Partisipasi Perempuan dalam Berpolitik

UUD 1945 hasil amandemen kedua, pada pasal 28 A sampai J tentang Hak Asasi Manusia. 12 Pergerakan perempuan di Indonesia memiliki beberapa persamaan arah tujuannya dengan gerakan-gerakan perempuan di belahan dunia lain, yaitu bertumpu pada usaha aktualisasi diri sebagai warga yang tersubordinasi. Pada permulaan abad ke-20 terjadi perubahan dari pola gerakan kaum perempuan di Indonesia, karena pada waktu itu segelintir perempuan Indonesia telah mengeyam pendidikan yang lebih baik. Salah satu ikon penting dari pergerakan perempuan Indonesia, pada periode itu adalah Kartini. Keinginan Kartini yang lahir pada 1879 adalah membebaskan perempuan dari belenggu budaya feudal Jawa dan ingin mengangkat martabat perempuan melalui bidang pendidikan. 13 Nasionalisme yang diperjuangkan Kartini dalam beberapa hal menjiwai berdirinya Boedi Otomo pada tahun 1908. Pada era selanjutnya, Boedi Otomo pada tahun 1912. 14 Mendirikan Poetri Mardika sebagai sayap perempuan, dengan harapan kaum perempuan juga turut serta dalam perjuangan. Ketika Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dikumandangkan sebagai pertanda persatuan Indonesia, maka untuk mewujudkan cita-cita tersebut para perempuan Indonesia 12 Mujibur Rahman Khairul Muluk, Menggugat Partisipasi Politik dalam Pemerintahan daerah sebuah kajian dengan pendekatan berfikir system, Malang: Bayumedia Publishing, 2007, h. 79 13 Marlita dan Porwandari. Pergerakan Perempuan Indonesia 1928-1965, Jakarta: Program Pasca Sarjana UI, h. 83 14 Mu’min Rauf dan Tati Harminah. Sejarah Pergerakan Perempuan di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah, h. 20 melakukan Kongres Perempuan Indonesia pertama pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta. 15 Pada masa Orde Baru, seluruh aspek kehidupan dan semua pihak dikoptasi oleh pemerintah, dan dalam hal ini kaum perempuan adalah salah satu pihak yang mengalami penyingkiran, bentuk penyingkiran kaum perempuan dari politik formal yang paling jelas dapat kita lihat pada masa Orde Baru, di masa perempuan bener-bener dirumahkan dengan urusan-urusan domestik, program besar negara yaitu PKK Pembinaan Kesejahteraan Keluarga, Dharma Wanita, dan lain-lain yang notabene adalah program-program yang menuntut perempuan hanya berkiprah dalam urusan rumah tangga, mengurus anak, memasak dan mengurus suami. Sebagai langkah strategi, pemerintah membentuk menteri urusan wanita pada tahun 1978, tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan yaitu peningkatan ekonomi dan kesehatan. Peranan perempuan diperkuat setelah adanya peninjauan kembali dalam Garis-garis Besar Haluan Negara GBHN 1978 yang mencantumkan bahwa perempuan mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk ikut serta sepenuhnya dalam segala kegiatan pembangunan. 16 Pada 21 Mei 1998 menjadi hari yang paling bersejarah bagi segenap bangsa Indonesia, karena pada hari itu Presiden Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia. Mundurnya Soeharto kali ini memberi secercah harapan bagi para aktivis perempuan Indonesia yang telah lama 15 Rini Soerojo, dkk. Perempuan dan Politi, Jakarta: Kementrian pemberdayaan perempuan RI, 2001, h. 1 16 Saparinah Sadil, Pengantar Tentang Kajian Wanita dan Kajian Wanita dalam Pembangunan, Jakarta: Yayasan Bor, 1995, h. 29 dipinggirkan. Budaya politik dominan yang berkembang pada masa Orde Baru, membuat eksistensin, posisi dan peran perempuan tidak mendapat tempat semestinya. Perempuan pada periode tersebut harus senang menjadi penghuni tetap dari ruang domestik perempuan belaka. Pada tahap awal, para aktivis perempuan kemudian berbondong-bondong mendirikan bermacam-macam organisasi yang bertujuan memperjuangkan hak- hak perempuan dan membebaskan perempuan dari segala macam belenggu diskriminasi. Organisasi-organisasi tersebut antara lain Yayasan Kalyanamitra. Forum Indonesia untuk Keadilan APIK, Yayasan solidaritas perempuan, Yayasan Jurnal Perempuan, KOWANI. Kaukus perempuan Parlemen, Kaukus Perempuan Politik Indonesia, Pusat Pemberdayaan Perempuan dalam Politik PD- Pol, Gerakan Pemberdayaan Suara Perempuan GPSP, Himpunan Wanita Karya HWK, Jaringan Perempuan dan Politik, dan lain-lain. 17 Tuntutan merekapun beragam, mulai dari wacana mengenai kesetaraan gender seperti hak-hak asasi perempuan dalam perkawinan dan masyarakat, marital rape perkosaan dalam perkawinan, kekerasan dalam rumah tangga, cuti hamil, pelecehan seksual sexual harassment di tempat kerja, kesehatan reproduksi, affirmative action tindakan khusus sementara, peran perempuan dalam lingkungan, serta peran perempuan dalam mencegah dan mengupayakan resolusi konflik. Dan tidak sedikit perempuan yang terjun langsung ke partai- partai politik. Bahkan kemudian sosok perempuan menjadi figur sentral dalam partai politik tersebut. Klimaksnya adalah dengan terpilihnya megawati sebagai 17 Rini Soerojo, dkk. Perempuan dan Politik, Jakarta: Kementrian pemberdayaan perempuan RI, 2001, h. 8 Presiden Republik Indonesia yang berstatus perempuan, dan sekaligus pertama dalam sejarah kepemimpinan di negeri ini. Realitas politik ini semacam merupakan suatu capaian yang tidak bisa di pandang sebelah mata. Satu tahapan penting di masa reformasi dalam rangka mengangkat derajat wanita melalui keterwakilan politik di lembaga legislatif adalah adanya klausul politik yang menyatakan bahwa perempuan berhak dicalonkan oleh partai politik dengan proporsi tiga puluh persen. Hal ini terakhir telah di tuangkan pada UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu, yang salah satu klausul pasalnya menyebutkan: setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRDKabupatenKota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30. Terlepas dari pro dan kontra yang melingkupi penerapan UU ini, setidaknya perempuan dapat memperjuangkan nasib kaum perempuan dengan berjuang sekuat tenaga melalui legislasi di parlemen.

