suspensi dan pemecahan emulsi, dan 3 agregasi dari fase stabil untuk membentuk flokulan. Azarian et al. 2007 telah melakukan penelitian untuk
menghilangkan mikroalga dari air limbah industri menggunakan continuos flow electrocoagulation. Koagulasi elektrik bekerja berdasarkan gerakan mikroalga ke
anoda untuk menetralkan muatan dan kemudian membentuk agregat. Azarian et al. 2007 menyebutkan bahwa pemisahan mikroalga tertinggi 99.5-100
dengan proses koagulasi elektrik dilakukan dengan menggunakan daya sekitar 550 WL selama 15 menit. Sementara itu, diperoleh juga hasil yang sama dengan
menerapkan daya input lebih rendah yaitu sekitar 100 WL selama 30 menit.
Suprihatin 2009 telah melakukan penelitian untuk mengkarakterisasi pertumbuhan mikroalga dalam limbah cair agroindustri melalui penentuan nilai-
nilai parameter kinetik pertumbuhan, dan perancangan proses dan sistem produksi mikroalga. Dari penelitian ini didapatkan beberapa hasil yaitu a limbah cair RPH
dan peternakan berpotesi untuk digunakan sebagai substrat pertumbuhan mikroalga, b hasil identifikasi terdapat tiga jenis mikroalga dominan yaitu
Chlorella sp, Scenedesmus sp, dan Ankistrodesmus sp baik untuk limbah cair riil maupun limbah cair sintetik, c pertumbuhan eksponensial mikroalga dalam
medium tersebut terjadi dalam kurun waktu 10-15 hari, setelah 15 hari, terjadi fase kematian, d penggunaan koagulan yang optimum berdasarkan kajian Jar
Test yaitu, alum 600 mgL untuk limbah sintetik dan 400 mgL untuk limbah riil, sedangkan dosis optimum PAC 400 mgL untuk limbah sintetik dan 200 mgL
untuk limbah cair RPH, e kualitas supernatan cukup baik dilihat dari parameter kekeruhan, warna, dan TSS, dan memungkinkan untuk didaur-ulang untuk
keperluan tertentu, serta f koagulan PAC memberikan efek kecepatan dan kestabilan koagulasiflokulasi yang lebih baik daripada koagulan alum, namun
biaya pemisahan per satuan volume sekitar 4 kali lebih mahal dibandingkan dengan biaya pemisahan dengan alum.
Ditinjau dari sisi manfaat yang telah disebutkan diatas maka dirasakan perlu untuk mengembangkan metode pemanenan mikroalga yang efektif dan efisien
sehingga dapat menunjang pemanfaatan mikroalga di berbagai aspek kehidupan.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dan optimasi proses koagulasi kimia dan elektrik pada proses pemisahan mikroalga.
1.3 Hipotesis
1. Mikroalga dapat dipisahkan dengan menerapkan proses koagulasi sebagai perlakuan pendahuluan.
2. Optimasi proses pemisahan mikroalga dengan perlakuan pendahuluan secara koagulasi kimia dipengaruhi oleh jenis dan dosis koagulan serta pH media
kultur, sedangkan pada koagulasi elektrik dipengaruhi oleh input energi listrik dan waktu yang diterapkan untuk memisahkan mikroalga.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini yaitu: 1. Teknik pemisahan dengan menerapkan koagulasi kimia dan koagulasi elektrik
sebagai perlakuan pendahuluan pada berbagai kondisi. 2. Analisis kualitas supernatan yang meliputi TSS, COD, fosfat, nitrat, amonium,
warna, kekeruhan dan pH. 3. Optimasi faktor-faktor yang berpengaruh pada proses koagulasi kimia jenis
dan dosis koagulan serta pH media kultur dan koagulasi elektrik input energi listrik dan waktu terhadap masing-masing respon TSS, COD, fosfat, warna,
kekeruhan dan pH. 4. Analisis kebutuhan energi, bahan kimia yang digunakan dan biaya yang
diperlukan pada proses pemisahan mikroalga dengan koagulasi.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu dihasilkannya proses koagulasi yang efektif sebagai perlakuan pendahuluan pada teknik
pemisahan mikroalga dari media limbah cair agroindustri limbah cair RPH dan peternakan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian terdahulu
Mikroalga telah lama diketahui bermanfaat sebagai bahan pangan, terutama makanan kesehatan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mendukung
