Gambar 11 Mikroalga pada media kultur RPH dengan perlakuan pendahuluan koagulasi elektrik, a mikroalga yang mengapung, b mikroalga
yang mengendap dan c mikroalga yang menempel pada elektroda.
Gambar 12 Mikroalga pada media kultur peternakan dengan perlakuan pendahuluan koagulasi elektrik, a mikroalga yang mengapung,
b mikroalga yang mengendap dan c mikroalga yang menempel pada elektroda.
Koagulasi elektrik melibatkan reaksi kimia didalamnya. Menurut Rohman 2009, prinsip dasar dari elektrokoagulasi adalah reaksi reduksi dan oksidasi
redoks. Interaksi yang terjadi di dalam larutan yaitu: 1 migrasi menuju muatan elektroda yang berlawanan elektroforesis dan netralisasi muatan, 2 kation atau
ion hidroksil membentuk endapan dengan pengotor, 3 interaksi kation logam dengan ion OH
-
membentuk sebuah hidroksida dengan sifat adsorpsi yang tinggi selanjutnya berikatan dengan polutan, 4 oksidasi polutan sehingga sifat
toksiknya berkurang Holt et al. 2002. Reaksi reduksi-oksidasi mengganggu kestabilan larutan limbah sehingga zat yang tersuspensi pada larutan tersebut juga
mengalami destabilitas. Ketidakstabilan muatan pada limbah cair dan mikroalga menyebabkan mikroalga dengan muatan yang sejenis membentuk flok untuk
mencapai kestabilannya kembali dengan melakukan koagulasi. Mikroalga yang membentuk flok atau terkoagulasi jika sudah mencapai bobot yang cukup akan
mengendap. Sedangkan mikroalga yang masih ringan akan terbawa gas H
2
dan mengapung. Pada Gambar 11 dan 12 terlihat perbedaan flok mikroalga yang
berhasil dipisahkan. Pada media kultur RPH flok yang terbentuk lebih berat sehingga cenderung lebih banyak yang mengendap, sedangkan pada media kultur
peternakan flok yang terbentuk masih cenderung ringan sehingga lebih banyak yang mengapung.
Pengukuran nilai TSS tidak hanya dilakukan dengan spektrofotometer tetapi juga menggunakan kertas saring miliphore 0.42 µm, hal ini dilakukan untuk
membandingkan nilai TSS yang didapatkan. Tabel 5 menunjukkan hasil pengamatan yang telah dilakukan.
Tabel 5 Perbandingan pengukuran TSS
No Kode
Spektrofotometer mgL Miliphore mgL 1
A
5
15 volt, 40 menit 76
110 2
A
4
20 volt, 50 menit 163
168 3
B
5
15 volt, 40 menit 154
216 4
B
4
20 volt, 50 menit 231
320 5
C
5
pH 7, 100 mgL PAC 5
14 6
C
11
pH 7, 64,64 mgL PAC 29
70 7
D
5
pH 7, 225 mgL PAC 6
2 8
D
11
pH 7, 189,65 mgL PAC 7
14 9
E
9
pH 6,15; 65 mgL Ferro sulfat 19
30 10
E
7
pH 6,5; 65 mgL Ferro sulfat 3
2 11
F
9
pH 6,15; 110 mgL Ferro sulfat 13
14 12
F
7
pH 6,5; 110 mgL Ferro sulfat 8
24
Keterangan: A: Media kultur RPH dengan perlakuan koagulasi elektrik
B: Media kultur peternakan dengan perlakuan koagulasi elektrik C: Media kultur RPH dengan perlakuan koagulasi kimia PAC
D: Media kultur peternakan dengan perlakuan koagulasi kimia PAC E: Media kultur RPH dengan perlakuan koagulasi kimia ferro sulfat
F: Media kultur peternakan dengan perlakuan koagulasi kimia ferro sulfat
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa secara umum nilai TSS hasil pengukuran dengan menggunakan kertas miliphore lebih tinggi dibandingkan
hasil pengukuran menggunakan spektrofotometer, hal ini disebabkan karena tingkat ketelitian metode pengukuran menggunakan kertas miliphore lebih tinggi,
namun penggunaan spektrofotometer lebih menghemat waktu dan biaya sehingga pengukuran nilai TSS untuk penelitian ini dilakukan dengan spektrofotometer.