C. Perempuan dalam Demokrasi Indonesia

Demokrasi memang telah sejak lama dirasakan sebagai kebutuhan mendasar bagi masyarakat Indonesia, bahkan akhir-akhir ini terasa hangat dan sempat mencuat ke permukaan. Salah satunya penyebabnya karena pemerintahan sudah semakin terbuka. Artinya, dimungkinkan bagi masyarakat luas untuk membicarakannya secara terbuka. Penerapan nilai-nilai demokrasi baik pada perempuan maupun laki-laki sama. Artinya, perempuan mulai sejak awal harus terlibat dalam proses pembangunan, sejak perencanaan pengambilan keputusan, pelaksanaan keputusan sampai pada tahap evaluasi. Dan Tentunya ini memerlukan kreatifitas tersendiri bagi aktifis-aktifis perempuan agar penerapan-penerapan nilai-nilai demokrasi terlaksana. Program peningkatan pendapatan, program lingkungan atau apapum bentuknya asal dimungkinkan untuk memperkuat perempuan, sehingga mempunyai “Barganing Power” yang nasional dan berjangka panjang. Karena tidak aka nada yang memberikan “Power” kecuali diupayakan sendiri. Jika buruh perempuan diberikan kekuatan “Barganing Power” justru akan memperkuat industri dan meningkatkan produktifitas, karena ada wadah yang komunikatif. Berbeda dengan buruh yang tidak memiliki kekuatan itu, maka yang terjadi adalah kemandekan industry serta pemogokan dan menurunkan produktifitas. 18 Begitu pula halnya perempuan dalam diskusi politik, bila terjadi penyekatan atau pembatasan-pembatasan wilayah, maka politik benar-benar memiliki “Barganing Power” dalam demokrasi di Indonesia. Demokrasi tanpa keikutsertaan perempuan bukanlah demokrasi sesungguhnya. Legitimasi dari suatu kebijakan yang demokratis harus memperhitungkan kepentingan pemilihan yang mana pemilih perempuan jumlahnya lebih dari 50 penduduk di Indonesia. Dalam kerangka demokrasi yang representatif, pandangan dari kelompok yang berbeda harus dipertimbangkan dalam memformulasikan keputusan dan kebijakan yang akan di buat. Mempertimbangkan kepentingan perempuan dan melibatkan laki-laki dan perempuan dalam proses pembuatan kebijakan adalah 18 Fauzie Ridjal, dkk, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, Yogyakart: Tiara Wacana Yogya, 1993 hlm. 142-143 dasar dari kerangka demokrasi yang mendorong kearah kesetaraan dan keadilan gender. 19 19 Ani Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana, Esai-esai Pilihan, Jakarta: Kompas 2015, h. 25 25

