BAB III STRUKTUR UMUM HIKAYAT INDRA JAYA PAHLAWAN
Pada dasarnya penelitian struktur, yaitu suatu penelitian yang membahas unsur-unsur karya sastra dalam usaha menemukan makna karya yang
bersangkutan, penelitian struktur yang dimasukkan di sini adalah penelitian tentang tema, alur, latar, tokoh dan penokohan.
3.1 Ringkasan Cerita
Ringkasan cerita sangat berguna sekali bagi pembaca untuk memahami isi cerita. Menurut Gorys Keraf Roidah, 1993 : 46, “Ringkasan cerita Pricis
adalah suatu cara yang efektif untuk menyajikan suatu karangan yang panjang dalam bentuk yang singkat, maka ia merupakan suatu ketrampilan untuk
mengadakan reproduksi dari hasil-hasil karangan yang sudah ada”. Setelah membaca HIJP maka penulis mencoba memaparkan ringkasan ceritanya
sebagai berikut : Raja Bulia Kesna, yang memerintah Negri Syamsu Alam Bahrum Asyikin,
dan permaisurinya ingin sekali mempunyai anak. Mereka bertapa di istana. Setelah menjalani tapanya selama empat puluh hari empat puluh malam, mereka
bermimpi dalam tidurnya. Mimpinya adalah sebagai berikut. Ada seorang muda yang terlalu elok rupanya berkata, “Jika ingin mempunyai anak, raja dan
permaisuri harus pergi ke Gunung Baladewangga untuk mengambil dan memakan bunga butut dadu yang ada di tengah kolam”. Petunjuk itu mereka laksanakan.
Dengan diiringi menteri dan hulubalangnya, mereka pergi ke Gunung Baladewangga. Namun, pada waktu mereka sampai di lereng gunung itu
Universitas Sumatera Utara
datanglah topan menyapu mereka dan yang tinggal hanya Raja Bulia Kesna dan permaisurinya. Setelah topan reda, mereka pergi mandi di kolam. Permaisuri
melihat ada bunga di tengah kolam itu, lalu menyuruh Raja mengambil bunga tersebut. Setelah mengambil bunga itu, mereka memakannya, lalu mandi kembali
sambil bermain-main. Ketika muncul di permukaan kolam, mereka sudah berubah menjadi dua ekor gajah. Mereka menangis setelah menyadari bahwa mereka raja
dan permaisuri sudah menjadi binatang. Kemudian datanglah Dewa Langlang Buana menghampiri kedua gajah jelmaan itu dan memberitahukan bahwa mereka
akan kembali menjadi manusia setelah anaknya berumur 19 tahun dengan syarat setelah berumur 2 tahun, anak itu harus dibuang ke tengah kolam. Petunjuk dewa
itu ditaati oleh kedua gajah jelmaan itu. Anak yang dilemparkan ke tengah kolam itu dipelihara oleh Maharaja
Kaladarmadan diberi nama Indra Jaya. Indra Jaya diajari segala macam ilmu, baik ilmu hikmat maupun ilmu peperangan dan kesaktian. Setelah Indra Jaya berumur
sembilan belas tahun, Maharaja Kaladarma menyuruh Indra Jaya membunuh kedua gajah yang ada di sekitar kolam. Maharaja Kaladarma menceritakan
kejadian Indra Jaya dan sebab-sebab kedua orang tuanya menjadi gajah kepada Indra Jaya.
Indra Jaya dilemparkan Maharaja Kaladarma dari kolam dan jatuh di dekat kedua gajah itu dan dilihatnya kedua gajah itu besarnya seperti bukit. Indra Jaya
tiada samapi hati membunuh kedua gajah jelmaan tersebut karena sesungguhnya kedua gajah itu adalah orang tuanya. Indra Jaya membunuh gajah jantan,
kemudian gajah betina. Keduanya mati, tidak lama kemudian kedua gajah tersebut berubah menjadi manusia dan tampak seperti sedang tertidur. Indra Jaya
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan kolik-nya, lalu direndamnya di dalam air, kemudian disiraminya kedua mayat manusia itu. Kedua orang tua Indra Jaya itu hidup kembali. Indra
Jaya lalu menciptakan suatu negeri di atas gunung itu dan dinamai Negeri Mintarsyah dengan rajanya Maharaja Bulia Kesna.
