Kepustakaan yang Relevan Tema

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Kajian pustaka merupakan suatu gagasan dan mendasari usulan penelitian yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris dan dibentuk ke dalam suatu kerangka acuan. Ary 1982 : 52 mengatakan, “Sangat penting bagi peneliti untuk mencari hasil penelitian terdahulu yang cocok dengan bidang yang diteliti sebagai dasar pendukung pilihan”. Dalam hal ini perlu diungkapkan kerangka acuan mengenai konsep, prinsip atau teori yang digunakan sebagai landasan dalam menyelesaikan suatu penelitian. Uraian dalam kajian pustaka diharapkan menjadi landasan teoritik mengapa masalah yang dihadapi dalam penelitian perlu dipecahkan dengan strategi yang dipilih. Sesuai dengan judul dalam skripsi ini yaitu Analisis Psikologis Terhadap Hikayat Indra Jaya Pahlawan, maka dalam memecahkan persoalan yang timbul dalam penelitian ini penulis menggunakan buku-buku yang relevan sebagai panduan utama dalam memecahkan persoalan. Buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang sastra dan psikologi yaitu : Metode Penelitian Sastra oleh Ratna, Telaah Sastra oleh Fananie, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi oleh Albertine Minderop, Metode Penelitian Psikologi Sastra oleh Endraswara, Psikologi Kepribadian oleh Fudyartanta, Psikologi Umum oleh Sobur, dan bacaan lainnya yang masih relevan dengan masalah tentang sastra dan psikologis. Universitas Sumatera Utara

2.2 Landasan Teori

Teori berasal dari kata theoria bahasa Latin yaitu suatu perangkat pengertian, konsep, proposisi yang mempunyai korelasi, dan telah teruji kebenarannya. Suatu kajian atau analisis sudah sewajarnya memakai landasan teori tertentu, supaya penulis mudah menentukan langkah dan arah analisis. Di samping itu, dengan adanya landasan teori yang telah ditentukan, maka penelitian terhadap suatu objek yang bersifat ilmiah tersebut hasilnya akan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam menganalisis HIJP dari aspek psikologisnya, penulis menggunakan teori psikoanalisis, sedangkan dalam pelaksanaannya pertama dengan teori struktural. Landasan teori yang digunakan diuraikan berikut ini.

