BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra adalah bagian dari kebudayaan yang tidak terbatas pada nilai-nilai subjektif atau semata-mata terfokus pada daya khayal pengarang atau sastrawan
saja, tetapi sastra juga mencoba untuk memasuki dan berorientasi pada pola kehidupan masyarakat. Sastra memberi kegunaan yang sangat berpengaruh dalam
kehidupan manusia, karena sastra berisikan ide para pengarang yang menghasilkan suatu karya sastra dan menjadi daya tarik bagi setiap manusia untuk
lebih memaknai arti dari sebuah karya sastra tersebut. Menurut Fananie 2001 : 71 “Hasil karya sastra tidak saja mampu
menaikkan motivasi pengarang, melainkan juga mampu memberikan pengetahuan yang berharga bagi pembaca khususnya dalam meningkatkan kemampuan
penghayatan dan apresiasi”. Jadi, sastra bukanlah hanya untaian kata-kata indah tetapi sebuah karya imajinasi dari seorang pengarang yang selalu menampilkan
diri sebagai pengungkapan kehidupan yang dinamik dan penuh konflik. Sastra diharapkan membentuk watak dan intelektual seseorang.
Indonesia mempunyai beragam suku yang mempunyai budaya sendiri dan memiliki kelebihan yang menjadi suatu ciri khas, sehingga orang selalu
mengetahui dan dapat membedakan antara suku tersebut. Nilai-nilai budaya etnik tidak pernah hilang dalam masyarakat, begitu juga halnya dengan masyarakat
Melayu. Salah satu di antaranya yang tergambar dalam hasil kesusasteraan Melayu adalah gambaran masyarakat Melayu dan tata nilai, serta pola tingkah
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Karya sastra Melayu, dalam bentuk prosa lama, sering dimasukkan unsur mitos yang sangat berlebihan. Seperti halnya dalam hikayat, secara umum
dapat dijelaskan sebagai cerita yang mengandung unsur-unsur luar biasa supranatural yaitu kekuasaan yang luar biasa terdapat pada manusia dan
makhluk-makhluk lainnya. Sebagai suatu karya sastra sudah barang tentu ciri-ciri atau sifat suatu
karya sastra tercermin dalam naskah cerita itu. Salah satu unsur karya sastra ialah unsur imajinasi atau fantasi. Unsur khayal dan dongeng itu tidak dapat dipisahkan
dari hasil-hasil sastra Melayu lama, malah unsur itu merupakan satu bagian yang penting serta membayangkan pula segala kepercayaan dan pegangan bagi yang
melahirkan hikayat-hikayat tersebut. Karya sastra dalam bentuk hikayat dapat berguna dan menyenangkan hati
pembaca karena hikayat tersebut menimbulkan rasa kebanggaan dan kesenangan. Dikatakan berguna karena dalam hikayat itu terkandung ide atau buah pikiran
yang luhur dan tinggi, pertimbangan yang dalam tentang sifat-sifat baik dan buruk, khususnya sifat-sifat raja, dan pandangan yang jauh ke depan.
Menurut Djamaris 1989 : 1, “Hasil sastra Indonesia lama dapat digolongkan dalam beberapa golongan berdasarkan pengaruh kebudayaan asing,
yaitu 1 sastra tradisional atau sastra rakyat, yaitu hasil sastra yang belum atau sedikit sekali mendapat pengaruh asing, khususnya pengaruh Hindu atau islam;
2 sastra pengaruh Hindu; 3 sastra pengaruh peralihan Hindu ke Islam; dan 4 sastra pengaruh Islam.
Sastra sejarah ini pada umumnya merupakan sastra rakyat, disampaikan secara turun-temurun baik secara lisan maupun tertulis berupa naskah. Dengan
demikian, pengaruhnya besar sekali terhadap cara berpikir dan pandangan hidup mayarakat. Itulah sebabnya masyarakat lama banyak yang fanatik serta memiliki
rasa cinta yang tinggi terhadap raja dan negerinya. Mereka merasa rajanyalah
Universitas Sumatera Utara
yang paling agung, paling tinggi kedudukannya, dan negerinyalah yang paling sakti, keramat dan tak mungkin dilupakannya. Hal ini dapat kita lihat pada cerita
Melayu lama. Misalnya dalam hikayat Hang Tuah, pengarang menggambarkan Hang Tuah dan keempat sahabatnya sebagai panglima yang selalu setia kepada
rajanya bahkan Hang Tuah bersedia menghadapi hukuman mati yang dijatuhkan oleh raja yang tidak adil.
