energi listrik 15 volt selama 40 menit dan untuk media kultur peternakan sebesar 56 pada input energi listrik 7.98 volt selama 40 menit. Hasil optimasi efisiensi
dengan menggunakan metode respon permukaan untuk penerapan proses koagulasi elektrik menunjukkan nilai yang tidak terlalu jauh berbeda yaitu untuk
media kultur RPH sebesar 54 pada input energi listrik 15 volt selama 40 menit, sedangkan untuk media kultur peternakan adalah 41 pada input energi
listrik 15 volt selama 40 menit data dapat dilihat pada Lampiran 3E dan 3F. Penurunan warna yang terjadi pada proses koagulasi disebabkan oleh proses
adsorbsi koagulan. Pada proses koagulasi kimia diperoleh efisiensi penurunan warna sekitar 90 sedangkan pada koagulasi elektrik hanya sekitar 50 Hal ini
disebabkan karena mikroalga yang berhasil dipisahkan masih belum optimal sehingga berpengaruh pada warna yang terukur yaitu masih cukup pekat. Zat
warna yang terukur ditimbulkan dari pigmen klorofil yang dimiliki oleh mikroalga.
4.3.4 COD
Nilai Chemical Oxygen Demand COD dari suatu limbah cair merupakan parameter yang penting untuk menunjukkan kualitas limbah cair tersebut. Nilai
COD media kultur RPH dan media kultur peternakan sebelum diberi perlakuan adalah 136 mgL dan 176 mgL, nilai ini masih berada di bawah baku mutu yang
ditetapkan oleh pemerintah yaitu 200 mgL untuk limbah cair usaha atau kegiatan peternakan sapi Peraturan MenLH No. 11 tahun 2009. Nilai COD mengalami
penurunan hampir setengahnya setelah ditumbuhi oleh mikroalga yaitu 75.2 mgL untuk media kultur RPH dan 86.4 mgL untuk media kultur peternakan. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan menggunakan limbah cair sebagai media kultur mikroalga secara efektif dapat menurunkan nilai COD limbah cair tersebut
sehingga lebih aman untuk dibuang ke lingkungan. Penurunan nilai COD yang terjadi setelah diberi perlakuan pendahuluan
koagulasiflokulasi kimia dan elektrik tidak terlalu besar namun masih terjadi penurunan. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu pada penerapan
perlakuan pendahuluan dengan koagulan PAC diperoleh nilai efisiensi penurunan COD tertinggi yaitu untuk media kultur RPH sebesar 28 pada pH 6.3 dengan
dosis 100 mgl dan untuk media kultur peternakan sebesar 36 pada pH 6.6 dengan dosis 225 mgL. Hasil optimasi untuk efisiensi parameter COD cukup
rendah yaitu untuk media kultur RPH adalah 18 pada pH 7 dengan dosis PAC 100 mgL, sedangkan untuk media kultur peternakan adalah 25 pada pH 7.25
dengan dosis PAC 200 mgL data dapat dilihat pada Lampiran 3A dan 3B. Pada penerapan perlakuan pendahuluan dengan koagulan ferro sulfat
diperoleh nilai efisiensi tertinggi untuk penurunan nilai COD yaitu untuk media kultur RPH sebesar 25 pada pH 6.25 dengan dosis 70 mgl dan untuk media
kultur peternakan sebesar 24 pada pH 6.15 dengan dosis 110 mgL. Hasil optimasi efisiensi menunjukkan nilai yang cukup berbeda yaitu untuk media
kultur RPH adalah 18 pada pH 6.5 dengan dosis ferro sulfat 65 mgL, sedangkan untuk media kultur peternakan hanya sebesar 3 pada pH 6.75
dengan dosis 120 mgL data dapat dilihat pada Lampiran 3C dan 3D. Pada penerapan perlakuan pendahuluan dengan koagulan elektrik diperoleh
nilai efisiensi tertinggi untuk penurunan nilai COD yaitu untuk media kultur RPH sebesar 24 pada input energi listrik 7.98 volt selama 40 menit dan untuk
media kultur peternakan sebesar 19 pada input energi listrik 20 volt selama 30 menit. Hasil optimasi efisiensi dengan menggunakan metode respon permukaan
untuk penerapan proses koagulasi elektrik menunjukkan nilai yang tidak terlalu jauh berbeda yaitu untuk media kultur RPH sebesar 23 pada input energi
listrik 15 volt selama 40 menit, sedangkan untuk media kultur peternakan adalah 14 pada input energi listrik 15 volt selama 40 menit data dapat dilihat pada
Lampiran 3E dan 3F. COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat -
zat organik yang ada pada suatu cairan atau limbah cair menjadi CO
2
dan H
2
O. COD merupakan salah satu indikator penting untuk pencemaran didalam air yang
disebabkan oleh limbah yang mengandung bahan organik. Secara umum COD yang tinggi pada suatu limbah menunjukkan adanya bahan pencemar organik
dalam jumlah banyak.
4.3.5 Fosfat
Fosfor merupakan salah satu elemen utama yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroalga secara normal. Menurut Richmond 1986 dalam
Afriyanti 2011 kekurangan fosfor dapat menyebabkan perubahan morfologi sel, misalnya perubahan bentuk dan ukuran sel, karena fosfor berperan dalam transfer
energi dan sintesa asam nukleat. Pada limbah cair, P-organik sering dinilai sebagai konsentrasi fosfat. Fosfat merupakan senyawa organik yang dapat
mencemari lingkungan, sehingga apabila konsentrasi fosfat cukup tinggi maka sebaiknya dilakukan pengolahan terlebih dahulu terhadap limbah cair tersebut
sebelum dibuang ke lingkungan. Konsentrasi awal fosfat limbah cair RPH dan limbah cair peternakan adalah
17.25 mgL dan 19.32 mgL. Setelah ditumbuhi mikroalga terjadi penurunan konsentrasi fosfat yang cukup besar yaitu 4.21 mgL untuk limbah cair RPH dan
10.02 mgL untuk limbah cair peternakan. Penurunan konsentrasi fosfat ini disebabkan karena mikroalga menggunakan P-organik dalam jumlah yang cukup
banyak, dan diketahui bahwa mikroalga yang tumbuh pada limbah cair pun cukup banyak.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu nilai efisiensi penurunan konsentrasi fosfat adalah sebesar 100, untuk media kultur RPH pada pH 6.5
dan pH 7 dengan dosis 125 mgL dan 100 mgl dan untuk media kultur peternakan pada pH 6.75 dan pH 7 dengan dosis 200 mgL dan 225 mgL. Hasil
optimasi efisiensi untuk parameter konsentrasi fosfat tidak jauh berbeda yaitu untuk media kultur RPH adalah 99 pada pH 7 dengan dosis PAC 100 mgL,
sedangkan untuk media kultur peternakan adalah 100 pada pH 7.25 dengan dosis PAC 200 mgL data dapat dilihat pada Lampiran 3A dan 3B. Hasil
efisiensi konsentrasi fosfat ini cukup baik karena pada pH netral dan dosis yang lebih rendah daripada hasil eksperimen dapat memperoleh efisiensi penurunan
konsentrasi fosfat sekitar 100. Pada penerapan perlakuan pendahuluan dengan koagulan ferro sulfat
diperoleh nilai efisiensi sebesar 100 untuk penurunan konsentrasi fosfat yaitu untuk media kultur RPH pada pH 6.75 dengan dosis 60 mgl dan untuk media
kultur peternakan pada pH 6.5 dengan dosis 124.14 mgL. Hasil optimasi