2.2.1 Teori Struktural

Dalam menganalisis struktur cerita dari HIJP ini penulis mengacu kepada pendekatan struktural seperti yang dikemukakan Teuuw Maini, 1997 : 135 “Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat, keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama- sama menghasilkan makna yang menyeluruh”. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud unsur- unsur instrinsik adalah unsur-unsur dalam yang membentuk terciptanya suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam karya sastra tersebut. Dalam hal ini, analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur instrinsik terutama dalam HIJP. Mula-mula diidentifikasikan Universitas Sumatera Utara dan dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, alur, tokoh, latar, perwatakan, dan lain-lain. Setelah dijelaskan bagaimana fungsi masing- masing unsur dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antarunsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu. Misalnya, bagaimana hubungan antar peristiwa yang satu dengan yang lain, kaitannya dengan plot yang tidak selalu kronologis, kaitannya dengan tokoh dan penokohan, dengan latar dan sebagainya. Dalam hubungan antarunsur instrinsik yang bersifat kausalitas, struktur karya sastra juga saling menentukan dan saling mempengaruhi yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Menurut Abrams Nurgiyanto, 2001: 46, ”Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah”. Oleh karena itu, tiap bagian akan menjadi berarti dan penting setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana sumbangannya terhadap keseluruhannya wacana karya sastra. Selain istilah struktural yang terdapat di atas, dunia kesusasteraan mengenal istilah strukturalisme. Dalam strukturalisme konsep fungsi memegang peranan penting. Artinya, unsur-unsur sebagai ciri khas teori tersebut dapat berperan secara maksimal semata-mata dengan adanya fungsi, yaitu dalam rangka menunjukkan antarhubungan unsur-unsur yang terlibat. Karya sastra memanfaatkan energi antarhubungan dalam membangun totalitas. Menurut Ratna 2004 : 78, “Melalui hubungan medium bahasa, pengarang hanya menyajikan unsur-unsur fisik, sebagai fabula. Antarhubunganlah, yaitu melalui imajinasi Universitas Sumatera Utara pembaca, yang mengubah cerita sehingga menyerupai kehidupan, dalam bentuk plot”. Oleh karena itu keberhasilan sebuah karya sastra dengan demikian juga ditentukan oleh kemampuan penulis dalam menyajikan keberagaman antarhubungan. Dengan mengambil analogi dalam bidang bahasa, sebagai hubungan sintagmatis dan paradigmatis, maka karya sastra dapat dianalisis dengan dua cara, pertama, menganalisis unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra. Kedua, menganalisis karya melalui perbandingannya dengan unsur-unsur di luarnya yaitu kebudayaan pada umumnya Ratna, 2004 : 79. Mekanisme tata hubungan sintagmatis memberikan pemahaman dalam kaitannya dengan jumlah unsur dalam karya, sedangkan mekanisme tata hubungan paradigmatis memberikan pemahaman dalam kaitan karya dengan masyarakat yang menghasilkannya. Analisis pertama dilakukan melalui pendekatan instrinsik, sedangkan analisis yang kedua dilakukan melalui pendekatan ekstrinsik yaitu psikologi sastra. Pendekatan struktur lahir bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki daya penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri, terlepas dari hal-hal lain yang berada dalam karya sastra. Aspek yang harus dikaji terlebih dahulu adalah seperti tema, alur, tokoh, latar, penokohan serta hubungan yang erat antaraspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra. Tentang prinsip analisis struktur, Semi 1990 : 44-45 mengatakan, “Pendekatan ini membatasi diri pada penelaahan karya sastra itu sendiri, terleps dari soal pengarang dan pembaca. Dalam hal ini kritikus memandang karya sastra sebagai suatu kebulatan makna, akibat berpaduan visi dengan pemanfaatan bahasa sebagai alatnya. Dengan kata lain, pendekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi instrinsik yang membangun suatu karya sastra yaitu tema, alaur, latar, penokohan, dan gaya bahasa. Perpaduan yang Universitas Sumatera Utara harmonis antara bentuk dan isi merupakan kemungkunan kuat untuk menghasilkan sastra yang bermutu. Penelaahan sastra melalui pendekatan ini menjadi anutan para kritikus aliran strukturalis, di dindonesia tercermin pada kelompok Rawamangun”. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan unsur instrinsik adalah unsur-unsur dalam yang membentuk terciptanya suatu karya sastra dan mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam karya sastra tersebut. Dalam hal ini, analisis struktural bekerja dengan cara mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur instrinsik terutama yang terkandung dalam HIJP. Misalnya, bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, alur, tokoh, latar, dan lain-lain. Berikut yang menjadi konsep dasar, aspek-aspek yang dianalisis ialah :

