Produksi Mikroalga Teori yang mendasari

menghasilkan jumlah sel yang tinggi per satuan volume media kultur yang digunakan. Bentuk wadah kultur yang ideal adalah bentuk silinder lonjong dengan bentuk dasar rata atau konkav, warna transparan tembus cahaya dan mempunyai tutup tabung Frikardo 2008. Pada kultivasi skala kecil yang umumnya digunakan untuk pakan kultivan di aquarium, wadah kultur bisa menggunakan botol bening atau botol coca cola plastik. Penggunaan di laboratorium biasanya menggunakan tabung erlenmeyer dengan bagian bawah datar dengan ukuran mulai dari volume 50 ml sampai dengan tiga liter yang diberi tutup tabung yang terbuat dari busa silikon atau silikon padat yang diberi lubang untuk memasukkan selang aerasi. Untuk menjaga keseimbangan tekanan gas didalam tabung kultur tersebut pada tutupnya ditambahkan satu lubang untuk dimasuki pipa gelas dengan diameter 0.5 cm. Kultivasi mikroalga skala sedang biasanya menggunakan ukuran 10 liter sampai 500 liter yang ditempatkan pada kondisi indoor kultur. Bahan wadah terbuat dari palstik, gelas atau polycarbonate yang transparan tembus cahaya lampu flourescent bulb neon. Bentuk wadah kultur pada umumnya berbentuk tabung dilengkapi penutup yang diletakakan berderet sejajar horizontal maupun vertikal untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi cahaya lampu. Peralatan dan perlengkapan kultur lainnya disediakan dengan kebutuhan yang diperlukan, seperti batu aerasi, pipa aerasi, blower aerasi, komponen zar penyubur pupuk, sistem pengolahan air kultur dan unit ukuran ruangan kecil maupun stok kultur bibit murni jenis mikroalga yang menjadi tujuan kultur Frikardo 2008. Kultivasi mikroalga skala besar umumnya dilakukan di luar laboratorium dan dimulai dari volume satu sampai 20 ton dengan menggunakan kolam terbuka atau fotobioreaktor dengan sistem tertutup dan terkontrol. Penggunaan air sebagai media tumbuh dilakukan dengan penyaringan menggunakan saringan pasir dan arang yang berfungsi untuk mematikan organisme lain yang tidak diinginkan Kawaroe et al. 2010. Terdapat 3 metode kultivasi yang umum digunakan yaitu kultur batch klasik, kultur modifikasi batch dan kultur semi kontinu. Metode kultur batch klasik pada prinsipnya adalah menginokulasi bibit sel kedalam tabung kultur dengan kepadatan sel mikroalga yang rendah. Metode yang kedua yaitu kultur modifikasi batch pada prinsipnya adalah pengaturan kultur mikroalga sebanyak 500 ml di dalam erlenmeyer flask yang dilakukan setiap hari. Setelah dipelihara selama delapan hari, kondisi kultur akan terlihat sudah cukup tua kepadatan berkisar 10 5 – 10 6 sel ml dan selanjutnya kultur akan dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pertama dan kedua masing-masing 200 ml dimasukkan kedalam erlenmeyer flask volume satu liter, sisanya 100 ml ditambahkan air steril yang sudah disaring dan nutrien sebanyak 400 ml. Kultur dengan volume 500 ml di erlenmeyer flask ini akan digunakan sebagai stok kultur untuk delapan hari kultur yang akan datang, sedangkan volume kultur satu liter setelah delapan hari kultur dipindahkan ke kultur alga 20 liter didalam Carboy dan delapan hari kultur berikutnya dari 20 liter Carboy dipindahkan ke 200-320 liter tabung silinder untuk dikultur lima sampai delapan hari kultur. Kultur yang dikultivasi pada tabung silinder ini akan digunakan untuk pakan zooplankton atau untuk larva ikan dan udang. Demikian proses yang terjadi di dalam proses modifikasi kultur batch yang dapat dilakukan secara indoor namun mendapatkan volume dan kualitas hasil kultur yang terprediksi Frikardo 2008. Metode kultivasi yang ketiga yaitu kultur semi kontinu. Metode ini biasanya digunakan untuk mendesain kultur skala kecil yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan hobi sampai ukuran kultur masal. Metode ini cukup praktis dan mempunyai tingkat keberhasilan yang cukup baik. Pengembangan metode ini mempunyai kelemahan yaitu kontrol yang rendah dan biasanya menghasilkan produk kultur mikroalga yang rendah daripada kultur yang dilakukan dengan pembersihan peralatan terlebih dahulu sebelum setiap wadah kultur itu digunakan lagi. Metode ini barangkali mempunyai tujuan untuk menghasilkan produksi sel mikroalga secara kontinyu persatuan unit volume, bukan untuk mendapatkan produksi sel mikroalga yang lebih tinggi per satuan volume dalam periode waktu tertentu. Frikardo 2008.