BAB III PROFIL PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN PPP

A. Sejarah Berdiri Partai PPP

Partai Persatuan Pembangunan PPP didirikan tanggal 5 januari 1973, sebagai hasil fusi politik empat partai Islam, yaitu Partai Nadhlatul Ulama, Partai Muslim Indonesia Pamusi, Partai Syarikat Islam Indonesia PSII, dan Partai Islam Perti. Fusi ini menjadi symbol kekuatan PPP, yaitu partai yang mampu mempersatukan berbagai faksi dan kelompok dalam Islam, untuk itu wajar jika PPP kini memproklamirkan diri sebagai “Rumah Besar Umat Islam. PPP didirikan oleh 5 deklarator yang merupakan pimpinan 4 partai Islam peserta pemilu 1971 dan seorang ketua kelompok persatuan pembangunan, semacam fraksi 4 partai Islam di DPR. Para deklarator itu adalah: 1. KH. Idham Chalid, Ketua Umum PB Nadhltul Ulama 2. H. Mohammad Syafaat Mintaredja, SH, Ketua Umum Partai Muslimin Indonesia PARMUSI 3. H. Anwar Tjokroaminoto, Ketua Umum PSII 4. H. Rusli Halil, Ketua Umum Partai Islam 5. H. Masykur, Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di Fraksi DPR. 1 PPP berasaskan Islam dan berlambangkan Ka’bah. Akan tetapi dalam perjalanannya, akibat tekanan politik kekuasaan Orde Baru, PPP pernah menanggalkan asas Islam dan menggunakan asas Negara Pancasial sesuai dengan sistem politik dan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahun 1984. Pada 1 www.PPP.or.idpagPPP-Dalam-Lintasan-SejarahIndexDi akses pada pukul 23.11. tgl 8 maret 2016

Dokumen yang terkait

Strategi komunikasi politik dalam perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada pemilu legislatif 2009 di Kabupaten Tegald

1 48 115

Kontruksi Pemberitaan Kontroversi Pencalonan Angel Lelga dari Partai Persatuan dan Pembangunan di Okezone.com

0 22 146

Strategi Kampanye Humas Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dalam Meningkatkan Citra Partai Menjelang Pemilu 2014

2 29 122

Sikap Politik Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Dalam Suksesi Kepemimpinan Negara Pada Pemilu 2014

0 5 0

Pragmatisme partai islam : studi tentang perekrutan calon legislatif artis oleh Partai Persatuan Pembangunan

2 7 99

Analisis framing pemberitaan konflik internal partai persatuan pembangunan dalam menentukan koalisi pada pemilu 2014 oleh harian online republika.com

1 4 132

STRATEGI CALON LEGISLATIF PEREMPUAN UNTUK DPRD PROVINSI LAMPUNG DALAM PEMENANGAN PEMILU 2014 STUDI PADA PARTAI GOLONGAN KARYA (GOLKAR) PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDI-P) DAN PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (PPP)

0 19 84

STRATEGI POLITIK CALON LEGISLATIF PEREMPUAN PADA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2009 (Kasus : Calon Legislatif Perempuan dari Partai Demokrat di Kabupaten Bungo).

0 0 19

HUBUNGAN STRATEGI POLITIK PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (PPP) DENGAN HASIL PEROLEHAN SUARA PPP DALAM PEMILU LEGISLATIF 2009 DI KOTA PARIAMAN.

0 0 6

Strategi Kampanye Calon Legislatif Pemula DPR RI Dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) (Studi Kasus : Strategi Kampanye Caleg Pemula DPR RI dari Partai PPP Dapil Jabar Dalam Memenangkan Pemilihan Umum 2014).

0 1 25