Faktor Internal dan Eksternal

pasar terutama harga produk, Pemerintah telah memberikan layanan informasi harga yang dapat diakses oleh petani langsung melalui sms ke operator Dinas Agribisnis maupun Dinas Pertanian dan Kehutanan di Wilayah Bogor. Untuk mengimbangi pendapatan petani apabila tidak mendapatkan hasil atau harga yang memadai dalam menanam tanaman pangan, maka petani melakukan diversifikasi usaha terutama pada tanaman palawija dan hortikultura khususnya sayuran. Untuk meningkatkan pendapatan petani dan mempertahankan harga jual, sebagian petani mengikuti kelompok tani dan melakukan kesepakatan usaha dengan pengusaha. Lahan pertanian yang kian hari semakin sempit tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga petani yang bersangkutan. Untuk mendapatkan pendapatan yang cukup bagi keluarga. Petani responden umumnya melakukan pekerjaan tambahan di luar usahatani off farm. Pekerjaan-pekerjaan di luar sektor pertanian, seperti pekerjaan dalam industri rumah tangga atau industri kecil, sudah dikenal di daerah pedesaan sejak lama. Keberadaan pekerjaan di luar sektor pertanian ini penting artinya bagi rumah tangga petani. Hal ini berkaitan dengan sifat musim kegiatan di bidang pertanian. Pada umumnya keluarga petani membutuhkan pekerjaan di luar sektor pertanian untuk menambah penghasilannya. Mubyarto, 1985. Demikian pula halnya petani di wilayah Bogor, kepemilikan lahan pertanian semakin sempit karena berubah menjadi kawasan perumahan. Kepemilikan lahan rata-rata petani responden adalah 0,5 Ha per kepala keluarga. Melihat kenyataan yang demikian, pendapatan dari sektor pertanian tidak memungkinkan lagi sebagai penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena itu bukan saja kaum laki-lakinya, kaum wanitanya pun dituntut untuk mencari nafkah di sektor off farm.

D. Analisis Faktor Lingkungan

1. Faktor Internal dan Eksternal

Berdasarkan hasil analisis lingkungan baik internal maupun eksternal usahatani tanaman pangan utama wilayah Bogor berupa faktor kekuatan strengths dan kelemahan weaknesses, serta faktor peluang opportunities dan ancaman threats yang berpengaruh terhadap pengembangan usahatani tanaman pangan dan pembangunan pertanian di Bogor. Pada hasil analisis akan ditetapkan posisi usahatani saat ini dengan menggunakan matriks IFE dan EFE, kemudian akan dirumuskan strategik yang akan diterapkan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis faktor internal dan eksternal usahatani tanaman pangan wilayah Bogor akan diuraikan sebagai berikut. a. Analisis Faktor Internal Analisis lingkungan internal bertujuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan bagi petani tanaman pangan di Bogor. Kekuatan yang diidentifikasi terdiri dari jumlah sumberdaya manusia pertanian yang melimpah, sumberdaya alam yang mendukung, adanya dukungan pemerintah lewat program-program atau kebijakan pertanian, petani merupakan pekerja keras dan memiliki pengalaman yang cukup, dan produk pertanian bersifat renewable. Jumlah sumberdaya manusia pertanian yang banyak merupakan salah satu kekuatan pertanian Indonesia. Serapan sektor pertanian terhadap tenaga kerja di Bogor merupakan yang tertinggi dibanding sektor-sektor lain. Banyaknya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian menjadi sebuah kekuatan dan juga sebuah peluang. Dengan sumber tenaga kerja yang melimpah ini menyebabkan upah tenaga kerja di sektor pertanian menjadi relatif lebih rendah dan sebagai sumber inventor dan inovator di bidang pertanian. Indonesia memiliki sumberdaya alam yang melimpah, yang merupakan aset utama pengembangan agribisnis. Di antara lima pulau besar, pulau