BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan “triple track strategy” pro poor, pro job dan
pro investment, pengembangan industri kehutanan sebaiknya diarahkan untuk mendorong tumbuhnya industri kecil dan kerajinan rakyat yang kompetitif. Sektor
kehutanan diharapkan mampu menghasilkan bahan mentah bagi kebutuhan rakyat, meningkatkan daya beli dan dapat melanjutkan proses industrialisasi. Hal ini
sejalan dengan tujuan pengembangan industri yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa, melalui peningkatan kemandirian pembangunan industri yang
bersumber pada potensi objektif yang meliputi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia.
Globalisasi perdagangan dunia yang ditandai dengan era perdagangan ASEAN China Free Trade Area ACFTA tahun 2010 membawa dampak pada
terciptanya suatu kondisi industri yang semakin luas dan kompetitif pada negara- negara yang tergabung dalam blok perdagangan tersebut. Penghapusan berbagai
hambatan perdagangan seperti tarif dan non-tarif, proteksi serta peraturan- peraturan lain yang dinilai menghambat masuknya arus investasi asing merupakan
ancaman besar bagi perusahaan industri dalam negeri, namun juga sebagai peluang besar perusahaan untuk memasuki pasar ekspor. ACFTA merupakan zona
perdagangan bebas yang digagas oleh negara-negara di kawasan ASEAN dengan China melalui hubungan perdagangan ekspor dan impor. China merupakan salah
satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia, produk yang dihasilkan memiliki harga terjangkau sehingga dapat merambah hampir ke seluruh
dunia. Berbagai kebijakan di China yang mendukung pengembangan industri
dalam negeri menyebabkan produk China sangat kompetitif dan menguasai pasar dunia. Kemudahan dalam memberikan pinjaman bank dengan bunga yang rendah,
dukungan infrastruktur serta kemudahan izin mendorong lahirnya produk-produk yang merambah negara-negara lain dengan harga relatif terjangkau. Kemudahan-
kemudahan seperti di China hingga saat ini belum dapat ditemukan di Indonesia.
Hal ini yang memberikan kekhawatiran tersendiri atas dampak ACFTA di dalam negeri. Produk dalam negeri dinilai belum mampu bersaing dengan produk dari
China karena biaya produksi di dalam negeri masih tinggi sehingga menyebabkan harga jual produk jauh di atas produk China. Penerapan ACFTA akan
menyebabkan berubahnya peta perdagangan antara Indonesia, negara-negara ASEAN dan China.
Dengan adanya kesepakatan ACFTA akan memberikan dampak positif dan negatif dengan implikasi yang cukup luas di bidang ekonomi, industri dan
perdagangan. Di sisi konsumen kesepakatan ini memberikan angin segar karena membuat pasar dibanjiri oleh produk-produk dengan harga lebih murah dan
banyak pilihan, yang akan berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat. Di sisi lain, kesepakatan tersebut akan menjadikan industri lokal terancam, karena
industri lokal dinilai belum cukup siap menghadapi produk China dengan harga terjangkau. Produk dalam negeri masih memiliki biaya produksi yang cukup
tinggi sehingga harga sulit ditekan. Keadaan ini dikhawatirkan akan memicu pemutusan hubungan kerja PHK akibat ditutupnya perusahaan dalam negeri
karena kalah bersaing. Masalah yang paling dikhawatirkan adalah pengaruh ACFTA terhadap keberlangsungan Usaha Kecil Menengah UKM yang
berkonsentrasi pada pasar dalam negeri. Di Indonesia, kayu merupakan salah satu bahan baku utama yang diolah
oleh UKM menjadi produk turunan, terutama furniture. Permintaan kayu untuk industri furniture mebel hingga saat ini cukup tinggi dan menunjukkan
kecenderungan permintaan yang terus meningkat. Penggunaan mebel untuk kehidupan sehari-hari oleh masyarakat diantaranya untuk perlengkapan rumah
tangga yang sekarang ini semakin berkembang dalam jenis produk dan penggunaannya. Selain bentuk dan variasi mebel terus berkembang, juga terjadi
reduksi penggunaan produk kayu seperti mebel karena substitusi oleh bahan pengganti kayu. Dalam hal ini, yang dimaksud barang substitusi yaitu barang-
barang yang dapat menggantikan kayu dengan manfaat yang sama. Perabotan berbahan baku seperti plastik, rotan, bambu, kaca, serta logam merupakan barang
substitusi perabot dari kayu.
Untuk mengetahui pengaruh ACFTA terhadap pemasaran mebel lokal dan China, maka perlu dilakukan analisis pemasaran mebel dengan mengambil kasus di Kota
Bogor.
1.2 Perumusan Masalah