Mimpi ANALISIS PSIKOLOGIS TERHADAP HIKAYAT INDRA JAYA

BAB IV ANALISIS PSIKOLOGIS TERHADAP HIKAYAT INDRA JAYA

PAHLAWAN

4.1 Mimpi

Mimpi adalah bayangan atau perasaan yang ada dalam pikiran kita ketika sedang tertidur ataupun tak sadar untuk melakukan sesuatu hal baik secara logika maupun hanya fantasi belaka. Mimpi akan hadir kepada figur siapa saja. Tiap orang yang memiliki memori, mimpi akan menjadi miliknya seolah-olah mimpi itu terjadi di dalam kehidupan nyata. Sigmund Freud menyatakan mimpi merupakan “Via Raga” atau jalan utama yang mengantar kita ketaksadaran. Sedangkan Theo Huijbers mengatakan mimpi merupakan proses ketaksadaran yang tidak dipahami oleh manusia. Dapat kita lihat dalam kutipan : “ Bahwa ada hal-hal yang tidak dihayati sunguh-sungguh namun dalam salah satu arti termasuk kesadaran, dapat disoroti dengan banyak contoh lain : - Ada gambar yang muncul dalam ingatan, mimpi, hipnose, penggambaran eidetis. Itu hanya mungkin, kalau gambar- gambar itu sudah termasuk kesadaran lebih dulu. Namun masuknya gambar-gambar tidak diperhatikan sungguh- sungguh sebab tidak diingat sama sekali. - Dalam situasi tertentu orang bereaksi secara spontan atas perangsang yang sebenarnya tidak diperhatikan umpamanya dalam situasi bahaya. - Dalam pergaulan dengan orang lain, manusia spontan menyesuaikan diri dengan orang lain, tanpa adanya kesadaran penuh tentang ekspresi-ekspresi orang lain itu. - Bayangan, pikiran, motif, cita-cita sering kali kurang disadari, juga hubungannya antara bayangan disadari secara kabur saja, seperti juga langkah-langkah pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan”.Roidah, 1993 : 85 Impian-impian khayal manusia tentu tidak dapat lepas dari kebutuhan hidup mausia. Mimpi merupakan produk psikis karena mimpi adlah konflik- Universitas Sumatera Utara konflik antara daya psikis, jadi mimpi merupakan perwujudan suatu konflik. Melalui mimpi orang dapat menyalurkan segala ekspresi jiwanya yang selama ini terhambat oleh realita dunia yang tidak sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Mimpi yang dialami oleh manusia tidak selamanya yang baik-baik tetapi ada juga mimpi yang buruk. Hal ini semua tergantung dari penafsiran kita terhadap makna apa yang diambil dari mimpi tersebut. Di sini kita ingat juga akan apa yang terjadi selama tertidur yaitu dalam mimpi. Selama mimpi manusia tidak sadar sepenuhnya, akan tetapi kesadaran tetap aktif dalam memproduksi gambaran. Mimpi itu mirip dengan lamunan. Selama melamun orang tidak memperhatikan lingkungan namun dapat disebut setengah sadar. Kesadaran tidak hilang, akan tetapi dikurangi aktivitasnya sehingga kurang jelas juga pernyataannya. Penafsiran mimpi memiliki peranan penting dalam penelitian psikologi sastra. Menurut Freud Endraswara, 2008 : 201, “Aktivitas mental dalam wish fulfillment sebagai terapi neurotik, dianalogikan dengan sastra menghasilkan tiga bidang penelitian psikoanalisis, yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca. Teori mimpi dan fantasi sebenarnya hanya dapat dikenakan kaidahnya pada karya sastra, tetapi untuk kepentingan tertentu, teori mimpi dan fantasi itu dapat diterapkan pada karya sastra sebagai upaya mempelajari jiwa pengarang. Misalnya, analisis terhadap suatu karya sastra yang diciptakan oleh pengarang tersebut apakah sebelum menuangkan ungkapan gagasan seorang pengarang tersebut pernah mengalami mimpi atau khayalan yang berhubungan dengan karyanya. Berkaitan dengan hal di atas begitulah yang terjadi dalam diri Maharaja Bulia Kesna dan istrinya. Meskipun dalam kehidupannya memiliki berlimpah harta dan tahta tetapi hal tersebut membuat mereka gelisah karena tidak Universitas Sumatera Utara mempunyai keturunan padahal sudah lama menikah. Kegelisahan itu tidak bisa dihilangkan dalam pikirannya sehari-hari, sehingga akhirnya Raja Bulia Kesna dan istrinya melakukan suatu pertapaan kepada dewa-dewa dengan maksud agar dikaruniakan seorang