Jenis dan Sumber Data Perkembangan Harga Beras

konsumsi beras yang cenderung stabil. Hal ini dikarenakan Provinsi Banten merupakan salah satu sentra produksi beras. Tabel 5.2 Pendugaan produksi dan konsumsi beras di Provinsi Banten tahun 2010-2013 Tahun Produksi ton Konsumsi ton Selisih produksi dan konsumsi ton 2010 2 048 047 616 437 1 431 610 2011 1 949 714 638 669 1 885 847 2012 1 865 893 651 964 1 213 929 2013 2 083 608 560 572 1 523 036 Sumber: BPS Provinsi Banten dan BKP 2014 diolah Keterangan: Produksi beras diperoleh dari produksi padi dikali convertion rate 62.74 Survei Susut Pasca PanenPasca Panen PadiBeras, 2005-2007 Konsumsi beras diperoleh dari rata-rata konsumsi beras per kapita per tahun dikali dengan jumlah penduduk Provinsi Banten pada tahun berlaku

5.2 Perkembangan Harga Jagung

Harga jagung selama periode penelitian mengalami perubahan harga rata- rata sebesar 11.195. Harga tertinggi dicapai pada bulan September dan Oktober 2014 sebesar Rp 8 500kg, sedangkan harga terendah terjadi pada bulan Oktober 2012 yaitu sebesar Rp 5 137kg. Adapun harga rata-rata jagung selama periode penelitian adalah Rp 6 015kg. Perkembangan harga jagung di Provinsi Banten dapat dilihat pada Gambar 5.2. Sumber: Pusdatin, 2015 Gambar 5.2 Perkembangan harga jagung di Provinsi Banten periode Januari 2011- Desember 2014 Perkembangan harga jagung selama periode penelitian mempunyai kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2012 terjadi penurunan perubahan harga sebesar 8.242. Namun pada tahun 2014 terjadi perubahan harga yang 2000 4000 6000 8000 10000 Jan u ar i 2 1 1 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 2 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 3 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 4 Mar et Mei Ju li Sep tem b er No v em b er H a rg a RpK g cukup besar yaitu 33.216. Perubahan harga yang yang cukup besar pada tahun 2014 diduga terjadi karena adanya kenaikan harga BBM. Pendugaan produksi dan konsumsi jagung di Provinsi Banten pada tahun 2009-2013 ditampilkan pada Tabel 5.3. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa produksi jagung dari tahun ke tahun mengalami penurunan produksi, walaupun jumlah produksinya masih dapat memenuhi jumlah konsumsi. Penurunan produksi diduga terjadi akibat pergeseran pola panen dari panen tua pipilan ke pola panen muda karena sebagian petani di Banten merasa lebih diuntungkan. Selain itu, terjadi penurunan luas panen jagung karena adanya alih komoditas tanaman. 2 Tabel 5.3 Pendugaan produksi dan konsumsi jagung di Provinsi Banten tahun 2009-2012 Tahun Produksi ton Konsumsi ton Selisih produksi dan konsumsi ton 2009 27 083 694 26 389 2010 28 135 1 643 26 492 2011 13 807 1 130 12 677 2012 9 820 253 9 567 2013 12 038 461 11 577 Sumber: BPS Provinsi Banten dan BKP 2014 diolah Keterangan: Konsumsi jagung diperoleh dari rata-rata konsumsi jagung per kapita per tahun dikali dengan jumlah penduduk Provinsi Banten pada tahun berlaku

