-19, telah ada Lembaga Perkreditan Rakyat dalam bentuk Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani dan Bank
Dagang Desa. Awal pembentukan lembaga tersebut, bertujuan untuk membantu masyarakat kecil yang terjerat oleh rentenir yang memberikan kredit dengan bunga
yang tinggi. Pasca kemerdekaan Indonesia, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan
Oktober Pakto 1988 melalui Keputusan Presiden RI No. 38 dan Undang-Undang No.7 tentang Perbankan tahun 1992 UU No.71992 tentang Perbankan. Kebijakan
tersebut memberikan ijin kepada Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dapat menyesuaikan kegiatan
usahanya sebagai bank. Selain itu, dinyatakan juga lembaga keuangan kecil lainnya yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi
persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah PP. Namun tidak semua lembaga keuangan dapat dikukuhkan sebagai BPR karena
terdapat beberapa lembaga keuangan yang tidak memenuhi persyaratan menjadi BPR pada batas waktu yang ditentukan. Selanjutnya seluruh lembaga yang telah
dikukuhkan menjadi BPR tersebut, wajib tunduk terhadap seluruh ketentuan-
ketentuan yang di atur dalam Undang-Undang Perbankan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesian sebagai otoritas pengawas Bank.
2.2 Perkembangan BPR
Perkembangan BPR menunjukkan peningkatan yang pesat, yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan jaringan kantor BPR. Peningkatan jumlah kantor
BPR memiliki trend yang positif dari tahun ke tahun, dengan rata-rata peningkatan jumlah kantor BPR selama enam tahun sebesar 3,46 persen. Data akhir Mei 2008
menunjukkan bahwa jumlah kantor BPR adalah sebanyak 3.289, yang terdiri dari 1.811 Kantor Pusat KP, 686 buah Kantor Cabang KC, dan 792 buah Kantor Kas.
Tabel 2.1 Perkembangan Jumlah Kantor BPR 2001 s.d. Mei 2008
Jumlah Kantor
Pusat Jumlah
Kantor Cabang
Jumlah Kantor
Kas Total Des. 2002
2.141 140
466 2.747
Des. 2003 2.141
140 1.018
3.299 Des. 2004
2.158 163
1.186 3.507
Des. 2005 2.009
311 790
3.110 Des. 2006
1.880 477
791 3.169
Des. 2007 1.817
642 791
3.250 Mei 2008
1.811 686
792 3.289
Sumber : Bank Indonesia 2008
Tabel 2.1 memperlihatkan selama lima tahun terakhir terjadi penurunan jumlah BPR dari 2.141 unit BPR pada bulan Desember 2002 menjadi 1.811 unit BPR
pada bulan Mei 2008, akan tetapi penurunan tersebut tidak menghalangi peningkatan jangkauan pelayanan BPR terhadap sektor UMKM. Hal ini, terlihat dengan semakin
meningkatnya jumlah kantor BPR dan jumlah kredit modal kerja yang disalurkan BPR kepada sektor UMKM, yang mengalami pertumbuhan sebesar 20,83 persen per
Mei 2008 Bank Indonesia, 2008. Industri BPR yang saat ini berjumlah 1.811 unit, dalam perjalanannya
berkembang dengan kondisi yang beragam. Terdapat BPR yang sampai saat ini memiliki total aset tertinggi hingga Rp. 1.164 triliun, di sisi lain terdapat BPR yang
mampu bertahan dengan volume usaha hanya sebesar Rp. 11,63 juta. Mayoritas BPR 61,29 di Indonesia memiliki aset yang berada pada kisaran Rp. 1 hingga 10
miliar, dan sekitar 4,20 persen BPR lainnya memiliki asset di bawah Rp. 1 miliar Bank Indonesia, 2008.
Sumber : Bank Indonesia, 2008
Gambar 2.1 Perkembangan Proposi Jumlah BPR Berdasarkan Asset
Berdasarkan Gambar 2.1 terlihat bahwa BPR selama enam tahun terakhir mengalami perkembangan asset yang cukup baik. Hal ini terlihat dari semakin
berkurangnya proposi BPR yang memiliki asset di bawah Rp 5 Milliar, dari 76 persen total BPR pada tahun 2003 menjadi hanya 38 persen dari total BPR.
Kondisi serupa juga terlihat pada penyebaran modal inti BPR, masih terdapat 44,71 persen BPR yang beroperasi dengan modal inti kurang dari Rp. 1 miliar,
sementara itu terdapat BPR dengan modal inti mencapai Rp. 161,66 miliar. Mayoritas BPR 52,38 memiliki modal inti yang berada pada range Rp. 1 hingga 10 miliar.
Sedikit berbeda dengan sebaran aset dan modal inti, rata-rata 52,32 BPR memiliki modal disetor sebesar kurang dari Rp. 1 miliar Bank Indonesia, 2008.
Hasil Laporan Kuawartal I 2008 Bank Indonesia, 2008, dilihat dari aspek keuangan Loan to Deposit Ratio LDR BPR mencapai sekitar 81,25 persen dengan
pertumbuhan kredit per Mei mencapai 24,30 persen. Untuk NPL BPR, walaupun masih cukup tinggi risiko kredit BPR menunjukkan perbaikan dengan turunnya rasio
NPL gross menjadi 7,46 persen dari 9,34 persen per Mei 2008. Selain nilai NPL BPR, secara umum kinerja BPR sampai dengan bulan Mei 2008 mengalami
perkembangan yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh indikator rentabilitas yakni ROA dan ROE berada pada 3,74 persen dan 25,11 persen.
2.3 Produk Pelayanan BPR