anak. Hatta maka pada suatu hari, maka baginda duduk di balairung besar diadap oleh segala menteri, hulubalang, sida-sida bintara. Rakyat penuh suka serta dengan segala permainan dan segala bunyi- bunyian terlalu ramainya baginda makan minum bersuka-sukaan. Setelah baginda melihat segala menteri, hulubalang yang muda- muda ramai bersuling-sulingan dengan gurau sendanya. Syahdan maka di dalam hati, “Sayangnya akan aku ini tiada beranak. Jikalau ada anaknya, sukanya hatiku”. Maka baginda pun berpikir demikian. Setelah itu, maka ia pun berangkat masuk ke dalam istana, duduk dekat permaisuri seraya bertitah, “Adinda Tuan, nyawa, apatah sudahnya kita tiada beranak?. Terlalu ingin rasanya Kakanda hendak berputra. Kepada bicara Kakanda, baik juga kita bertapa, minta anak kepada segala dewa-dewa. Kalau dikaruniakan dewa itu, kita dapat anak”. halaman 11-12 Raja Bulia Kesna dan istrinya bertapa selama empat puluh hari empat puluh malam serta tidak makan dan minum dan memuji segala dewa-dewa. Sampai tiba waktunya Raja Bulia Kesna dan Permaisuri bermimpi, yang dalam mimpinya tersebut mereka harus memakan sekuntum bunga yang berada di gunung sebagai suatu syarat agar meraka dikaruniakan anak oleh dewa. Setelah bangun dari mimpinya itu Raja Bulia Kesna dan Permaisuri segera melaksanakan segala perintah yang ada dalam mimpinya itu. Setelah sampailah kepada empat puluh hari empat puluh malam maka baginda bertapa itu, maka kepada suatu malam baginda beradu, maka bermimpi datang seorang muda terlalu elok rupanya gilang gemilang berdiri di hadapan baginda serta katanya, “Hai, Maharaja Bulia Kesna, sudah lah engkau bertapa ini Dan jikalau engkau hendak beranak, pergilah engkau ke Gunung Bala Dewangga itu. Ambil olehmu bunga butut Makan olehmu laki- istri” halaman 12 Universitas Sumatera Utara Selama perjalanan menuju gunung dimana tempat bunga itu berada mereka banyak mengalami hambatan sehingga akhirnya yang tersisa hanya Raja Bulia Kesna dan Permaisuri. Sesampainya di gunung akhirnya mereka menemukan bunga yang persis rupanya dengan bunga yang ada dalam mimpinya itu dan mereka pun memakan bunga itu. Raja Bulia Kesna dan Permaisuri sungguh tak menduga setelah memakan bunga tersebut mereka berubah menjadi sepasang gajah jelmaan yang sangat besar. Dan beberapa lamanya gajah betina yang merupakan jelmaan dari permaisuri akhirnya hamil dan pada saat itu Dewa Langlang Buana menghampiri mereka dan berpesan jikalau Raja Bulia Kesna dan Permaisuri ingin kembali menjadi manusia, mereka harus membuang anak yang dikandunginya itu ke tengah kolam setelah berumur dua tahun dan mereka pun melaksanakan segala perintah dewa tersebut. Dan beberapa lamanya itu maka gajah Wanta Dadu itu pun hamillah. Maka pada suatu malam hari gajah keduanya itu duduk dengan duka citanya dan masa itu Langlang Buana sedang mengendarai alam. Maka dilihat Maharaja Bulia Kesna sudah ia menjadi gajah laki-istri, maka Langlang Buana pun turun ke hadapan gajah wanta itu seraya merupakan dirinya seperti orang tuah. Maka katanya, “Hai, gajah wanta kedua, janganlah cemas dan duka cita sangat Jikalau sampai tiga puluh tahun lamanya, maka engkau kembali jadi manusia pula. Hai, Maharaja Kesna, akulah yang bernama Langlang Buana mengendarai alam ini janganlah engkau takut Apabila sampai umurnya anakmu yang engkau kandung itu sembilan belas tahun, baharulah engkau kembali seperti sedia kala. Aku berpesan, jikalau sudah jadi anakmu itu, engkau namakan Indra Jaya Lela” Setelah sudah berkata-kata itu, maka Langlang Buana pun gaiblah ke kayangan. Maka duduklah gajah keduanya itu mencari makan. Dan beberapa lamanya gajah itu hamillah, maka genaplah bulannya. Maka ia pun beranaklah seorang laki-laki terlalu elok parasnya. halaman 16-17 Raja Bulia Kesna dan Permaisuri merasakan hidupnya yang sangat menyedihkan. Banyak cobaan yang mereka hadapi demi menginginkan kelahiran seorang anak. Nilai psikologis yang dapat diambil dari