Indra Jaya melanjutkan perjalanan ke arah matahari terbenam dan sampailah di Padang Cita Heran, asal negeri maharaja jin, Langlang Samudra. Di
padang itu Indra Jaya hendak dibunuh oleh mambang dan peri karena tempat itu merupakan tempat rahasia. Dikhawatirkan jika ada orang yang mengetahui tempat
itu akan dikabarkan kepada orang lain. Indra Jaya berperang dengan Langlang samudra sehingga ia berubah menjadi permata hijau dan termakan oleh Langlang
Samudra. Di dalam mulut Langlang Samudra itu, Indra Jaya menjelma menjadi pohon yang bercabang dua sehingga menyebabkan Langlang Samudra mati dan
Indra Jaya keluar dari dalam mulutnya. Raja keindraan yang bernama Maharaja Johan Jauhari mempunyai seorang
putri yang bernama Putri Ismaya Indra. Putri tersebut sudah dilamar 39 orang raja, tetapi Maharaja Johan Jauhari belum dapat memutuskan raja mana yang akan
menjadi menantunya. Oleh karena itu, ia mencari alasan untuk menghindari lamaran raja-raja itu. Ia mengatakan bahwa anaknya masih kecil dan belum akan
dikawinkan, nanti kalau sudah besar, anaknya boleh dilamar dan dikawinkan. Ketika masa perjanjiannya dengan raja-raja itu hampir tiba, Maharaja Johan
Jauhari menyuruh wazirnya membuat mahligai yang mempunyai tangga 40 buah yang terbuat dari pedang yang sangat tajam. Maharaja Johan Jauhari mengadakan
sayembara yang menyatakan bahwa siapa yang dapat memasuki mahligai Tuan Putri dengan selamat, dialah yang akan menjadi suami putri itu.
Universitas Sumatera Utara
Maharaja Peringgi yang dikutuk oleh Batara Indra menjadi seekor naga yang bernama Antaboga. Naga itu mencuri Putri Ismaya Indra, lalu dibawa ke
Gunung Bintara dan dimasukkan ke dalam gua. Wazir Maharaja Johan Jauhari menjadi panik dan marah dan menyuruh para hulubalangnya untuk segera mencari
Tuan Putri. Indra Jaya yang keluar dari mulut Langlang Samudra itu mendapatkan
kemala yang berukirkan nama Putri Ismaya dan Putri Cahaya Nurlela. Indra Jaya melanjutkan perjalanannya ke Padang Anta Heran, tempat tulang dan tengkorak
Raja Johan Syah Peri dan rakyatnya yang tampaknya baru kalah perang. Mereka dihidupkan oleh Indra Jaya, lalu bersama-sama melanjutkan perjalanan.
Maharaja Kapaksura hendak mengawinkan putrinya yang bernama Putri Lela Cahaya Bulan dengan anak Maharaja Ganggamaya yang bernama Raja Johan
Syah. Putri Lela Cahaya Bilan itu mempunyai seekor burung bayan yang pandai berkata-kata dan bersenda gurau. Pada waktu Putri Lela Cahaya Bulan sedang
diarak hendak dipertemukan dengan Raja Johan Syah, bayan itu berubah menjadi kuda, lalu melarikan putri itu. Raja Johan Syah terkejut melihat istrinya dilarikan
oleh kuda yang pandai terbang. Ia memanah dan mengejar kuda itu ke arah matahari terbenam. Kemudian, raja-raja lain pun turut mengejarnya, di antaranya
Maharaja Indra Sri, Maharaja Indra Bulia, dan Maharaja Indra Kesna. Adapun Indra Jaya yang sedang berjalan dengan Maharaja Johan Syah
Peri beserta rakyatnya itu smpailah di suatu padang. Mereka berhenti untuk melepaskan lelah. Tiba-tiba cuaca berubah, sebentar terang dan sebentar gelap.
