V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Potensi dan Kondisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Pasar Tradisional
Era tahun 70-an pasar tradisional masih memegang peranan yang besar
bagi masyarakat dalam menyediakan berbagai macam kebutuhan. Keberadaan pasar tradisional di tanah air sebenarnya memiliki potensi yang sangat strategis
dalam memperkuat perekonomian bangsa. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, pasar tradisional menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan
terutama kontribusinya terhadap penjualan barang kebutuhan sehari-hari yang semakin menurun. Hal ini bersamaan makin maraknya pasar moderen yang
berkembang di wilayah Indonesia. Implikasinya adalah adanya indikasi penurunan daya saing pasar tradisional.
Pendekatan porter’s diamond dapat digunakan untuk menganalisa faktor- faktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional. Ilustrasi ringkas dari
analisis daya saing pasar tradisional dengan pendekatan porter’s diamond dapat dilihat pada Gambar 5.1. Beberapa faktor penentu dari pendekatan porter’s
diamond untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing dari pasar
tradisional adalah sebagai berikut :
a. Kondisi Faktor
Kondisi faktor adalah melihat posisi suatu industri dalam faktor produksi seperti tenaga kerja yang terampil, infrastruktur, modal, teknologi serta faktor-
faktor alam. Faktor-faktor alam seperti letak strategis wilayah, besarnya jumlah penduduk, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Gambar 5.1. Analisis daya saing pasar tradisional dengan pendekatan
porter’s diamond
Strategi perusahaan dan pesaing
Kondisi faktor Kondisi permintaan
Industri pendukung dan terkait
¾ Rantai distribusi
barang masih panjang untuk
beberapa jenis barang -
¾ Menyediakan barang dengan
siklus harian sehingga
barang lebih segar +
¾ Indikator nasional dalam melihat pergerakan tingkat kestabilan harga atau inflasi domestik +
¾ Wadah utama penjualan produk-produk kebutuhan pokok + ¾ Jumlah pasar tradisional yang menyebar ke berbagai daerah +
¾ Wadah bagi para entrepreneur yang memulai usahanya dengan modal sendiri +
¾ Jumlah pedagang pasar tradisional yang mencapai 12,6 juta + ¾ Kualitas SDM pedagang dan pengelola pasar masih kurang
baik dan profesional - ¾ Umumnya pedagang memiliki modal yang relatif kecil -
¾ Citra buruk seperti bau, becek, kotor, dll dimata konsumen - ¾ Bangunan pasar sebagian besar sudah relatif tua, terkesan
kumuh, semrawut dan banyak bagian bangunan yang sudah rusak -
¾ Infrasruktur yang masih kurang baik dan memadai - ¾ Brand image bahwa pasar tradisional menjual
barang dengan harga yang murah + ¾ Konsep tawar menawar +
¾ Masih mengabaikan sistem pelayanan yang baik untuk para pembelinya -
¾ Struktur dari bisnis eceran ini lebih mendekati pasar persaingan sempurna +
¾ Belum ada aturan yang jelas dan tegas seperti peraturan presiden mengenai lokasi, komoditi,
waktu operasi. dan jarak antara pasar moderen dan pasar tradisional -
¾ Kebijakan yang tidak sinergis dan koordinatif antara pemerintah pusat dan daerah tentang
perizinan pasar moderen - ¾ Belum tersosialisasinya bantuan kredit untuk para
pedagang kecil baik yang berasal dari pemerintah maupun lembaga keuangan yang lain -
¾ Pasar tradisional kurang dapat bersaing dengan pasar moderen -
¾ Jumlah penduduk yang besar sekitar 220 juta jiwa
+ ¾ Pendapatan perkapita
masyarakat yang meningkat +
¾ Hari-hari besar seperti Idul Fitri, dll +
¾ Produk yang berkualitas terutama produk-produk
segar + ¾ Masih beredarnya produk-
produk yang mengandung bahan kimia berbahaya -
¾ Belum dapat memenuhi tuntutan diluar sisi harga
seperti kenyamanan, pelayanan, dll -
Hingga saat ini pasar tradisional masih menjadi indikator nasional dalam melihat pergerakan tingkat kestabilan harga atau inflasi domestik Departemen
Perdagangan, 2006. Informasi tingkat inflasi domestik ini tentunya sangat bermanfaat bagi pemerintah dan para pelaku ekonomi lainnya dalam menentukan
tindakan maupun kebijakan ekonomi yang akan diambil. Salah satu contohnya adalah dalam mengendalikan tingkat harga akibat terjadinya kenaikan harga
barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, dan lain-lain biasanya pemerintah sebagai fasilitator memanfaatkan pasar tradisional dalam
melaksanakan operasi pasar. Pasar tradisional masih merupakan wadah utama penjualan produk-produk
kebutuhan pokok yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi berskala kecil serta mikro yang tidak memungut beban pemasokan barang. Mereka adalah para petani,
nelayan, pengrajin dan home industry. Jumlah mereka adalah puluhan juta dan sangat menyandarkan hidupnya kepada pasar tradisional Departemen
Perdagangan, 2006. Hal ini mengisyaratkan bahwa pasar tradisional masih berperan penting bagi para produsen kecil dalam menyalurkan barangnya kepada
masyarakat. Dengan kata lain, pasar tradisional merupakan tempat nafkah bagi produsen kecil untuk dapat tetap menghidupi diri dan keluarganya.
