BAB VIII TANTANGAN DAN TUGAS GEREJA
begitu pula pewartaan Injil evangelisasi pada umumnya, dipanggil untuk mengantar kekuatan Injil merasuki inti kebudayaan serta kebudayaan-kebudayaan. Untuk maksud itu katekese akan
mencoba memahami kebudayaan-kebudayaan itu beserta komponen-komponennya yang pokok. Katekese akan menghormati ungkapan-ungkapannya yang relevan. Katekese akan menghormati
nilai-nilai serta kekayaan khas kebudayaan-kebudayaan. Begitulah katekese akan mampu menyumbangkan kepada kebudayaan-kebudayaan itu pengertian tentang misteri yang
tersembunyi, serta membantunya memperbuahkan dari tradsi-tradisinya yang hidup ungkapan- ungkapan asli bagi kehidupan, perayaan dan pemikiran Kristen” CT 53. Karena itu, ada gerak
ganda dalam inkulturasi: “melalui inkulturasi Gereja membuat Injil dan pesan-pesannya menjelma dalam aneka kebudayaan, dan sekaligus memasukkan para bangsa, bersama dengan
kebudayaan mereka ke dalam persekutuan Gereja sendiri”.
17
Inkulturasi secara esensial merupakan karya linguistik dan menuntut tiga unsur: subjek
Gereja yang mewartakan Injil, pesan Injil, Sabda Allah dan penerima atau pendengar umat yang mendengar dan menerima pesan Injil. Struktur inkulturasi adalah komunikasi, sehingga
penting suatu struktur teandris: ada yang berbicara, ada yang mendengar dan ada pesan yang dibicarakan dan didengar.
Inkulturasi akan terjadi bila Gereja mewartakan Injil dan pesan Injili diterima dan diasimilasi oleh umat bukan oleh satu pribadi saja. Gereja misioner pada awalnya memerlukan proses
inkulturasi, karena inkulturasilah yang menyebarkan Injil dan pesan-pesannya. Struktur fundamental inkulturasi adalah komunikasi linguistik, karena unsur linguistik adalah
unsur primer dari kebudayaan dan juga karena dalam evangelisasi kebudayaan sarana utama adalah Sabda itu sendiri. Lebih dari itu, karena inkulturasi adalah suatu inkarnasi, maka dalam arti
tertentu, inkulturasi berarti perjumpaan antara kebudayaan transenden ilahi dari Gereja dan kebudayaan insani dari bangsa-bangsa.
Karena itu, inkulturasi berkaitan dengan tiga hal: pertama, inkulturasi adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus dan selalu relevan untuk setiap bangsa atau wilayah di mana iman
kristiani mulai bertumbuh. Kedua, iman kristiani hanya akan ada bila telah memperoleh bentuk ekspresi kultural budaya. Ketiga, antara iman kristiani dan kebudayaan harus ada interaksi dan
asimilasi satu sama lain. Jadi, ada hubungan yang kreatif sekaligus dinamis dalam proses inkulturasi antara iman kristiani Gereja dan Injil dan kebudayaan.
8.2.4.1. Inkulturasi dalam Sejarah Keselamatan
18
1. Israel umat Perjanjian
Perjanjian Lama merupakan kesaksian tetap pewahyuan Allah yang hidup bagi anggota umat terpilih. Dalam bentuknya yang tertulis, pewahyuan ini juga memberi jejak dari pengalaman-
pengalaman kultural dan sosial di mana umat dan peradaban berjumpa dalam sejarah. Dalam Perjanjian Lama, beberapa kebudayaan, menyebar dan ditransformasi, menjadi sarana
bantuan bagi pewahyuan Allah Abraham, yang hidup dalam perjanjian atau persekutuan dan ditulis dalam Kitab Suci. Ini merupakan persiapan yang unik, dalam tingkat kultural dan
religius, bagi kedatangan Yesus Kristus. Dalam Perjanjian Baru, Allah Abraham, Ishak dan
17 Bdk. Bernardus Boli Ujan, Op. cit., hlm. 5. 18 Commisione Teologica Internazionale, Documenti 1969-2004: Fede e inculturazione, Edizioni Studio
Domenicano, Bologna, 2006, hlm. 362-369.