Mereka melihat ke udara untuk mengetahui sebabnya. Ternyata ada seekor kuda yang sangat besar yang melarikan seorang putri. Seketika itu Indra Jaya merubah
Universitas Sumatera Utara
dirinya menjadi seekor wilmana dan mengejarnya. Terjadilah peperangan antara kuda dengan wilmana. Ketika wilmana dipagut oleh kuda terbang itu, wilmana
mati, lalu jatuh menjadi Indra Jaya kembali. Indra Jaya menciptakan hujan api sehingga kuda itu pun berubah menjadi Maharaja Bayu. Setelah itu Maharaja
Johan Syah Peri menyerang Maharaja Bayu. Dalam penyerangan itu Putri Lela Cahaya mati karena tidak sengaja kena sasaran tikaman Maharaja Johan Syah
Peri. Kemudian Maharaja Bayu melarikan diri dan Putri Lela Cahaya dihidupkan kembali oleh Indra Jaya, kemudian ia menceritakan hal-ikhwalnya dilarikan
Maharaja Bayu Kesna Lodara itu. Mereka bergabung dan pergi menuju tempat bapak Maharaja Bayu Kesna Lodara, yang bernama Maharaja Bayu Nafiri, di
Gunung Argasinga. Namun, ketika Indra Jaya berperang dengan Maharaja Bayu, Putri Lela Cahaya dibawa lari oleh merak emas, penjelmaan Dewa Langlang
Buana. Langang Buana membawa putri itu ke gua tempat Naga Antaboga, sebagai jalan untuk mengubah dirinya kembali kepada bentuk semula. Indra Jaya
mengetahui keadaan putri itu dari suratnya yang ditulisnya pada sehelai bulu merak. Kemudian, mereka bersama-sama dengan Maharaja Johan Syah Peri
mencari Putri Lela Nur Cahaya. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan rombongan suami putri, yang bernama Raja Johan, lalu pergi bersama-sama ke
Gunung Argasinga. Raja Johan Syah Peri lebih dahulu ke gunung itu dan Indra Jaya beserta rombongan berhenti di tempat peristirahatannya.
Dengan diam-diam Indra Jaya mengubah dirinya menjadi burung kecil meninggalkan Maharaja Johan Syah Peri dan rakyatnya. Ia pergi ke Gunung
Bintara, tempat Naga Antaboga bertapa. Kemudian pada malam harinya ketika naga tertidur lelap, Indra Jaya memulai aksinya dengan cara berubah menjadi
Universitas Sumatera Utara
seekor katak untuk menyelamatkan kedua tuan putri yaitu Putri Indra Ismaya dan Putri Lela Nur Cahaya yang ditahan oleh naga. Indra Jaya memasukkan kedua
putri itu ke dalam sebuah cumbul, lalu mengubah dirinya menjadi burung pipit dan meninggalkan gua itu. Sampai di suatu padang, Indra Jaya mengeluarkan
putri-putri itu dan menciptakan suatu negeri. Setelah mengetahui bahwa Tuan Putri Indra Ismaya dan Tuan Putri Lela Nur Cahaya itu hilang, Naga Antaboga
mengamuk. Ia mencari ke dalam laut sehingga terjadi perang dengan raja ikan lodan. Setelah masing-masing mengakui keunggulannya, naga itu kemudian
berjalan dan sampailah di Negeri Sahasina. Raja Manik Maya yang memimpin kerajaan tersebut membiarkan ulah naga tersebut dan tidak membunuhnya karena
naga tersebut adalah naga jadi-jadian. Pada suatu malam Raja Manik Maya bermimpi dijatuhi bulan. Ia maklum
akan mimpinya itu sehingga membuatnya sedih dan murung. Setelah tiba waktunya, istri Maharaja Manik Maya melahirkan seorang anak laki-laki yang
berupa kera. Untuk menghilangkan aibnya, Raja Manik Maya menyuruh semua pandai besi membuat sebuah keranda. Setelah selesai dibuat, anak dan istri Raja
Manik Maya itu dimasukkannya ke dalam keranda, lalu dibuang ke laut. Anak yang dibuang ke dalam laut tersebut diberi nama Langka Indra Loka.