peristiwa ini adalah Universitas Sumatera Utara kesabaran dari Raja Bulia Kesna dan Permaisuri, ketika banyak cobaan yang menimpa dirinya tetapi hatinya tetap tegar. Berdasarkan teori Freud, super ego yang ada dalam diri Raja Bulia Kesna sangat berperan dimana ketika dia mengikuti kata hatinya dimulai dari mimpi yang menyuruhnya untuk memakan bunga sampai kepada harus melempar ke tengah kolam anak yang selama ini raja inginkan. Padahal ego Raja Bulia Kesna bisa saja bertentangan dengan super ego karena tidak harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh Dewa Langlang Buana tetapi Raja Bulia kesna berpikir secara bijaksana karena ada perasaan aneh jikalau seekor gajah memiliki anak manusia. Oleh karena itu Raja Bulia Kesna melaksanakan perintah Dewa Langlang Buana untuk membuang anaknya ke tengah kolam supaya pada suatu hari nanti sepasang gajah jelmaan tersebut bisa kembali wujudnya seperti manusia biasa. Dan beberapa lamanya gajah kedua itu memeliharakan anaknya, maka genaplah anaknya dua tahun. Maka kata gajah penjelmaan, “Baik juga kita turut seperti pesan Langlang Buana itu. Marilah kita buangkan budak ini ke dalam kolam itu” Setelah gajah wanta mendengar kata suaminya itu, maka ia pun menangislah seraya menyambut anaknya diberinya susu. Setelah sudah maka dibawanya pada kolam itu, dilontarkannya seraya katanya itu,”Pergilah tuan, nyawa ibu, baik-baik Tiada dapat bunda, ayahanda memeliharakan Tuan” sambil ia menangis terlalu sangat. Maka Indra Jaya pun jatuhlah sama tengah kolam itu, lalu tenggelam. Setelah dilihat gajah keduanya itu sudah gaib, maka ia pun kembalilah ke bawah pohon kayu ungu itu duduk dengan percintaannya. halaman 17 Freud dengan teori psikoanalisisnya menggambarkan bahwa pengarang di dalam mencipta, diserang oleh penyakit jiwa yang dinamakan “neurosis”, bahkan kadang-kadang sampai kepada tahap “psikosi”, seperti sakit saraf dan mental yang membuatnya berada dalam kondisi sangat tertekan tidak diartikan dalam kondisi gila, berkeluh kesah akibat ide dan gagasan yang menggelora yang menghendaki Universitas Sumatera Utara agar disublimasikan atau disalurkan dalam bentuk penciptanya karya sastra.Endraswara, 2008 : 197. Oleh karena itu karya sastra tidak dapat dilepaskan dari masalah penciptanya diliputi oleh berbagai macam masalah kejiwaan. Begitu juga dengan psikologi penokohan, banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bahkan mengubah kejiwaan seseorang tersebut untuk menjadi baik atau sebaliknya menjadi jahat yang tidak sesuai dengan kehidupan sosial yang normal. Mimpi juga dapat mempengaruhi kejiwaan seseorang karena ia merasa mimpi tersebut adalah suatu petunjuk atau peringatan dalam dirinya sehingga yang mengalami mimpi tersebut terobsesi bahkan sampai penasaran sebelum mimpinya itu terjadi dalam kehidupan nyatanya. Hal ini terjadi pada tokoh Raja Manik Maya. Raja bermimpi bahwa bulan jatuh kepangkuannya dan kemudian datang seorang orang tua dan mengambil bulan tersebut dari pangkuan raja dan segera pergi meninggalkan Raja Manik Maya. Secara spontanitas Raja Manik Maya terbangun dari mimpinya itu dan keesokan harinya Raja Manik Maya merasa bertanya-tanya dalam hatinya apa gerangan dalam mimpinya itu? Raja Manik Maya sangat penasaran dan terobsesi akan mimpinya itu sampai-sampai ia tidak mau menerima kedatangan tamu siapa saja. Adapun tatkala Maharaja Manik Maya masuk ke dalam istananya itu kalakian maka hari pun malamlah. Maka Baginda pun beradu dua laki-istri. Maka pada waktu tengah malam sedang sadar Baginda dua laki-istri itu tidur, datanglah alamat kepadanya. Demikian alamatnya pada Baginda itu di dalam tidurnya, jatuh pada haribaannya bulan. Maka kepada Baginda itu datang seorang orang tua, diambilnya daripada ribaan Baginda itu, dibawanya pergi. Setelah itu, maka Maharaja Manik Maya pun terkejut daripada tidurnya itu. Maka ia pun heran, disangkanya sungguh. Maka Manik Maya pun duduk. Maka Baginda pun