3.3 Plot
Alur atau plot pada suatu karangan dapat diibaratkan sebagai suatu kerangka yang dijadikan pedoman dalam mengembangkan keseluruhan isi cerita.
Tahapan-tahapan alur dibentuk oleh satuan peristiwa, dan setiap peristiwa tersebut dilakoni oleh pelaku dengan perwatakan tertentu, memiliki tempat kejadian
peristiwa, dan menampilkan suasana tertentu pula. Intisari dari plot adalah konflik dan peristiwa. Tetapi konflik atau peristiwa
dalam suatu cerita tidak dapat dipaparkan begitu saja, harus ada dasarnya untuk menuju konflik. Untuk menentukan alur di sini, penulis membagi alur menjadi
lima tahapan sebagai berikut : exposition pengarang mulai melukiskan keadaan sesuatu, generating circumstance peristiwa mulai bergerak, ricing action
keadaan mulai memuncak, climax puncak, denoument penyelesaian.
3.3.1 Exposition Pengarang Mulai Melukiskan Sesuatu
Dalam bagian ini pengarang menggambarkan keadaan cerita, seperti memperkenalkan tokoh dengan lingkungannya, waktu dan tempat kejadian cerita.
Seperti terlihat pada kutipan berikut ini : Sebermula maka tersebutlah perkataannya. Maka ada seorang raja
di Negeri Syamsu Alam Bahrul Asyikin. Adalah nama baginda itu Sri Maharaja Bulia Kesna, terlalu besar kerajaannya baginda itu.
Tiadalah raja yang lebih besar tahta kerajaannya daripada baginda itu serta adil murahnya. Maka Negeri Syamsu Alam Bahrul
Asyikin itu pun terlalu ramainya. Hatta maka pada suatu hari, maka baginda duduk di balairung
besar diadap oleh segala menteri, hulubalang, sida-sida bintara. Rakyat penuh suka serta dengan segala permainan dan segala
bunyi-bunyian terlalu ramainya baginda makan minum bersuka- sukaan. Setelah baginda melihat segala menteri, hulubalang yang
muda-muda ramai bersuling-sulingan dengan gurau sendanya. Syahdan maka di dalam hati, “sayangnya akan aku ini tiada
beranak. Jikalau ada anaknya, sukanya hatiku”. Maka baginda pun
Universitas Sumatera Utara
berpikir demikian. Setelah itu, maka ia pun berangkat masuk ke dalam istana, duduk dekat permaisuri seraya bertitah, “Adinda
Tuan, nyawa, apatah sudahnya kita tiada beranak? Terlalu ingin rasanya Kakanda hendak berputra. Kepada bicara Kakanda, baik
juga kita bertapa, minta anak kepada segala dewa-dewa. Kalau dikaruniakan dewa itu, kita dapat anak”. halaman 11-12.
Dari jenis alur exposition di atas jelas menunjukkan bahwa pengarang melukiskan atau menggambarkan keadaan dengan memperkenalkan lingkungan
dalam kerajaan tersebut. Seperti terlihat Maharaja Bulia Kesna dan permaisurinya memiliki kerajaan yang sangat besar dan kaya tetapi hidupnya tidak bahagia
karena tidak mempunyai anak. Dari sinilah mulanya usaha mereka dengan bertapa kepada dewa agar dikaruniakan anak. Kemudian setelah mengikuti beberapa
persyaratan dari dewa, akhirnya lahirlah seorang anak lelaki yang diberi nama Indra Jaya.
3.3.2 Generating Circumstances Peristiwa Mulai Bergerak