Setelah dua belas tahun berada dalam laut, keranda besi itu pecah. Langka Indra Loka bersama ibunya terdampar di pulau Langkawi. Hulubalang Gadasataka
penguasa di pulau Langkawi memperistri ibu Langka Indra Loka dan Tuan Putri Dewi Mahirah Langkawi mengambil Langka Indra Loka sebagai saudara.
Naga Antaboga yang mencari Tuan Putri Indra Ismaya dan Tuan Putri Lela Nur Cahaya itu sampai di tepi laut Tanah Gandaran dan bertemu dengan putra raja
Universitas Sumatera Utara
39 orang. Terjadilah peperangan diantara naga dengan putra raja tersebut. Setelah musuh mengalah, Naga Antaboga menceburkan dirinya ke dalam laut dan
berenang sehingga sampailah di Pulau Langkawi. Dengan mengubah dirinya menjadi ular kecil, ia masuk ke tempat peraduan Tuan Putri Dewi Mahirah
Langkawi. Naga Antaboga membawa Tuan Putri dari tempat peraduannya dan kelakuannya itu terlihat oleh Langka Indra Loka. Secara diam-diam, Langka Indra
Loka mengikutinya dan melompat ke atas naga itu. Indra jaya yang telah beberapa lama tinggal di istana Raja Johan Jauhari
itu berpamit kepada mertuanya. Ia bermaksud hendak menemui orangtuanya di Negeri Mintarsyah. Dalam perjalanannya ia bertemu dengan Raja Johan Syah Peri
dan melanjutkan perjalanan bersama-sama. Pada suatu ketika sampailah mereka pada tempat Naga Antaboga beristirahat. Indra Jaya bersama Raja Johan Syah Peri
menghampiri naga dan tampaklah seorang putri duduk di atas kepala naga dan seekor kera bertengger dibelakangnya. Raja Johan Syah Peri sangat terpikat oleh
kecantikan putri itu, lalu disuruhnya Indra Jaya mengambilkannya. Indra Jaya pergi menghampiri putri itu dengan mengubah dirinya menjadi seekor burung
pipit. Burung pipit hinggap di atas cula naga itu, lalu ditangkap dan dibuat mainan oleh Tuan Putri. Setelah satu malam burung itu menjadi mainan oleh Tuan Putri,
pagi harinya burung itu menjadi seorang kanak-kanak. Setelah melihat kanak- kanak di dekatnya, Tuan Putri itu menanyakan maksud kanak-kanak itu. Kanak-
kanak itu menerangkan maksudnya. Ia disuruh oleh Raja Johan Syah Peri untuk menyampaikan hasratnya. Setelah Tuan Putri menyanggupinya, kanak-kanak itu
berubah menjadi seekor burung garuda dan membawanya terbang.
Universitas Sumatera Utara
Ketika melihat seekor burung garuda terbang dari atas kepalanya, naga itu terkejut, lalu bertanya kepada kera yang masih bertengger di belakangnya. Kera
tidak mengetahui siapa yang mengambil Tuan Putri itu. Naga menjadi bertambah marah, kemudian naga itu mengumpulkan rakyatnya dan menyuruh memerangi
rakyat Johan Syah Peri. Peperangan terjadi dengan dahsyatnya. Maharaja Johan Syah Peri dan segala rakyatnya tidak tahan terhadap gigitan ular berbisa itu.