Jawa merupakan pulau terpadat penduduknya tapi juga memiliki lahan yang subur. Sumberdaya alam Indonesia sebagian besar dapat dikatakan mendukung kegiatan usahatani terutama wilayah Bogor. Dengan curah hujan yang tinggi dan lahan pertanian yang subur dapat mendukung pertanian tanaman pangan di wilayah Bogor. Besarnya dukungan pemerintah dalam meningkatkan produksi tanaman pangan serta usaha pemerintah melalui program-program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta petani dengan cara mengentaskan kemiskinan. Pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah selalu berkomitmen untuk membantu sektor pertanian lewat program-program maupun kebijakan. Kebijakan agribisnis di Bogor merupakan salah satu kekuatan yang penting karena arah kebijakannya bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan sektor pertanian berbasis agribisnis. Hal ini merupakan penjabaran dari misi pemerintahan Bogor, yakni mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titik berat pada jasa dan pertanian yang mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada. Pengembangan pertanian yang terintegrasi dengan pengembangan masyarakat tani yang dihubungkan dengan seluruh aktivitas ekonomi dalam kerangka peningkatan produksi, daya saing dan nilai tambah komoditi pertanian untuk mengentaskan kemiskinan. Tidak dapat dipungkiri bahwa petani Indonesia adalah petani yang bekerja keras serta dapat dikatakan memiliki pengalaman yang cukup dalam pertanian. Hal ini dapat kita perhatikan dari tabel yang memperlihatkan bahwa 80 petani responden memiliki pengalaman lebih dari 5 tahun bahkan sudah dilakukan sejak kecil. Sifat alami dari produk pertanian adalah renewable. Sumberdaya renewable adalah semua organisme hidup yang menyediakan makanan, serat, obat-obatan dan sebagainya bagi manusia Weiss, 1962. Hal ini merupakan salah satu kekuatan sektor pertanian. Kelemahan pertanian antara lain adalah rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan petani, semakin menyempitnya lahan pertanian dan lemahnya infrastruktur. Selain itu juga lemahnya kelembagaan petani, lemahnya akses permodalan petani, lemahnya penguasaan informasi dan teknologi serta lemahnya manajemen kerja. Lemahnya pengetahuan dan keterampilan petani menyebabkan rendahnya tingkat daya saing dan keunggulan kompetitif produk usahatani tanaman pangan di Bogor. Hal ini juga berdampak pada kelemahan mengelola pengembangan produk tanaman pangan yang memiliki prospek bisnis dan pertumbuhan pasar yang tinggi untuk menembus pasar domestik dan luar negeri. Selain sempitnya luas lahan pertanian yang menyebabkan usahatani menjadi tidak efisien, status kepemilikan lahan juga menjadi masalah utama di Bogor. Ketidakjelasan kepemilikan dan status lahan berpengaruh pada investasi dalam bidang pertanian. petani sangat sulit untuk mendapatkan modal dari perbankan tanpa ada agunan. Demikian juga para investor sulit untuk melakukan investasi tanpa ada status dan kepemilikan lahan yang jelas. Rendahnya infrastruktur menjadi faktor penyebab usahatani tidak maksimal, irigasi yang tidak memadai, menyebabkan kelangkaan air di satu tempat dan banjir ditempat lain, sehingga penggunaan air semakin kompetitif. Tidak ada atau belum memadainya jalan usahatani merupakan masalah yang dihadapi di pedesaan, perlunya infrastruktur jalan sangat penting untuk meningkatkan efisiensi usahatani terutama dalam hal pengangkutan sarana produksi dan hasil panen. Lemahnya kelembagaan dan posisi tawar petani yang berakibat pada panjangnya tata niaga dan belum adilnya sistem pemasaran. Kelembagaan petani, baik rendahnya kualitas SDM petani, tidak