Jumlah pasar tradisional yang menyebar ke berbagai daerah baik di desa maupun di kota, memberikan peluang yang besar bagi masyarakat untuk
berkunjung dan berbelanja memenuhi kebutuhan rumah tangganya di pasar tersebut. Lokasi pasar ini umumnya berdekatan dengan pemukiman warga
sehingga memudahkan akses warga untuk berbelanja di pasar tersebut. Selain itu,
beragamnya barang yang dijual di pasar tradisional memberikan manfaat tersendiri bagi konsumen karena segala keperluan rumah tangga dan kebutuhan
sehari-harinya dapat dipenuhi di pasar tersebut tanpa harus mencari di tempatpasar yang lain.
Pasar tradisional merupakan kumpulan para entrepreneur dan calon entrepreneur
yang pada umumnya menggunakan modal sendiri dalam memulai usahanya Departemen Perdagangan, 2006. Pernyataan ini mengisyaratkan
bahwa terdapat bibit-bibit entrepreneur yang tumbuh di pasar tradisional sehingga hal ini akan mendorong upaya penciptaan perekonomian yang tangguh dan
mandiri. Para entrepreneur ini pada dasarnya telah memiliki jiwa-jiwa entrepreneur
yang dapat dilihat dari salah satunya adalah keberanian mereka untuk memulai usaha dan menanggung resiko dari usahanya. Jiwa entrepreneur
yang telah terbentuk ini seyogyanya terus bisa diberdayakan dan dikembangkan sehingga para entrepreneur tersebut semakin handal dalam bidangnya.
Bangunan pasar tradisional yang ada di Indonesia sebagian besar sudah relatif tua, terkesan kumuh, semrawut dan banyak bagian bangunan yang sudah
rusak. Padahal kondisi bangunan yang baik, bagus dan kuat akan memberikan kesan yang nyaman dan enak dipandang sehingga konsumen bisa merasa betah
dan nyaman. Kondisi bangunan yang kurang baik di sebagian pasar tradisional tentunya akan memberikan efek kekurangnyamanan pengunjung.
Kondisi infrastruktur yang jauh dari memadai memberikan implikasi bagi persepsi konsumen yang akan merasakan ketidaknyamanan dalam berbelanja di
pasar tradisional. Padahal jika pasar tradisional memiliki infrastruktur yang baik,
maka konsumen pun akan merasa senang dan berminat untuk kembali berbelanja di pasar ini. Infrastruktur yang kurang baik di pasar tradisional umumnya adalah
lahan parkir yang masih sempit, pencahayaan, sirkulasi udara dan sistem drainase yang kurang baik, saluran air bersih dan kotor yang tidak terawat dan kurang
memadai, fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti ATM, toilet dan tempat ibadah kurang memadai. Perbaikan terhadap infrastruktur di pasar tradisional ini
dapat mendorong kenyamanan masyarakat dalam berbelanja di pasar tersebut. Citra yang baik di mata konsumen tentang sebuah pasar merupakan salah
satu pertimbangan konsumen dalam memutuskan tempat belanjanya. Kebanyakan konsumen Indonesia telah memiliki persepsi yang kurang baik terhadap citra
pasar tradisional. Ketika berbicara mengenai pasar tradisional yang ada dibenak para konsumen adalah becek, kotor, bau, semrawut, terlalu ramai, tidak aman,
panas dan lain-lain. Pola pikir yang telah terbentuk tersebut menyebabkan pasar tradisional sulit untuk menarik konsumen kalangan menengah ke atas dan sulit
berhadapan langsung dengan pasar moderen yang memberikan kenyamanan jauh dari pasar tradisional. Perubahan citra terhadap pasar tradisional perlu dilakukan
secara bertahap agar pasar tradisional tidak kehilangan konsumennya. Sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas merupakan modal