183
BAB VIII TANTANGAN DAN TUGAS GEREJA
Yakub, lebih kuat dan nyata diwahyukan dan dimanifestasikan dalam kepenuhan Roh, mengundang seluruh kebudayaan untuk membiarkan diri ditransformasi oleh hidup,
pengajaran, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.
2. Yesus Kristus Tuhan dan Penyelamat Dunia a. Transendensi Yesus dalam hubungan dengan setiap kebudayaan. Pewartaan Yesus: dalam
diriNya, dalam SabdaNya dan dalam pribadiNya, Allah nyata tergenapi. Yesus adalah cahaya kekal dan kebijaksanaan sejati bagi semua bangsa dan bagi semua kebudayaan bdk. Mat 11:
19; Luk 7: 35. Dia menunjukkan, dalam karyaNya sendiri, bahwa Allah Abraham, telah dikenal oleh Israel sebagai pencipta dan Tuhan, bersedia untuk merajai seluruh orang yang
percaya kepada Injil, dan dalam Yesus, Allah telah meraja.
b. Kehadiran Kristus dalam kebudayaan dan dalam kebudayaan-kebudayan. Merupakan
peristiwa yang integral dan konkret, inkarnasi Putera Allah merupakan inkarnas kultural: “Untuk dapat menyajikan kepada semua orang misteri keselamatan serta kehidupan yang
disediakan oleh Allah, Gereja harus memasuki golongan-golongan itu dengan gerak yang sama seperti Kristus sendiri, ketika Ia dalam penjelmaanNya inkarnasi mengikatkan diri
kepada keadaan-keadaan sosial dan budaya tertentu, pada situasi orang-orang yang sehari- harian dijumpaiNya” AG 10. Putera Allah telah menghendaki untuk menjadi seorang
Yahudi di Nazareth, wilayah Galilea, dan berbicara dalam bahasa Aram, dibawah tuntunan orang tua di Israel, yang menemaniNya pergi ke Bait Allah di Yerusalem, di mana Dia “duduk
di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan- pertanyaan kepada mereka” Luk 2: 46.
3. Gereja para Rasul dan Roh Kudus a. Dari Yerusalem ke seluruh bangsa: inkulturasi iman awali. Pada hari Pentekosta, turunnya
Roh Kudus menyatakan hubungan iman Kristen dan kebudayaan-kebudayaan sebagai saat kegenapan dan kepenuhan: janji keselamatan, dilaksanakan oleh Kristus yang bangkit,
memenuhi hati orang beriman dengan pencurahan Roh Kudus sendiri. “Perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah” akan dinyatakan kepada seluruh umat manusia, dari setiap
bahasa dan kebudayaan.
19
Sementara umat manusia hidup dalam tanda keterpisahan Babel, karunia Roh Kudus itu nyata sebagai rahmat, yang transenden dan mempersatukan hati.
Communio ilahi koinonia menciptakan kembali suatu komunitas di antara manusia, merasuk tanpa mengacaukan, dalam tanda keterpisahan mereka, yaitu bahasa-bahasa.
b. Tradisi para Rasul: inkulturasi iman dan keselamatan kebudayaan. Kristus yang bangkit,
diteguhkan dalam peristiwa Pentekosta, masuk dalam sejarah manusia: mulai saat itu makna sejarah dan juga kebudayaan itu ditandai atau “dimeterai” bdk. Why 5: 1-5 dan Roh Kudus
menyatakan dan mengkomunikasikan dirinya kepada semua orang. Setiap Gereja lokal atau partikular mempunyai panggilan untuk menjadi, dalam Roh Kudus, sakramen yang
menampakkan Kristus, yang disalibkan, wafat dan bangkit, dalam daging meraga, menjelma dalam suatu kebudayaan partikular:
19 Bdk. Kis 2: 11
184