Beranjak dari hal di atas, penulis ingin mengungkapkan apa-apa yang ada
dalam Hikayat Indra Jaya Pahlawan. Hikayat Indra Jaya Pahlawan yang
selanjutnya disingkat dengan HIJP, merupakan salah satu hasil karya sastra Melayu lama. HIJP menceritakan tentang kehidupan seorang raja dan
permaisurinya yang menginginkan kelahiran seorang anak. Mereka rela bertapa selama empat puluh malam. Mereka bermimpi, jika ingin mempunyai anak,
mereka harus pergi ke Gunung Baladewangga dan memakan bunga butut dadu. Mereka pun melaksanakan sesuai petunjuk mimpinya tersebut. Setelah
banyak menghadapi rintangan ketika naik ke gunung, akhirnya mereka menemukan bunga yang dicari, lalu memakannya. Tanpa disadari mereka berubah
menjadi sepasang gajah. Dewa Langlang Buana mendatangi kedua gajah itu dan memberitahukan bahwa mereka akan kembali menjadi manusia setelah anaknya
berumur 19 tahun, tetapi dengan syarat setelah berumur 2 tahun anak itu harus dibuang ke tengah kolam. Anak tersebut diberi nama Indra Jaya dan dipelihara
oleh Maharaja Kaladarma. Indra Jaya diajari segala macam ilmu, baik ilmu hikmat, maupun ilmu peperangan, dan kesaktian. Setelah berumur sembilan belas
tahun, Maharaja Kaladarma menyuruh Indra Jaya untuk membunuh kedua gajah yang ada di sekitar kolam itu, karena kedua gajah itu adalah orang tua Indra Jaya
Universitas Sumatera Utara
dan syarat untuk menjadi manusia kembali mereka harus dibunuh terlebih dahulu. Setelah kedua gajah tersebut menjadi manusia, Indra Jaya membangun suatu
negeri untuk orang tuanya, negeri itu bernama Mintarsyah. Indra Jaya melanjutkan perjalanannya ke arah matahari terbenam. Selama perjalanannya, Indra Jaya
banyak menghadapi rintangan, akhirnya Indra Jaya bersama istri dan anaknya kembali ke negeri Mintarsyah dan hidup bahagia.
Berdasarkan ringkasan cerita di atas maka terlihat bahwa HIJP mengandung aspek-aspek kejiwaan yang sangat kaya, maka analisis psikologi
sastra terhadap HIJP sangat perlu dilakukan guna memperkaya batin dan pengalaman hidup pembaca, sekaligus juga menambah khasanah pengkajian
terhadap karya sastra Melayu yang telah ada selama ini. Psikologi sastra memiliki peranan penting dalam pemahaman sastra.
Dengan mempelajari psikologi sastra kita dapat memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam karya sastra khususnya dalam HIJP dan diharapkan dapat
memberikan pemahaman kepada pembaca melalui pemahaman terhadap tokoh- tokohnya, misalnya, pembaca dapat memahami perubahan, kontradiksi dan
penyimpangan-penyimpangan lain yang dialami oleh tokoh-tokoh cerita HIJP. Masyarakat Melayu pada umumnya bertempat tinggal di daerah pesisir dan
mata pencahariannya adalah sebagai nelayan dan bercocok tanam. Sebelum masuknya agama Hindu dan Budha di Sumatera Timur, masyarakat Melayu
menggunakan kepercayaan animisme. Mereka menganggap misalnya, sebuah pohon yang besar atau batu yang besar dan benda-benda lain memiliki kekuatan
magis dan menyembahnya. Sejalan perkembangan pemikiran masyarakat Melayu, sekitar abad ke-5 agama Hindu dan Budha menjadi kepercayaan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Melayu pada saat itu. Menurut Sinar 1971 : 243, “Lebih kurang 1000 tahun suku-suku Melayu menganut ajaran Hindu dan Budha”. Hal ini dapat dibuktikan
dengan penemuan candi-candi dan hasil karya sastra yang berusia ribuan tahun. Salah satu karya sastra dari peninggalan zaman Hindu dan Budha adalah hikayat.
Hikayat adalah bentuk prosa yang panjang bersifat sastra lama yang ditulis dalam bahasa Melayu dan sebagian besar kandungan ceritanya berupa unsur rekaan di
dalam kehidupan istana. Pada zaman dahulu hikayat diciptakan oleh pengarang untuk menghibur raja-raja dan sebagai pelipur lara. Untuk itu hikayat merupakan
bahan analisis yang tepat untuk memahami tingkah laku, pikiran dan falsafah
kehidupan masyarakat pemilik cerita tersebut.
Sepengetahuan penulis kajian psikologi terhadap HIJP belumlah pernah dilakukan. Alasan lain memilih objek yang diteliti adalah ingin lebih banyak
mengetahui tentang aspek-aspek kejiwaan yang terdapat dalam masyarakat Melayu terutama melalui hasil karya sastranya.
1.2 Rumusan Masalah