2.2.2 Limbah Cair RPH dan Peternakan

Limbah cair RPH mengandung bahan organik dengan konsentrasi tinggi, padatan tersuspensi, serta bahan koloid seperti lemak, protein, dan selulosa. Sumber terbesar dari limbah cair RPH berasal dari darah dan isi perut. Darah dan pencucian karkas akan memberikan dampak meningkatnya nilai BOD dan TSS, sedangkan isi perut dan usus akan meningkatkan jumlah TSS. Limbah cair RPH ini akan berdampak pada kualitas fisik air yaitu warna, TSS dan pH serta meningkatnya BOD dan menurunkan kandungan oksigen yang terlarut dalam air Sanjaya et al. 1996. Soehadji 1992 menyebutkan bahwa limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas, limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair air seni atau urine, air pencucian alat-alat. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient zat makanan seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen BETN, vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain unidentified subtances Sihombing 2002. Menurut Juheini dan Sakryanu 1999, sebanyak 56.67 peternak sapi perah membuang limbah ke badan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas peternakan, terutama berasal dari limbah yang dikeluarkan oleh ternak yaitu feses, urine, sisa pakan, dan air sisa pembersihan ternak dan kandang Charles Hariono 1991; Prasetyo Padmono 1993. Adanya pencemaran oleh limbah peternakan sapi sering menimbulkan berbagai protes dari kalangan masyarakat sekitarnya, terutama rasa gatal ketika menggunakan air sungai yang tercemar, di samping bau yang sangat menyengat. Pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi masalah serius, sebaliknya bila limbah ini dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah mengintegrasikan usaha tersebut dengan beberapa usaha lainnya, seperti penggunaan suplemen pada pakan, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, budidaya padi sawah, serta pemanfaatan sebagai media tumbuh mikroalga, sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis.

2.2.3 Pemisahan Mikroalga

Pemisahan mikroalga merupakan faktor utama yang harus diatasi dalam tujuan penggunaan mikroalga. Teknik-teknik seperti filtrasi, sedimentasi, dan sentrifugasi telah digunakan untuk pemisahan mikroalga. Teknik-teknik ini dapat dikombinasikan, tergantung pada ukuran mikroalga dan kualitas produk yang diinginkan, untuk menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi Rahman 2010. Efisiensi pemisahan mikroalga adalah faktor yang sangat penting untuk produksi massal mikroalga. Teknik-teknik utama saat ini diterapkan dalam pemisahan mikroalga yaitu sentrifugasi, flokulasi, filtrasi, sedimentasi, flotasi, dan teknik elektroforesis Uduman et al. 2010; Chen et al. 2011. Pemilihan teknik pemisahan tergantung pada sifat-sifat mikroalga, seperti densitas, ukuran, nilai produk yang diinginkan Brennan Owende 2010; Chen et al. 2011. Proses pemisahan mikroalga secara umum dapat dibagi menjadi dua tahap: 1. Pemisahan massal; tujuan dari tahapan ini adalah untuk memisahkan biomassa mikroalga dari suspensi massal, melalui metode ini, materi padatan total bisa mencapai 2-7, teknik yang digunakan adalah flokulasi, flotasi, atau sedimentasi gravitasi Brennan Owende 2010; Chen et al. 2011. 2. Pembentukan konsentrat lumpur dengan filtrasi dan sentrifugasi. Langkah ini membutuhkan energi lebih besar daripada pemisahan massal Brennan Owende 2010; Chen et al. 2011. Kebanyakan mikroalga dapat dipisahkan menggunakan sentrifugasi. Sentrifugasi pada skala laboratorium dilakukan pada kolam limbah dengan debit limbah 500-1000 dan memberikan hasil sekitar 80-90 mikroalga selama 2-5 menit. Grima et al. 2003 menyimpulkan bahwa sentrifugasi adalah metode yang banyak dipilih untuk pemisahan mikroalga dalam jumlah besar. Efisiensi dari metode ini bergantung pada jenis mikroalga yang digunakan, pengaturan kedalaman, dan waktu tinggal dari cell slurry. Metode ini memiliki kebutuhan energi yang paling besar dibandingkan dengan metode yang lainnya Rahman 2010. Filtrasi dapat dilakukan di dalam tekanan atau vakum jika ukuran mikroalga tidak mendekati ukuran bakteri. Filter mikro biasanya berukuran 25- 20 μm dapat digunakan untuk spesies spirulina, apabila flokulasi dilakukan sebelum filtrasi, maka efisiensi filtrasi yang dihasilkan akan meningkat Rahman 2010. Sedimentasi adalah proses pemisahan padatan yang terkandung dalam limbah cair dengan gaya gravitasi, pada umumnya sedimentasi dilakukan setelah