4.3.2 Kekeruhan
Parameter lain yang diamati pada penelitian ini adalah kekeruhan. Kekeruhan atau turbidity digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam
air yang disebabkan oleh bahan - bahan yang melayang biasanya bahan organik dan inorganik Huda 2009 dalam Afriyanti 2011. Semakin pekat atau keruh suatu
limbah cair yang dibuang ke lingkungan maka kualitas limbah dan keamanannya terhadap lingkungan semakin buruk. Selain berpengaruh pada penurunan nilai
TSS, koagulasiflokulasi yang diterapkan sebagai perlakuan pendahuluan juga berpengaruh pada nilai kekeruhan dari limbah yang digunakan. Hal ini berarti
selain dapat memisahkan mikroalga, juga memberikan manfaat tambahan yaitu
dengan mengolah limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan sehingga parameter yang berbahaya bagi lingkungan dapat diminimalisir.
Pada penerapan perlakuan pendahuluan dengan koagulan PAC diperoleh nilai efisiensi tertinggi yaitu untuk media kultur RPH sebesar 99 pada pH 7
dengan dosis 100 mgl dan untuk media kultur peternakan sebesar 97 pada pH 7.25 dengan dosis 250 mgL. Hasil optimasi nilai efisiensi tidak berbeda jauh
yaitu untuk media kultur RPH sebesar 98.8 pada pH 7 dengan dosis 100 mgL, sedangkan untuk media kultur peternakan sebesar 95 pada pH 7.25 dengan
dosis 200 mgL data dapat dilihat pada Lampiran 3A dan 3B. Pada penerapan perlakuan pendahuluan dengan koagulan ferro sulfat
diperoleh nilai efisiensi tertinggi yaitu untuk media kultur RPH sebesar 99 pada pH 6.75 dengan dosis 60 mgl dan untuk media kultur peternakan sebesar
97 pada pH 6.5 dengan dosis 124.14 mgL. Hasil optimasi efisiensi parameter kekeruhan menunjukkan nilai efisiensi yang lebih rendah daripada hasil
eksperimen yaitu untuk media kultur RPH sebesar 97 pada pH 6.5 dengan dosis 65 mgL, dan untuk media kultur peternakan sebesar 52 pada pH 6.75
dengan dosis 120 mgL data dapat dilihat pada Lampiran 3C dan 3D. Dosis yang digunakan pada kedua media kultur tidak terlalu jauh berbeda, namun hasil
optimasi efisiensi pada media kultur peternakan cukup jauh berbeda jika dibandingkan dengan hasil eksperimen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor pH
dan dosis ferro sulfat sangat berpengaruh terhadap parameter kekeruhan. Pada penerapan perlakuan pendahuluan dengan koagulan elektrik diperoleh
nilai efisiensi tertinggi yaitu untuk media kultur RPH sebesar 64 pada input energi listrik 15 volt selama 40 menit dan untuk media kultur peternakan sebesar
69 pada input energi listrik 10 volt selama 30 menit. Hasil optimasi efisiensi dengan menggunakan metode respon permukaan untuk penerapan proses
koagulasi elektrik menunjukkan nilai yang tidak terlalu jauh berbeda yaitu untuk media kultur RPH sebesar 64 pada input energi listrik 15 volt selama 40
menit, sedangkan untuk media kultur peternakan adalah 55 pada input energi listrik 15 volt selama 40 menit data dapat dilihat pada Lampiran 3E dan 3F.
Faktor input dan waktu yang ditetapkan berdasarkan optimasi berbeda dengan hasil efisiensi tertinggi menurut eksperimen, input energi listrik yang ditetapkan
lebih tinggi daripada 10 volt yaitu 15 volt dan waktunya lebih lama yaitu 40 menit. Hasil eksperimen menunjukkan nilai efisiensi kekeruhan yang lebih tinggi
yaitu 69, hal ini menunjukkan bahwa dengan input energi listrik yang lebih rendah dan waktu lebih pendek dapat dihasilkan efisiensi kekeruhan yang lebih
tinggi.