Setelah melihat Raja Johan Syah Peri pingsan, Indra Jaya mengembalikan dirinya kepada rupa semula dan diciptanya panah kesaktiannya. Seketika itu juga habislah
rakyat naga itu. Naga menjadi bertambah geram dan semua rakyat Raja Johan Syah Peri dibinasakannya. Setelah melihat semua rakyatnya undur, Indra Jaya
mengubah dirinya menjadi seekor burung garuda dan menerbangkan naga itu tinggi-tinggi dan menaji kepada naga itu. Setelah hancur, kepala naga itu
dijatuhkannya ke bumi. Akhirnya, naga itu mati, lalu menjelma menjadi seorang dewa. Setelah sadar, Dewa Indra Asmana mengambil sehelai daun pandan dan
menyuratinya. Setelah itu, ia mencabut cincin yang melilit di jarinya, lalu membungkusnya dengan daun pandan yang telah disurati itu. Dewa Indra Asmana
kembali ke tempatnya semula. Indra Jaya menemukan daun pandan yang dilipat-lipat. Cincin yang
terbungkus daun itu dipakainya, lalu ia kembali ke tempat Maharaja Johan Syah Peri.
Indra Jaya memperlihatkan Tuan Putri Dewi Mahirah Langkawi kepada Maharaja Johan Syah Peri. Tuan Putri bersedia menjadi istri Raja Johan Syah Peri,
asalkan kera permainannya ditemukan. Indra Jaya berhasil menemukan kera itu. Setelah Indra Jaya mengetahui hal-ikhwal kera itu, Indra Jaya mengembalikan
Universitas Sumatera Utara
rupa kera itu menjadi manusia. Dengan senangnya Tuan Putri Dewi Mahirah Langkawi melihat Langka Indra Loka sudah menjadi seorang manusia yang
sangat tampan dan santun. Indra Jaya dan Raja Johan Syah Peri pun sangat tampan dan santun. Indra Jaya dan Raja Johan Syah Peri pun sangat sayang
terhadap Langka Indra Loka. Setelah peristiwa itu, Indra Jaya beserta rombongan kembali meneruskan
perjalanannya. Sesampainya di kaki Gunung Mala Sikanta, semua rakyat disuruh beristirahat. Namun, Indra Jaya ditemani Langka Indra Loka meneruskan
perjalanannya naik ke atas gunung. Ternyata di atas gunung itu ada sebuah kerajaan yang diperintah oleh Raja Puspa Pandai.
Dari percakapan para penjaga pintu gerbang kerajaan, Indra Jaya mengetahui bahwa Raja Puspa Pandai mempunyai putri yang sangat cantik jelita.
Indra Jaya segera mengubah dirinya menjadi seekor kucing, masuk ke dalam mahligai Tuan Putri Sari Gading, lalu membawanya. Dalam sekejap mata Indra
Jaya menciptakan seekor burung garuda, lalu menerbangkan Tuan Putri. Setelah mengetahui putrinya hilang, Maharaja Puspa Pandai menyuruh hulubalang dan
rakyatnya mencari Tuan Putri. Indra Jaya beserta rombongan sampai di tepi Negeri Mintarsyah. Maharaja
Bulia Kesna terejut melihat banyak orang datang, lalu menyuruh hulubalangnya untuk memeriksa orang yang datang itu. Setelah mengetahui bahwa yang datang
itu adalah anaknya sendiri, Maharaja Bulia Kesna sangat bergembira, dan menyambut Indra Jaya memperlihatkan putri-putri yang dibawanya kepada ayah
dan bundanya. Pada akhirnya, Maharaja Johan Syah Peri dikawinkan dengan Tuan
Universitas Sumatera Utara
Putri Dewi Mahirah Langkawi dan Langka Indra Loka dikawinkan dengan Tuan Putri Bala Indra, adik kandung Indra Jaya.
Langka Indra Loka menemui ayahnya, Maharaja Manik Maya, yang sedang menghadap Raja Bulia Kesna. Maharaja Bulia Kesna memperkenalkan
Tuan Putri Mala Indra kepada Maharaja Manik Maya. Pada saat itu Negeri Mintarsyah sangat ramai karena semua rakyat dan raja sedang berhimpun. Ketika
itu juga Maharaja Bulia Kesna menobatkan Indra Jaya menjadi raja dengan gelar Maharaja Indra Dewa Paksi Bintara. Beberapa saat setelah Maharaja Bulia Kesna
mengadakan pesta, kembalilah rakyat dan raja pendatang itu ke negerinya masing- masing.
3.2 Tema