yang baik untuk dapat mengembangkan sebuah pasar. Hal ini tak hanya dilihat dari manajemen pengelola pasar tetapi juga dari sisi pedagang sebagai pelaku
yang langsung berhubungan dengan konsumen akhir. Jumlah pedagang pasar tradisional yang mencapai 12,60 juta merupakan aset yang cukup besar bagi
kontribusi peningkatan penerimaan negara. Jika pedagang yang banyak ini
memiliki kualitas yang baik, maka akan berpengaruh pada peningkatan perdagangan eceran melalui pasar tradisional. Pasar tradisional pun akan memiliki
peran yang semakin strategis dalam pemberdayaan masyarakat dan perkembangan ekonomi suatu wilayah. Namun, kenyataannya para pedagang di pasar tradisional
masih kurang profesional dalam mengelola barang dagangannya, diantaranya adalah pedagang pasar masih kurang apik dalam menjaga kebersihan barang
dagangannya dan penampilan dari pedagang sendiri, pedagang belum cukup pandai dalam melihat perubahan tuntutan konsumen yang terjadi dan kurangnya
pengetahuan mengenai peraturan perlindungan konsumen, kebanyakan pedagang belum memenuhi standar mutu dari produk yang dijualnya dan terkadang kurang
transparan mengenai kondisi mutu produknya dan keakuratan timbangan, kesadaran yang rendah terhadap kedisiplinan, kebersihan dan ketertiban.
Pihak pengelola pasar pun kurang memiliki keahlian dan keprofesionalan dalam mengelola sebuah pasar. Banyak pengelola pasar belum berfungsi dan
bertugas secara efektif. Hal ini dapat dilihat dari pengelola pasar yang belum memikirkan kenyamanan dan kepentingan pedagang dan pengunjung pasar
terutama dalam hal ketidakmampuan pengelola dalam merawat sarana fisik, fasilitas umum, penyediaan fasilitas dan infrastruktur yang baik, kurang
transparan dan profesional dalam pengelolaan dana terutama dana retribusi yang dipungut dari para pedagang, belum memiliki wawasan yang memadai dalam
mengembangkan pasar yang dikelolanya dan kreatif dalam melihat perubahan tren perdagangan eceran yang terjadi saat ini, belum cukup tegas dalam menegakkan
peraturan yang berlaku dan mengakomodir kepentingan pedagang informal
disekitar pasar. dan infrastruktur pasar, serta penataan kioslapak yang tidak beraturan Departemen Perdagangan, 2006. Padahal terkait masalah fasillitas,
sarana dan prasarana merupakan tanggung jawab pengelola pasar dalam memberikan keamanan, kenyamanan, kebersihan, keindahan sebuah pasar kepada
para pengunjungnya terutama konsumen pasar tradisional. Modal merupakan faktor yang besar yang mempengaruhi seorang
pedagang untuk mengembangkan usahanya. Para pedagang yang terdapat di pasar tradisional umumnya memiliki modal yang relatif kecil dan hanya sebagian kecil
yang mempunyai modal yang cukup besar. Keterbatasan dalam permodalan ini dapat menjadi salah satu penyebab seorang pedagang tidak dapat mengembangkan
usahanya. Akses informasi dan pengetahuan yang kurang memadai bagi pengelola
pasar maupun pedagang menyulitkan pasar tersebut untuk tumbuh dan berkembang di era persaingan yang ketat dalam perdagangan eceran ini.
Kurangnya pemahaman mengenai peraturan perlindungan konsumen menyebabkan pedagang kurang teliti dalam melihat kualitas barang yang
dijualnya, apakah barang yang dijualnya aman dari berbagai kandungan zat kimia yang berbahaya atau apakah memang barangnya sudah layak untuk dijual.
Kurangnya informasi dan pengetahuan pengelola dalam mengembangkan dan mengelola pasar dengan baik menyebabkan ketidakmampuan pasar tradisional
menangkap perubahan tren lingkungan yang terjadi.
b. Kondisi Permintaan