5.3 Perkembangan Harga Cabai Merah Keriting

Selama tahun 2011-2014, perkembangan harga cabai merah keriting di Provinsi Banten cenderung berfluktuatif setiap bulannya. Tingginya fluktuasi harga tercermin pada rentang harga cabai merah tertinggi dan terendah yang mencapai Rp 84 700kg. Pada Desember 2014, harga cabai merah keriting mencapai harga tertinggi yaitu sebesar Rp 94 500kg, sedangkan harga terendah terjadi pada bulan Agustus 2011 sebesar Rp 9 800kg. Kondisi ini disebabkan permintaan atau konsumsi cabai bulanan yang relatif stabil, sementara tingkat produksi per bulannya sangat fluktuatif terkait dengan faktor musimnya yaitu pada periode musim penghujan berpotensi meningkatkan risiko kegagalan panen. Selain faktor musimnya, fluktuasi pasokan cabai merah disebabkan karena sifat dari produk hortikultura yang tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Hal 2 BPS Provinsi Banten. 2014. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Angka Ramalan II Tahun 2014. No.521136Th. VIII, 3 November 2014. ini menyebabkan fluktuasi harga pada cabai merah Prastowo et al., 2008. Perkembangan harga cabai merah keriting dapat dilihat pada Gambar 5.3. Sumber: Pusdatin, 2015 Gambar 5.3 Perkembangan harga cabai merah keriting di Provinsi Banten periode Januari 2011-Desember 2014 Kenaikan harga cabai merah keriting terjadi pada saat menjelang hari raya. Hal ini diduga adanya kenaikan kebutuhan masyarakat akan cabai merah pada bulan-bulan menjelang hari raya Idul Fitri dan kenaikan permintaan pada akhir tahun. Cabai merah merupakan salah satu komoditas yang sangat digemari masyarakat, baik dalam bentuk segar maupun olahan. Namun peningkatan kebutuhan cabai merah tidak diikuti oleh peningkatan ketersedian cabai merah. Adapun pendugaan produksi dan konsumsi cabai merah di Provinsi Banten tahun 2009-2013 ditampilkan pada Tabel 5.4. Dapat dilihat bahwa produksi cabai merah setiap cenderung mengalami penurunan, sehingga pada tahun 2011-2013 ketersediaan cabai merah di Provinsi Banten belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Tabel 5.4 Pendugaan produksi dan konsumsi cabai merah di Provinsi Banten tahun 2009-2012 Tahun Produksi ton Konsumsi ton Selisih produksi dan konsumsi ton 2009 139 993 17 165 122 828 2010 134 572 23 277 111 295 2011 3 326 20 415 -17 089 2012 6 339 30 123 -23 784 2013 5 841 22 365 -16 524 Sumber: BPS Provinsi Banten dan BKP 2014 diolah Keterangan: Konsumsi cabai merah diperoleh dari rata-rata konsumsi cabai merah per kapita per tahun dikali dengan jumlah penduduk Provinsi Banten pada tahun berlaku 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000 Jan u ar i 2 1 1 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 2 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 3 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 4 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er H a rg a RpK g

5.4 Perkembangan Harga Bawang Merah

Selama periode penelitian yaitu tahun 2011 hingga tahun 2014, harga bawang merah di Provinsi Banten berfluktuasi dengan selisih harga tertinggi dengan harga terendah sebesar Rp 36 234kg. Harga tertinggi dicapai pada tingkat harga Rp 45 879kg yang terjadi pada periode Juli 2013, sedangkan harga terendah sebesar Rp 9 645kg terjadi pada Januari 2012. Harga rata-rata yaitu pada tingkat harga Rp 20 282kg. Perkembangan harga bawang merah di Provinsi Banten dapat dilihat pada Gambar 5.4. Sumber: Pusdatin, 2015 Gambar 5.4 Perkembangan harga bawang merah di Provinsi Banten periode Januari 2011-Desember 2014 Perkembangan harga bawang merah di Provinsi Banten selama tahun 2011- 2014 memiliki pergerakan data yang fluktuatif. Terjadi kenaikan dan penurunan dalam perubahan harga bawang merah. Rata-rata perubahan harga bawang merah adalah 31.998. Pada tahun 2013 rata-rata perubahan harga meningkat cukup besar yaitu 156.667. Pada 2013, harga bawang merah di Provinsi Banten meningkat sangat tajam. Terjadi selama bulan Maret hingga Juli 2013. Hal ini diduga terjadinya kekurangan pasokan bawang merah yang diakibatkan terjadinya musim penghujan yang menyebabkan banjir di wilayah sentra bawang merah. 3 Pendugaan produksi dan konsumsi bawang merah di Provinsi Banten dapat dilihat pada Tabel 5.5. Pada tabel dapat dilihat terjadi peningkatan produksi 3 Harga Bawang Merah di Kota Serang Meningkat hingga Rp 30 Ribu per Kg. http:www.radarbanten.comreadberita1027689Harga-Bawang-Merah-di-Kota-Serang- Meroket-hingga-Rp30-Ribu-per-Kg.html . Diakses pada tanggal 8 Juni 2015. 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 Jan u ar i 2 1 1 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 2 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 3 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 4 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er H a rg a RpK g bawang merah dari tahun ke tahun, namun pasokannya belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga komoditas bawang merah masih di supply dari luar wilayah Banten 4 . Tabel 5.5 Pendugaan produksi dan konsumsi bawang merah di Provinsi Banten tahun 2009-2012 Tahun Produksi ton Konsumsi ton Selisih produksi dan konsumsi ton 2009 668 24 583 -23 915 2010 351 32 890 -32 539 2011 4 218 28 014 -23 796 2012 1 228 38 937 -37 709 2013 1 836 27 542 -25 706 Sumber: BPS Provinsi Banten dan BKP 2014 diolah Keterangan: Konsumsi bawang merah diperoleh dari rata-rata konsumsi bawang merah per kapita per tahun dikali dengan jumlah penduduk Provinsi Banten pada tahun berlaku

