BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kayu Karet Hevea brasiliensis Muell Arg.
Samingan 1973 menjelaskan bahwa pohon karet yang telah mencapai umur 25 hingga 30 tahun umumnya tidak ekonomis untuk tujuan produksi getah,
sehingga perlu diremajakan. Saat ini kayu karet hasil tebangan peremajaan, sebagian digunakan untuk bahan baku industri meubel, sedang sisanya digunakan
sebagai kayu bakar. Mandang dan Pandit 2002 menjelaskan sifat kayu karet diantaranya berat
jenis rata-rata 0,61 0,55-0,70, kelas awet V, kelas kuat II-III. Kegunaan kayu karet adalah sebagai perabot rumah tangga, kayu bentukan moulding misalnya
panel dinding, bingkai gambar atau lukisan lantai parket, inti papan blok, peti wadah, peti jenazah, vinir, kayu lamina untuk tangga, kerangka pintu dan jendela.
Nandika 1986 mengatakan bahwa kelemahan kayu karet adalah sangat rentan terhadap serangan serangga dan jamur, baik sesudah penebangan maupun
selama dan sesudah pengolahan. Jamur blue stain dapat menyerang kayu karet sehari setelah kayu ditebang.
2.2 Deteriorasi Kayu
Harris dan Karnis 1988 diacu dalam Salahuddin 1995 menjelaskan bahwa serpih yang telah lapuk akan lebih mudah mengalami kehancuran dan
menghasilkan persentase serbuk yang lebih tinggi dibandingkan dengan serpih segar, bila serpih tersebut digiling atau dibentuk menjadi partikel. Hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi kehilangan atau penurunan sifat kekuatan mekanis pada serpih yang mengalami kelapukan.
Menurut Suwarno 1989 diacu dalam Salahuddin 1995, semakin lama bahan baku kayu disimpan dapat menyebabkan peningkatan persentase serbuk
yang dihasilkan bila bahan baku tersebut diolah menjadi partikel-partikel. Demikian pula halnya, bahan baku yang disimpan berupa serpih akan
menghasilkan serbuk yang lebih banyak dibandingkan dengan bahan baku kayu yang disimpan berupa log.
Partikel kayu berupa serbuk atau debu di dalam produksi papan partikel tidak diinginkan. Partikel-partikel tersebut cenderung untuk menyerap banyak
resin sehingga dapat menurunkan kekuatan papan partikel Haygreen Bowyer 1996.
Adapun ciri-ciri kayu yang telah diserang oleh jamur menurut Padlinurjaji 1979 antara lain:
a. Mengalami perubahan warna
b. Adanya bagian-bagian yang dibatasi oleh garis coklat dan hitam zona lines
c. Mengeluarkan bau yang khas
d. Apabila kelapukan berlangsung cukup lanjut, semua sifat fisis dan mekanis
kayu turun secara bertahap yang diikuti dengan hancurnya kayu e.
Memiliki daya hantar panas yang lebih besar dibandingkan kayu sehat f.
Menyerap dan melepaskan air lebih cepat dibandingkan kayu sehat. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa kayu karet berumur 2 minggu
mulai dari penebangan tanpa tindakan pencegahan tertentu ujung-ujungnya dapat diserang oleh jamur biru sampai kedalaman 4 cm. Penyimpanan selama 4 minggu
menyebabkan serangan jamur biru dengan kedalaman 25 cm ke arah panjang log. Kayu karet yang disimpan terlalu lama dapat juga diserang oleh jamur pelapuk
dan serangga penggerek. Penyerangan terjadi tidak hanya melalui ujung-ujung log tapi juga melalui bagian kulit yang terkelupas Cotto 1987.
Tingkat kerusakan kayu selama periode penyimpanan sangat ditentukan oleh cara dan lama penyimpanan, jenis kayu dan adanya mikroorganisme perusak
atau pelapuk kayu Haroen 1985. Serangan jamur perusak bersifat menghancurkan dan membusukkan bahan
organik kayu karena sebagian dari massa kayu dirombak secara biokimia dan pada perkembangan selanjutnya mengakibatkan kehancuran total struktur kayu.
Sedangkan jamur pewarna hanya menimbulkan pewarnaan pada kayu. Perubahan warna kayu tersebut disebabkan oleh reaksi-reaksi yang terjadi antara enzim yang
dikeluarkan oleh miselium jamur tersebut dengan komponen kayu, namun dapat menurunkan nilai dan mutu penampilan kayu karena timbulnya warna atau noda
yang kotor Tambunan Nandika 1989.
2.3. Papan Partikel