baharulah tahu jikalau dirinya tidur. Maka Baginda pun terpekur seorang dirinya, heran akan mimpinya. Seketika Baginda itu Universitas Sumatera Utara duduk, maka hari pun sianglah. Maka istrinya pun bangun. Maka Baginda pun mandi dua laki-istri. Telah sudah mandi, maka Baginda pun kembali kembali ke istana duduk dengan istrinya diadap oleh segala dayang-dayang dan biti-biti pewara sekalian hadir mengadap Baginda itu laki-istri. Maka Baginda pun tunduk terpekur berdiam dirinya daripada mengenangkan mimpinya itu dengan masygulnya seperti orang menaruh percintaan rupanya. Syahdan maka istrinya pun bertanya, “Apakah yang Kakanda masygulkan itu?” Maka sahut Baginda, “Tiada apa Kakanda susahkan. Sebab pun Kakanda terpekur, Kakanda memikirkan negeri kita ini”. Akan takhir mimpinya itu senantiasa menaruh duka. Kalakian maka Baginda itu selamanya beroleh alamat dalam tidurnya itu, tiadalah Baginda keluar dari dalam istana dan segala hulubalang pun tiada diberinya mengadap. Maka Baginda pun dalam istana dengan masygulnya. Maka segala rakyat dan hulubalang sekaliannya isi negeri itu pun susahlah hatinya karena rajanya tiada boleh diadap oleh segala bala tentaranya.halaman 85 Setelah beberapa hari berlalu istri Raja Manik Maya mengandung seorang anak hingga pada waktunya anaknya itu pun lahir. Raja Manik Maya sangat terkejut karena anak yang dilahirkan itu memiliki rupa seekor kera. Raja Manik Maya merasa bahwa kejadian ini adalah aib bagi keluarga kerajaan dan merasa malu kepada seluruh rakyatnya jika raja yang selama ini dihormati ternyata mempunyai anak dengan rupa seekor kera. Raja Manik Maya dikenal sebagai manusia yang apatis ini dibuktikan dengan mengambil jalan pintas Raja Manik Maya tega mengurung ke dalam keranda dan membuang anak dan istrinya ke tengah laut. Syahdan maka Maharaja Manik Maya pun memanggil istrinya. Istrinya pun datang dengan anaknya yang seperti kera itu pun didukungnya. Maka kata Raja Manik Maya itu, “Hai, istriku, masuklah engkau ke dalam keranda besi ini serta dengan anakmu karena engkau sangat memberi aib namaku. Universitas Sumatera Utara Syahdan maka Dekar Kilat pun memanggil segala hulubalang dan segala rakyat sekalian pun berhimpunlah masuk ke dalam istana raja. Setelah itu, maka keranda itu pun dibawa oranglah ke tepi laut. Maka istrinya pun adalah di dalam keranda itu menangis seketika dibawa orang. Maka sampailah ke tepi laut, lalu dilabuhkan orang ke dalam laut. Maka keranda itu pun tenggelamlah. Maka segala orang yang mengusung itu pun kembalilah. Maka Dekar Kilat pun berdatang sembah, “Sudahlah Tuanku dilabuhkan ke dalam laut”. Maka Raja Manik Maya pun berkata, “Hilanglah sudah kemaluanku.” halaman 86 Mimpi yang indah tidak selamanya memberikan kita suatu petunjuk yang baik. Bagi Raja Manik Maya mimpi yang dialaminya itu telah memberikan dampak yang buruk dan sangat memalukan bagi kerajaannya. Super ego yang ada dalam diri Raja Manik Maya sangat berlawanan dengan id yang ada di dalam dirinya. Id memerintah ego Raja Manik Maya untuk melakukan hal yang sekeji itu dengan alasan hanya menjaga kewibawaannya sebagai seorang raja dan malu mempunyai anak dengan rupa seekor kera. Padahal jika diketahui oleh rakyatnya akan perbuatan rajanya itu, pasti rakyatnya tidak akan menerima perlakuan tersebut oleh karena itu raja merahasiakan apa yang telah dilakukannya. Berdasarkan cerita di atas, dapat dikatakan bahwa Raja Manik Maya dapat digolongkan sebagai penderita psikosi. Dikatakan demikian karena Raja Manik Maya kondisi jiwanya dalam keadaan tertekan kemudian bersikap apatis dengan mengambil jalan pintas untuk membunuh istri dan anaknya. Raja Manik Maya tidak merasakan sakitnya apa yang dirasakan oleh istrinya seolah-olah tidak Universitas Sumatera Utara mempunyai hati nurani. Istrinya harus menahan beban mental yang sangat pedih karena ia dibuang oleh suami yang dicintainya dan tidak mau mengakui darah dagingnya sendiri.

4.2 Motivasi