ada atau tidak berfungsinya lembaga petani dan lembaga pendukung pertanian di perdesaan telah melemahkan posisi tawar petani dan mempersulit dukungan pemerintah yang diberikan kepada petani. Lembaga petani yang dapat menjadi alat untuk meningkatkan skala usaha untuk memperkuat posisi tawar petani sudah banyak yang tidak berfungsi. Lembaga pendukung untuk petani terutama lembaga penyuluhan pertanian sudah kurang berfungsi sehingga menurunkan efektivitas pembinaan, dukungan dan diseminasi teknologi dalam rangka meningkatkan penerapan teknologi dan efisiensi usaha petani. Lemahnya permodalan petani dan akses terhadap permodalan itu sendiri untuk pembiayaan petani adalah masalah pada petani tanaman pangan terutama petani menengah kebawah. hal ini disebabkan karena masalah klasik, yaitu tidak adanya jaminanagunan yang dipersyaratkan perbankan. Pada kondisi ini petani terpaksa berhubungan dengan rentenirtengkulak yang sudah barang tentu dengan bunga yang sangat tinggi. Lemahnya permodalan pada pengembangan tanaman pangan karena tidak adanya lembaga keuangan yang khusus menangani pembiayaan pertanian, realisasi kredit ketahanan pangan KKP untuk para petani masih rendah dan tidak sesuai rencana, serta anggaran pembangunan nasional dan daerah untuk sektor pertanian masih rendah. Di lain pihak, keberpihakan lembaga keuangan formal terhadap sektor pertanian juga masih rendah. Bank lebih memperhatikan sektor industri. Tahun 2000, kredit perbankan kepada sektor pertanian hanya 6,2 sementara untuk industri 34,2, perdagangan 14,4 dan jasa-jasa 37,4. Arifin, 2007. Masih rendahnya penguasaan informasi dan teknologi oleh petani berakibat pada rendahnya efisiensi petani dalam hal memasarkan produk dan juga rendahnya produktivitas serta nilai tambah produk pertanian. Nilai tambah komoditas ini masih rendah karena pada umumnya petani menjual hasil pertanian dalam bentuk segar produk primer dan olahan sederhana. Perkembangan industri hasil pertanian belum optimal, yang ditunjukkan oleh rendahnya tingkat utilisasi industri hasil pertanian. Peningkatan nilai tambah produk pertanian melalui proses pengolahan memerlukan investasi dan teknologi pengolahan yang lebih modern. Kondisi ini diperberat oleh semakin tingginya persaingan produk dari luar. Manajemen kerja petani di Indonesia umumnya masih dibilang kurang profesional. Hal ini dapat dilihat dari jadwal penanaman yang kadang melebihi jadwal awal musim tanam, tidak tepatnya penggunaan dosis pupuk ataupun obat pembasmi hama dan penyakit. Kurangnya manajemen kerja ini umumnya diakibatkan oleh pengetahuan petani yang minim ditambah lagi petani harus bekerja di luar usahatani untuk mendapatkan tambahan pendapatan bagi pemenuhan kehidupan sehari-hari keluarga. b. Analisis Faktor Eksternal Analisis lingkungan eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman bagi usaha pertanian di Indonesia terutama pertanian tanaman pangan di Bogor. Peluang yang diidentifikasi terdiri dari produk tanaman pangan yang selalu diperlukan dan jumlanya semakin meningkat akibat pertambahan penduduk atau dengan kata lain besarnya pangsa pasar hasil kegiatan usahatani tanaman pangan, peningkatan nilai tambah produk melalui pengembangan agroindustri, kemitraan dengan berbagai pihak, pemanfaatan hasil riset dan teknologi, serta pemanfaatan kreditasuransi pertanian. Ancaman yang dihadapi terdiri dari tingginya resiko produksi, lemahnya akses permodalan, fluktuasi harga produk pertanian, semakin meningkatnya produk impor dari luar serta monopoli distribusi oleh pengusaha besar. Identifikasi dan penyusunan daftar peluang dan ancaman dilakukan melalui