pemanfaatan mikroalga tersebut, salah satunya yaitu penelitian Poelman et al. 1997 tentang pemisahan mikroalga dengan teknik flokulasi elektrik. Teknik
flokulasi elektrik ini memberikan hasil yang potensial dalam melakukan pemisahan mikroalga yaitu menggunakan energi yang relatif kecil 0.3 Kwhm
3
dengan efisiensi pemisahan sebesar 95 menggunakan anoda dan katoda dari aluminium pada pH ±8, selain itu mikroalga hasil pemisahan relatif aman untuk
dimanfaatkan sebagai pakan ataupun bahan pangan. Mikroalga umumnya dapat tumbuh di perairan manapun, namun beberapa
faktor dapat berpengaruh misalnya jenis perairan sebagai media tumbuh mikroalga dan komposisi kimia yang terkandung didalamnya. Menurut Knuckey
et al. 2006, produksi mikroalga laut dengan teknik flokulasi berhasil dilakukan pada pH 10 dan 10,6 dengan menggunakan NaOH, diikuti dengan penambahan
polimer non-ionik magnafloc LT-25 dengan konsentrasi akhir 0.5 mgL, sel mikroalga yang berhasil dipanen yaitu Calcitrans chaetoceros, C. Muelleri,
Thalassiosira pseudonana, Attheya septentrionalis, Nitzschia closterium, Skeletonema sp., Tetraselmis suecica dan Salina Rhodomonas, dengan efisiensi
80. Pemanfaatan mikroalga sebagai sumber minyak pada pembuatan biofuel
mendapat perhatian yang cukup besar dari para peneliti, sehingga dilakukan penelitian terkait dengan proses kultivasi, pemisahan sampai dengan proses
ekstraksi minyak sehingga dapat dimaanfaatkan sebagai biofuel nabati. Osborne 2009, telah mengidentifikasi proses pemisahan mikroalga yang
terbaik sehingga
dapat dimanfaatkan
untuk produksi
biofuel, serta
mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan dari aplikasi proses-proses tersebut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa komposisi kimia dari air
yang digunakan berpengaruh pada tiap tahapan proses yaitu:
1 Pemisahan mikroalga dengan proses flokulasi menggunakan chitosan memerlukan dosis 10 mgL di air tawar dan dosis 25-35 mgL di air laut.
2 Menggunakan metode autoflokulasi diperoleh hasil: a Untuk memisahkan mikroalga air tawar diperlukan kapur dan penambahan air laut 5 pada pH
9.5, hal ini menunjukkan pentingnya peranan kalsium dan magnesium. b Untuk memisahkan mikroalga air laut diperlukan penambahan natrium
hidroksida pada pH 10-11. 3 Pada proses elektrokoagulasi didapatkan hasil pemisahan 70 menggunakan
reaktor titanium yang beroperasi 1 A pada 48 volt dengan penambahan NaCl. 4 Ozonisasi pada konsentrasi 1.5 mgL dapat meningkatkan proses pemisahan
dengan koagulasiflokulasi menggunakan besi klorida ferric chloride. Mikroalga membutuhkan tiga komponen dasar untuk berkembang biak,
yaitu sinar matahari, karbondioksida, dan air. Mikroalga dapat tumbuh dalam jangkauan kondisi yang cukup luas, dengan kata lain mikroalga dapat tumbuh
dimana saja. Limbah cair agroindustri terutama limbah cair RPH dan peternakan dapat menjadi media pertumbuhan yang baik bagi mikroalga karena limbah cair
tersebut kaya akan nutrisi yang mendukung pertumbuhan mikroalga. Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Suprihatin 2009, yaitu
melakukan karakterisasi pertumbuhan mikroalga dalam limbah cair agroindustri melalui penentuan nilai-nilai parameter kinetik pertumbuhan, dan perancangan
proses dan sistem produksi mikroalga. Berdasarkan penelitian ini maka diketahui beberapa hal yaitu:
1 Limbah cair RPH dan peternakan berpotesi untuk digunakan sebagai media pertumbuhan mikroalga.
2 Hasil identifikasi terdapat tiga jenis mikroalga dominan yaitu Chlorella sp, Scenedesmus sp, dan Ankistrodesmus sp baik untuk limbah cair riil maupun
limbah cair sintetik. 3 Pertumbuhan eksponensial mikroalga dalam medium tersebut terjadi dalam
kurun waktu 10-15 hari, setelah 15 hari akan terjadi fase kematian. 4 Penggunaan koagulanflokulan yang optimum berdasarkan kajian Jar Test
yaitu, alum 600 mgL untuk limbah sintetik dan 400 mgL untuk limbah riil,