Gambar 10 menjelaskan 2 saluran pemasaran yang terbentuk, sebagai berikut: 1.
Saluran 1 : Petani → Pedagang Pengumpul → Industri Penggergajian → Industri Besar → Konsumen Akhir
2. Saluran 2 : Petani → Industri Penggergajian → Industri Besar → Konsumen
Akhir Saluran pemasaran yang terjadi bukan dipilih berdasarkan keuntungan
yang akan diperoleh, tetapi lebih dikarenakan oleh kondisi pada saat petani menjual kayunya. Seperti pada saluran pemasaran dalam Gambar 10 terlihat
bahwa petani dapat menjual kayu rakyat kepada kedua pelaku pemasaran yaitu kepada pedagang pengumpul dan industri penggergajian. Hal tersebut karena
petani akan memilih pihak pembeli yang mau membeli kayunya dengan segera dengan sejumlah uang yang dia butuhkan pada saat itu. Adapun karena kedekatan
antara petani dengan pihak pembeli. Dalam hal ini keputusan petani untuk memilih kepada siapa kayunya akan dijual tidak didasarkan pada seberapa besar
keuntungan yang diperoleh, namun lebih didasarkan pada siapa yang bisa dengan segera membeli kayunya dengan jumlah uang yang dia butuhkan saat itu.
Pedagang pengumpul akan menjual kayunya langsung kepada industri penggergajian. Hal tersebut karena sebagian pedagang pengumpul diberi pinjaman
modal dari pihak industri penggergajian yang akan menerima pembelian kayunya. Pada umumnya mereka memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Industri
penggergajian akan menjual hasil produknya ke industri besar yang berada di luar kota.
5.6 Analisis Pendapatan Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat
Analisis pendapatan pada pelaku pemasaran dapat dilakukan diantaranya petani, pedagang pengumpul, dan industri penggergajian. Pada penelitian ini
analisis dilakukan untuk mengetahui pendapatan pada setiap pelaku pemasaran kayu rakyat.
5.6.1 Analisis Pendapatan Petani Hutan Rakyat
Pada umumnya petani mendapatkan pendapatan dari hasil panen padi yang dapat dipanen dua kali selama satu tahun. Kayu yang dijual oleh petani pada
umumnya jenis sengon yang telah masak tebang. Harga beli kayu sengon rata-rata Rp 600.000m³ dari petani. Kayu yang dijual rata-rata memiliki diameter 20-29
cm yang masuk kedalam kualitas OD. Untuk saat ini kualitas OP dengan diameter 10-19 cm dianggap masih kecil oleh petani sehingga akan menghasilkan harga
yang lebih murah. Sedangkan kualitas OGD dengan diameter 30 cm up, jarang sekali petani menghasilkan kayu dengan diameter yang besar karena kebutuhan
petani tidak dapat diduga. Berdasarkan analisis data primer yang diperoleh dari responden petani
hutan rakyat, diketahui bahwa pendapatan rata-rata petani yang diperoleh dari hasil hutan rakyat per tahunnya sebesar 31,5 dari total pendapatan petani. Tabel
16 dibawah ini merupakan tabel analisis pendapatan petani hutan rakyat di kedua desa.
Tabel 16 Pendapatan petani hutan rakyat pada masing-masing desa
Desa N
Sumber Pendapatan Rptahun Total Rp
Sawah Kayu Rakyat
Margajaya 30
115.600.000 70
50.560.000 30
166.160.000 Sidamulih
30 115.800.000
67 56.310.000
33 172.110.000
Jumlah 60
231.400.000 106.870.000
338.270.000 Rata-rata
3.856.667 68,5
1.781.167 31,5
5.637.834
Tabel 16 menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata setiap petani dari kedua sumber pendapatan sebesar Rp 5.637.834tahun. Pendapatan yang diperoleh
dari hasil kayu rakyat pertahunnya sebesar Rp 1781.167 atau setara dengan 31,5, sedangkan pendapatan dari hasil sawah sebesar Rp 3.856.666tahun atau
setara dengan 68,5. Data tersebut menunjukkan bahwa kontribusi nilai ekonomi
hutan rakyat relatif lebih kecil. Hal ini disebabkan karena masa panen sawah lebih cepat dua kali dalam satu tahun, sedangkan kayu rakyat dapat dipanen jika pohon
sudah lebih dari lima tahun. Namun hutan rakyat tetap dipelihara dan dilestarikan, karena dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat yang sifatnya mendadak. Selain itu masyarakat menyadari dengan adanya hutan rakyat dapat menjaga kesuburan tanah dan
menjaga agar tidak terjadi erosi. Tanaman yang berada di bawah tegakan kayu
pun dapat membantu penghasilan keluarga, karena tanaman dibawah tegakan tidak akan tumbuh baik jika di lahan terbuka.
5.6.2 Analisis Pendapatan Pedagang Pengumpul