kuesioner serta wawancara. Sebagai suatu wilayah yang terdiri dari wilayah dan kabupaten, pengembangan usahatani dilakukan dengan memanfaatkan sebesar-besarnya sumberdaya yang tersedia secara efektif dan efisien, diharapkan dapat menjawab berbagai resiko-resiko pertanian yang dihadapi. Dilihat dari peluang pangsa pasar tanaman pangan, posisi wilayah Bogor sangat strategis. Kawasan andalan botabek merupakan kawasan unggulan sektor industri manufaktur dan jasa yang mempunyai keterkaitan dengan sumberdaya lokal, berorientasi ekspor dan ramah lingkungan. Disamping wilayah Bogor dipandang sebagai perwilayahan dan kabupaten yang luas, juga memiliki tingkat serapan pasar yang tinggi untuk komoditas tanaman pangan. Berlangsungnya liberalisasi perdagangan menjadi peluang bagi wilayah Bogor untuk menjadi pusat perdagangan regional hasil tanaman pangan. Dengan daya dukung geografis, adanya migrasi dari wilayah luar, lancarnya transportasi dan aksesibilitas yang cepat serta pelayanan publik yang baik. Sejalan dengan perkembangan penduduk yang semakin padat, kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Bogor dapat mengembangkan sistem rantai pasok terpadu dari hasil tanaman pangan sehingga mampu meningkatkan kualitas ketersediaan dan distribusi pangan ke berbagai daerah di sekitarnya. Kondisi perekonomian yang sulit saat ini mendorong petani untuk semakin meningkatkan kemampuan serta keterampilan serta mendorong jiwa wirausaha dengan pengembangan produk tidak hanya di bidang usahatani tapi juga menyebar ke bidang pengembangan agroindustri. Lewat jiwa wirausaha diharapkan dapat memfasilitasi petani dalam penanganan pasca panen dan pengolahan. Peluang terbukanya kerjasama ataupun kemitraan antara petani dengan pengusaha atau pihak lain akan membentuk berbagai pola kemitraan usahatani tanaman pangan yang dapat dilakukan di Bogor seperti pola kerjasama operasional usahatani tanaman pangan, pola kerjasama dalam penyediaan modal melalui koperasi, sistem kontrak pengadaan produk tanaman pangan, kemitraan antar kelompok tani dan atau pelaku usahatani lainnya, pola kemitraan perdagangan umum, serta pola kemitraan pemerintah daerah dan pelaku agribisnis lainnya. Pemerintah Indonesia telah menyediakan kredit pertanian di tingkat subsidi untuk membantu petani memperluas kegiatan produksi. Petani kecil, dengan usahatani berpendapatan rendah merupakan usahatani mayoritas, petani ini memiliki akses hanya kepada peminjam dengan bunga tinggi, kredit non lembaga. Usahatani besar dan menengah, merupakan penerima utama kredit subsidi pemerintah. Dana dari pemerintah semakin sedikit dari sebelumnya dan membuatnya semakin sulit untuk meningkatkan sektor pertanian yang ditandai dengan peningkatan jumlah kredit pemerintah. Namun, redistribusi kredit antara kelompok tani mungkin dapat mencapai tujuan tersebut Onal et al., 1995. Lewat kelembagaan petani pemanfaatan kredit pertanian baik dari pemerintah, bank maupun pihak lain yang memberikan bantuan modal bagi petani membuka peluang untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Namun, pemanfaatan kredit pertanian informal dikhawatirkan belum memadai. Sumaryanto dan Nurmanaf 2007 menyatakan bahwa Pendekatan konvensional melalui penerapan salah satu atau kombinasi strategi produksi, pemasaran, finansial dan pemanfaatan kredit formal diperkirakan kurang efektif. