Manusia tanpa prinsip; mempunyai prinsip tetapi tidak jelas. Manusia modern dan post-

BAB VIII TANTANGAN DAN TUGAS GEREJA pengharapan, doa, kerendahan hati, pengampunan, penghargaan terhadap martabat pribadi dan hidup, bukan lagi menjadi sumber inspirasi dan tuntunan manusia post-modern sekarang ini. Nilai-nilai yang dikejar-kejar dengan berbagai jalan dan sarana oleh masyarakat kita, sekarang ini adalah kesehatan, kesenangan, uang, kekuasaan, ilmu pengetahuan, efisiensi, kecantikan, perkembangan dll. Tentu saja itu bukan merupakan nilai-nilai yang buruk dari dirinya sendiri, dapat juga merupakan nilai-nilai yang baik, tetapi akan menjadi jauh dari nilai kekristenan dan dengan sendirinya buruk jika diyakini sebagai nilai-nilai yang absolut mutlak. Para Uskup Amerika Latin dalam Dokumen Puebla 1979 mengatakan bahwa penyebab utama kejahatan yang meracuni masyarakat modern dan post-modern, adalah pemutarbalikan nilai-nilai, artinya manusia mengganti nilai-nilai spiritual dan moral dengan nilai-nilai material-duniawi, terutama materialisme, konsumerisme, hedonisme, individualisme, indiferentisme dan relativisme. “Materialisme individualistis telah menjadi nilai tertinggi bagi sebagian besar masyarakat sekarang ini, yang mengancam communio dan partisipasi sehingga menghilangkan solidaritas; dan materialisme kolektivistis yang membawahkan atau menurunkan persona pribadi manusia kepada kekuasan negara. Konsumerisme, dengan keinginannya untuk selalu memiliki lebih dan lebih lagi, sedang menggerogoti manusia modern dan post-modern sehingga dengan sendirinya menutup nilai-nilai Injili keugaharian dan kesederhanaan. Hilangnya makna kejujuran publik dan privat, frustrasi dan hedonisme telah mengakibatkan perilaku-perilaku buruk tertentu, misalnya penyalahgunaan obat-obat terlarang, korupsi, penyimpangan seksual dll”. 4 Ciri atau karakter manusia modern dan post-modern, kurang lebih bersangkut paut secara langsung dengan sekularisasi.

b. Manusia tanpa prinsip; mempunyai prinsip tetapi tidak jelas. Manusia modern dan post-

modern bukan hanya tidak mengakui prinsip-prinsip agama Kristen, tetapi juga cenderung menolak setiap prinsip moral keutamaan dan kebenaran. Mereka adalah manusia yang terjebak dalam agnotisisme, nihilisme, “pemikiran lemah atau dangkal”. Bagi mereka tidak ada lagi prinsip-prinsip di mana dapat mendasari sebagai suatu pembenaran rasional atau yang masuk akal. Segala hal yang dapat dibaca adalah opini yang pada akhirnya merupakan opini massa, dan juga opini kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi. Bercermin dari kenyataan ini Paus Yohanes Paulus II pernah mengatakan: “Situasi demikian merupakan status tanpa roh kritis yang mencukupi dan juga tanpa discernment pembedaan atau pemilahan, dalam suatu lingkungan hidup yang ditandai apa yang disebut “pemikiran dangkal”, yang menghantar kepada sikap untuk mereduksi segalanya kepada perbedaan yang sederhana, dan tidak mampu untuk menilai dan membedakan apa yang benar dan apa yang palsu atau salah. Keruntuhan yang sama dari ideologi-ideologi dengan sangat mudah membawa, terutama bagi orang-orang muda, kepada sikap individualisme, menutup diri sendiri, konsumerisme, ketidakpedulian terhadap hal-hal publik dan perkembangan perjalanan iman yang otentik”. Manusia modern atau post-modern yang tidak lagi dituntun oleh cahaya iman, dan juga oleh cahaya akal budi, akan membenarkan: abortus, eutanasia, homoseksualitas, perzinahan, kebohongan, penipuan, pemerasan, kekerasan, balas dendam dll. 4 Dokumen Puebla, 55-58. 168 BAB VIII TANTANGAN DAN TUGAS GEREJA Paham agnostisisme dan pemikiran dangkal sejak lama telah membawa korban orang-orang beriman. Hal ini telah diingatkan oleh Paus Paulus VI: “Sekarang ini, - tulis Paulus VI dalam suatu pidato di depan anggota Komisi Teologi Internasional 1974, - semakin banyak orang menolak prinsip-prinsip aturan moral objektif. Keadaan demikian datang dari manusia modern yang selalu mengalami kegelisahan. Mereka tidak tahu lagi mana yang baik dan mana yang jahat, dan kriteria mana untuk membedakannya; sebagian umat Kristen mengalami keraguan, telah kehilangan kepercayaan terhadap konsep moral natural, baik dalam ajaran-ajaran positif Revelasi Wahyu maupun Magisterium”. 5

c. Manusia yang mementingkan nilai-nilai penunjang dari pada nilai-nilai utama. Manusia