4.3.3 Warna
Warna merupakan karakteristik lain yang cukup penting untuk diamati. Semakin gelap warna limbah cair maka kualitas limbah cair tersebut semakin
buruk sehingga perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu pada penerapan perlakuan
pendahuluan dengan koagulan PAC diperoleh nilai efisiensi tertinggi yaitu untuk media kultur RPH sebesar 98 pada pH 7 dengan dosis 100 mgl dan untuk
media kultur peternakan sebesar 92 pada pH 7 dengan dosis 225 mgL. Hasil optimasi nilai efisiensi tidak berbeda jauh yaitu untuk media kultur RPH sebesar
98 pada pH 7 dengan dosis 100 mgL, sedangkan untuk media kultur peternakan sebesar 87 pada pH 7.25 dengan dosis 200 mgL data dapat dilihat
pada Lampiran 3A dan 3B. Pada penerapan perlakuan pendahuluan dengan koagulan ferro sulfat
diperoleh nilai efisiensi tertinggi yaitu untuk media kultur RPH sebesar 95 pada pH 6.75 dengan dosis 70 mgl dan untuk media kultur peternakan sebesar
92 pada pH 6.5 dengan dosis 124.14 mgL. Hasil optimasi efisiensi parameter warna menunjukkan nilai efisiensi yang lebih rendah daripada hasil eksperimen
yaitu untuk media kultur RPH sebesar 93 pada pH 6.5 dengan dosis 65 mgL, dan untuk media kultur peternakan sebesar 65 pada pH 6.75 dengan dosis 120
mgL data dapat dilihat pada Lampiran 3C dan 3D. . Dosis yang digunakan pada kedua media kultur tidak terlalu jauh berbeda, namun hasil optimasi efisiensi
pada media kultur peternakan cukup jauh berbeda jika dibandingkan dengan hasil eksperimen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor pH dan dosis ferro sulfat
juga sangat berpengaruh terhadap parameter warna. Pada penerapan perlakuan pendahuluan dengan koagulan elektrik diperoleh
nilai efisiensi tertinggi yaitu untuk media kultur RPH sebesar 56 pada input
energi listrik 15 volt selama 40 menit dan untuk media kultur peternakan sebesar 56 pada input energi listrik 7.98 volt selama 40 menit. Hasil optimasi efisiensi
dengan menggunakan metode respon permukaan untuk penerapan proses koagulasi elektrik menunjukkan nilai yang tidak terlalu jauh berbeda yaitu untuk
media kultur RPH sebesar 54 pada input energi listrik 15 volt selama 40 menit, sedangkan untuk media kultur peternakan adalah 41 pada input energi
listrik 15 volt selama 40 menit data dapat dilihat pada Lampiran 3E dan 3F. Penurunan warna yang terjadi pada proses koagulasi disebabkan oleh proses
adsorbsi koagulan. Pada proses koagulasi kimia diperoleh efisiensi penurunan warna sekitar 90 sedangkan pada koagulasi elektrik hanya sekitar 50 Hal ini
disebabkan karena mikroalga yang berhasil dipisahkan masih belum optimal sehingga berpengaruh pada warna yang terukur yaitu masih cukup pekat. Zat
warna yang terukur ditimbulkan dari pigmen klorofil yang dimiliki oleh mikroalga.
4.3.4 COD
Nilai Chemical Oxygen Demand COD dari suatu limbah cair merupakan parameter yang penting untuk menunjukkan kualitas limbah cair tersebut. Nilai
COD media kultur RPH dan media kultur peternakan sebelum diberi perlakuan adalah 136 mgL dan 176 mgL, nilai ini masih berada di bawah baku mutu yang
ditetapkan oleh pemerintah yaitu 200 mgL untuk limbah cair usaha atau kegiatan peternakan sapi Peraturan MenLH No. 11 tahun 2009. Nilai COD mengalami
penurunan hampir setengahnya setelah ditumbuhi oleh mikroalga yaitu 75.2 mgL untuk media kultur RPH dan 86.4 mgL untuk media kultur peternakan. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan menggunakan limbah cair sebagai media kultur mikroalga secara efektif dapat menurunkan nilai COD limbah cair tersebut
sehingga lebih aman untuk dibuang ke lingkungan. Penurunan nilai COD yang terjadi setelah diberi perlakuan pendahuluan
koagulasiflokulasi kimia dan elektrik tidak terlalu besar namun masih terjadi penurunan. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu pada penerapan
perlakuan pendahuluan dengan koagulan PAC diperoleh nilai efisiensi penurunan COD tertinggi yaitu untuk media kultur RPH sebesar 28 pada pH 6.3 dengan