a. Tema

Tema adalah landasan cerita atau isi cerita yang merupakan suatu pokok pikiran mengenai sesuatu subjek. Lubis 1950 : 19 mengemukakan, “Tema adalah suatu dasar dalam cerita yang dapat dilukiskan dengan satu kalimat saja”. Dasar inilah yang penting dari seluruh cerita karena suatu cerita yang tidak mempunyai dasar tidak ada artinya sama sekali atau tidak berguna. Dasar dalam cerita ini merupakan tujuan cerita yang akan ditampilkan. Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Menurut Aminuddin Siswanto, 2008 : 161, “Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya. Universitas Sumatera Utara Seorang pengarang memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi media pemapar tema tersebut, menyimpulkan makna yang dikandungnya serta mampu menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya Aminuddin dalam Siswanto, 2008 : 161. Pada hakikatnya, tema yang baik adalah tema yang tidak diungkapkan secara langsung dan jelas. Tema bisa disamarkan sehingga kesimpulan tentang tema yang diungkapkan pengarang harus dirumuskan sendiri oleh pembaca. Menurut Fananie, 2008 : 84, “Tema dapat diungkapkan melalui berbagai cara, seperti melalui dialog tokoh-tokohnya, melalui konflik-konflik yang dibangun, atau melalui komentar secara tidak langsung”. Dalam hal ini, pengarang bisa saja mengungkapkan tema utamanya dalam satu unit rangkaian cerita, tetapi bisa juga dikemukakan pada bagian-bagian tertentu, misalnya di akhir cerita. Proses penciptaan karya sastra tidak terlepas dengan apa-apa yang dimiliki oleh pengarangnya, dengan kata lain keintelektualan seorang pengarang, dan jiwa seorang pengarang dapat kita lihat dari hasil tulisannya. Unsur-unsur buah pikiran yang disampaikan terdiri dari masalah, pendapat, dan amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang. Setiap unsur yang ada dalam cipta sastra harus mendukung tema dan dalam hal ini tema adalah pikiran utama yang dipergunakan untuk memberi nama bagi suatu pengarang atau pikiran mengenai sesuatu subjek, motif atau topik. Menurut Scharback Aminuddin, 1987 : 91 mengungkapkan bahwa, “Tema berasal dari bahasa Latin yang berarti “tempat meletakkan suatu perangkat”. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita Universitas Sumatera Utara sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya”. Tema menurut Semi 1988 : 42, “Tema adalah suatu gagasan sentral yang menjadi dasar atau pokok pembicaraan atas tujuan yang akan diciptakan oleh pengarang”. Sedangkan Sudjiman 1984 : 72, “Tema merupakan ide, gagasan, atau pokok pikiran utama di dalam karya sastra terungkap eksplisit atau yang tidak terungkap implisit. Lebih lanjut lagi Tarigan 1982 : 162 mengemukakan bahwa, “Setiap cerita atau fiksi haruslah mempunyai tema data dasar yang merupakan tujuan. Penulis melukiskan watak dari para pelaku dalam ceritanya dengan dasar atau tema tersebut. Dengan demikian tidaklah berlebih-lebihan kalau kita katakan bahwa tema atau dasar ini suatu hal paling penting dalam suatu cerita yang mempunyai tema tertentu tidak ada guna dan artinya”. Jadi untuk memahami suatu tema yang terdapat dalam karya sastra maka pembaca harus mengetahui atau memahami unsur-unsur signifikan yang bersifat konstruktif. Setelah mengetahui maka kita dapat menyimpulkan makna yang terkandung di dalamnya dan kaitannya dengan tujuan penciptaan pengarangnya. Karena pokok pikiran atau pokok persoalan begitu kuat dalam diri pengarang. Sebuah karangan yang dihasilkan merupakan kompilasi pengarang yang ada kaitannya dengan masalah-masalah kemanusian dan masalah lain yang terdapat dalam masyarakat dan bersifat universal. Dengan demikian menurut Aminuddin dalam Roidah, 1993 : 59, berikut ini merupakan langkah atau cara untuk menentukan tema cerita : 1. memahami setting dalam proses fiksi yang dibaca 2. memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca. 3. memahami suatu peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca. 4. memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca. 5. menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita. 6. menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran yang ditampilkan. Universitas Sumatera Utara 7. mengidentifikasikan tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya. 8. menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarang. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mendapat suatu tema dalam sebuah karangan tidaklah mudah. Karena dalam menentukannya kita harus melihat persoalan yang paling menonjol, konflik yang paling banyak hadir serta menghitung urutan penceritaan. Untuk itulah diperlukan suatu pengkajian terhadap karya sastra secara teliti.

b. Alur Plot