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu sistem proteksi yang sitstemik dan sistematis. Dalam konteks ini, pengembangan sistem asuransi pertanian formal khususnya untuk komoditas strategis layak dipertimbangkan. Bahkan secara normatif perlu diposisikan sebagai bagian dari strategi pembangunan pertanian jangka panjang. Sementara itu, pengurangan resiko pertanian melalui asuransi formal belum merupakan praktek umum antara petani di Indonesia. Asuransi ini hanya dilakukan oleh perusahaan perkebunan besar, bukan petani secara individual Montgomery et al., 2010. Bahkan, mengingat tingginya tingkat resiko di sektor pertanian, maka perusahaan asuransi yang ada di Indonesia masih belum berani untuk mengambil resiko untuk menawarkan asuransi pertanian di tingkat petani, yang sudah ada sekarang baru taraf asuransi pada perusahaan perkebunan terutama sawit dan karet. Oleh sebab itu sistem asuransi pertanian tanaman pangan terutama padi lebih sesuai dilaksanakan oleh sektor publik. Hasil penelitian Nurmanaf et al. 2007 menunjukkan bahwa secara finansial binis asuransi pertanian untuk usahatani padi hanya akan layak jika disubsidi. Dengan catatan bahwa sejumlah asumsi yang dipergunakan dalam analisis finansial dapat dibuat lebih longgar. Di Indonesia, resiko pertanian yang paling tinggi adalah resiko produksi. Teridentifikasi bahwa ancaman yang paling mempengaruhi bagi produksi tanaman pangan adalah pengaruh perubahan iklim, bencana alam, serta serangan hama dan penyakit. Meskipun pemerintah telah menyediakan skim perkreditan pertanian belum berarti bahwa akses permodalan petani terhadap lembaga keuangan sudah terjalin dengan kuat. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan memperlihatkan bahwa seluruh petani tidak memanfaatkan kredit pertanian yang ditawarkan, hal ini disebabkan oleh sistem lembaga keuangan formal yang dinilai berbelit dalam hal pengajuan kredit tersebut, sehingga petani lebih cenderung meminjam modal kepada tengkulak atau pengumpul produk. Fluktuasi harga produk tanaman pangan merupakan ancaman bagi petani. Dengan ketidak pastian harga produk tanaman, petani sulit mempertahankan kualitas dan kuantitas produk, biasanya produk pertanian belum layak panen terpaksa dijual karena harga produk tanaman yang tidak menentu. Petani akan menjadi pihak yang dirugikan karena biasanya harga akan rendah pada saat musim panen dan tidak adanya jaminan pasar dengan harga yang diinginkan petani, menjadi ancaman pada pertumbuhan pasar tanaman pangan. Ancaman masuknya produk tanaman pangan dari luar daerah baik dari dalam negeri seperti produk dari kabupaten dan propinsi lain di luar Bogor maupun dari luar negeri terutama Cina, Vietnam dan Thailand, membuat harga produk pertanian tanaman pangan jatuh. Masuknya produk tanaman pangan yang tidak terkendali merupakan dampak liberalisasi perdagangan yang meminimumkan tarif perdagangan sehingga pasar produk tanaman pangan semakin terbuka bagi setiap negara, yang akan menyebabkan persaingan produk pertanian semakin ketat. Bila produk pangan di Bogor tidak mampu bersaing maka akan kehilangan pangsa pasar di tingkat domestik dan internasional. Masalah distribusi juga masih menjadi kendala dalam pengembangan pertanian. Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan kendala utama dalam kegiatan distribusi. Sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemerintah masih relatif sedikit, disamping kondisi infrastruktur yang kurang mendukung untuk kegiatan distribusi. Ketersediaan fasilitas pendukung belum memberikan dampak yang signifikan terhadap kemampuan distribusi di sektor pertanian. Jangkauan pemasaran yang relatif sempit merupakan indikator terhambatnya kegiatan distribusi yang dilaksanakan. Di sinilah kesempatan untuk pengusaha yang memiliki permodalan yang besar untuk melakukan monopoli distribusi.

2. Analisis Matriks IFE Internal Faktor Evaluation Matrix dan Matriks