2.2 Landasan Teori
Teori berasal dari kata theoria bahasa Latin yaitu suatu perangkat pengertian, konsep, proposisi yang mempunyai korelasi, dan telah teruji
kebenarannya. Suatu kajian atau analisis sudah sewajarnya memakai landasan teori tertentu, supaya penulis mudah menentukan langkah dan arah analisis. Di
samping itu, dengan adanya landasan teori yang telah ditentukan, maka penelitian terhadap suatu objek yang bersifat ilmiah tersebut hasilnya akan dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam menganalisis HIJP dari aspek psikologisnya, penulis menggunakan
teori psikoanalisis, sedangkan dalam pelaksanaannya pertama dengan teori struktural. Landasan teori yang digunakan diuraikan berikut ini.
2.2.1 Teori Struktural
Dalam menganalisis struktur cerita dari HIJP ini penulis mengacu kepada pendekatan struktural seperti yang dikemukakan Teuuw Maini, 1997 : 135
“Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat, keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-
sama menghasilkan makna yang menyeluruh”. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud unsur-
unsur instrinsik adalah unsur-unsur dalam yang membentuk terciptanya suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam
karya sastra tersebut. Dalam hal ini, analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan
hubungan antarunsur instrinsik terutama dalam HIJP. Mula-mula diidentifikasikan
Universitas Sumatera Utara
dan dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, alur, tokoh, latar, perwatakan, dan lain-lain. Setelah dijelaskan bagaimana fungsi masing-
masing unsur dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antarunsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan
yang padu. Misalnya, bagaimana hubungan antar peristiwa yang satu dengan yang lain, kaitannya dengan plot yang tidak selalu kronologis, kaitannya dengan tokoh
dan penokohan, dengan latar dan sebagainya. Dalam hubungan antarunsur instrinsik yang bersifat kausalitas, struktur
karya sastra juga saling menentukan dan saling mempengaruhi yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Menurut Abrams Nurgiyanto,
2001: 46, ”Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara
bersama membentuk kebulatan yang indah”. Oleh karena itu, tiap bagian akan menjadi berarti dan penting setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian
yang lain, serta bagaimana sumbangannya terhadap keseluruhannya wacana karya sastra.
Selain istilah struktural yang terdapat di atas, dunia kesusasteraan mengenal istilah strukturalisme. Dalam strukturalisme konsep fungsi memegang
peranan penting. Artinya, unsur-unsur sebagai ciri khas teori tersebut dapat berperan secara maksimal semata-mata dengan adanya fungsi, yaitu dalam rangka
menunjukkan antarhubungan unsur-unsur yang terlibat. Karya sastra memanfaatkan energi antarhubungan dalam membangun totalitas. Menurut Ratna
2004 : 78, “Melalui hubungan medium bahasa, pengarang hanya menyajikan unsur-unsur fisik, sebagai fabula. Antarhubunganlah, yaitu melalui imajinasi
Universitas Sumatera Utara
pembaca, yang mengubah cerita sehingga menyerupai kehidupan, dalam bentuk plot”. Oleh karena itu keberhasilan sebuah karya sastra dengan demikian juga
ditentukan oleh kemampuan penulis dalam menyajikan keberagaman antarhubungan.
Dengan mengambil analogi dalam bidang bahasa, sebagai hubungan sintagmatis dan paradigmatis, maka karya sastra dapat dianalisis dengan dua cara,
pertama, menganalisis unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra. Kedua, menganalisis karya melalui perbandingannya dengan unsur-unsur di luarnya yaitu
kebudayaan pada umumnya Ratna, 2004 : 79. Mekanisme tata hubungan sintagmatis memberikan pemahaman dalam kaitannya dengan jumlah unsur dalam
karya, sedangkan mekanisme tata hubungan paradigmatis memberikan pemahaman dalam kaitan karya dengan masyarakat yang menghasilkannya.
Analisis pertama dilakukan melalui pendekatan instrinsik, sedangkan analisis yang kedua dilakukan melalui pendekatan ekstrinsik yaitu psikologi sastra.
Pendekatan struktur lahir bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki daya penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok
yang berdiri sendiri, terlepas dari hal-hal lain yang berada dalam karya sastra. Aspek yang harus dikaji terlebih dahulu adalah seperti tema, alur, tokoh, latar,
penokohan serta hubungan yang erat antaraspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra.
Tentang prinsip analisis struktur, Semi 1990 : 44-45 mengatakan, “Pendekatan ini membatasi diri pada penelaahan karya sastra itu
sendiri, terleps dari soal pengarang dan pembaca. Dalam hal ini kritikus memandang karya sastra sebagai suatu kebulatan makna,
akibat berpaduan visi dengan pemanfaatan bahasa sebagai alatnya. Dengan kata lain, pendekatan ini memandang dan menelaah sastra
dari segi instrinsik yang membangun suatu karya sastra yaitu tema, alaur, latar, penokohan, dan gaya bahasa. Perpaduan yang
Universitas Sumatera Utara
harmonis antara bentuk dan isi merupakan kemungkunan kuat untuk menghasilkan sastra yang bermutu. Penelaahan sastra
melalui pendekatan ini menjadi anutan para kritikus aliran strukturalis, di dindonesia tercermin pada kelompok
Rawamangun”. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan unsur instrinsik adalah unsur-unsur dalam yang membentuk terciptanya suatu karya sastra dan mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan
informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam karya sastra tersebut. Dalam hal ini, analisis struktural bekerja dengan cara mengidentifikasi, mengkaji, dan
mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur instrinsik terutama yang terkandung dalam HIJP. Misalnya, bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, alur,
tokoh, latar, dan lain-lain. Berikut yang menjadi konsep dasar, aspek-aspek yang dianalisis ialah :
a. Tema