5.5 Perkembangan Harga Daging Sapi Murni

Selama tahun 2011-2014 harga daging sapi murni memiliki kecenderungan meningkat dengan laju perubahan harga rata-rata 12.498. Harga tertinggi dicapai pada tingkat harga Rp 97 500kg yang terjadi pada bulan Juli 2014. Tingginya harga pada bulan Juli 2014 disebabkan karena bertepatan dengan periode puasa hingga Hari Raya Idul Fitri meningkat, sementara produksi daging sapi murni membutuhkan proses yang cukup lama, sehingga permintaan yang meningkat pada bulan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh kurangnya pasokan daging. Harga terendah dicapai pada Januari 2011 sebesar Rp 58 479kg. Selisih antara harga tertinggi dan terendah yaitu Rp 39 021kg. Adapun harga rata-rata daging sapi murni di Provinsi Banten yaitu Rp 80 040kg. Perkembangan harga daging sapi murni di Provinsi Banten dapat dilihat pada Gambar 5.5. Terjadinya peningkatan permintaan terhadap komoditas pangan menjelang Hari Raya Idul Fitri sering terjadi. Tingginya permintaan juga memicu kenaikan harga terhadap komoditas pangan. Hal ini terindikasi adanya kelangkaan akibat aksi spekulan dan adanya pembelian bahan pangan oleh masyarakat secara berlebihan, terutama pada komoditas hortikultura dan daging sapi Pusat 4 Banten Meningkatkan Produksi Cabai dan Bawang. http:detakbanten.comtodayitem1568- banten-genjot-produksi-cabai-dan-bawang . Diakses pada tanggal 8 Juni 2015. Distribusi dan Cadangan Pangan, 2014. Namun pada saat lainnya selain Hari Raya Idul Fitri harga daging sapi murni cenderung tidak bergejolak. Sumber: Pusdatin, 2015 Gambar 5.5 Perkembangan harga daging sapi murni di Provinsi Banten periode Januari 2011-Desember 2014 Pendugaan produksi dan konsumsi daging sapi di Provinsi Banten tahun 2010-2013 ditampilkan pada Tabel 5.6. Dalam penelitian Prastowo et al., 2008 disebutkan bahwa, hampir semua provinsi secara relatif dapat memenuhi kebutuhan daging sapi dari pemeliharaan sapi setempat. Tabel 5.6 Pendugaan produksi dan konsumsi daging sapi di Provinsi Banten tahun 2010-2013 Tahun Produksi ton Konsumsi ton Selisih produksi dan konsumsi ton 2010 20 362 5 792 14 570 2011 25 806 8 356 17 450 2012 36 121 4 461 31 660 2013 36 676 3 117 33 559 Sumber: Pusdatin dan BKP 2014 diolah Keterangan: Konsumsi daging sapi diperoleh dari rata-rata konsumsi daging sapi per kapita per tahun dikali dengan jumlah penduduk Provinsi Banten pada tahun berlaku

5.6 Perkembangan Harga Daging Ayam Ras

Perkembangan harga daging ayam ras berfluktuasi selama tahun 2011-2014, dimana mengandung pola data musiman. Perkembangan harga daging ayam ras dapat dilihat pada Gambar 5.6. Selisih antara harga tertinggi dengan harga terendah komoditas daging ayam ras sebesar Rp 12 186kg. Pada bulan Agustus 2014 mencapai harga tertinggi sebesar Rp 34 727kg, sedangkan pada bulan Juni 2011 mencapai harga terendah sebesar Rp 22 541kg. Adapun harga rata-rata 20000 40000 60000 80000 100000 120000 Jan u ar i 2 1 1 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 2 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 3 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 4 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er H a rg a RpK g daging ayam ras yaitu Rp 27 342kg. Menurut Daryanto 2010, tingginya harga ayam ras disebabkan karena komoditas peternakan dalam proses produksinya mengandung ketidakpastian karena bersifat musiman dan komoditas peternakan mudah rusak. Sumber: Pusdatin, 2015 Gambar 5.6 Perkembangan harga daging ayam ras di Provinsi Banten periode Januari 2011-Desember 2014 Rata-rata perubahan harga daging ayam ras bernilai positif, yaitu 6.102. Perubahan harga rata-rata terbesar terjadi pada tahun 2013 sebesar 14.770, sedangkan terkecil terjadi pada tahun 2014 sebesar 2.246 Tabel 5.1. Selain karena kenaikan harga BBM bersubsidi, peningkatan harga daging ayam ras mencapai harga tertinggi terjadi diduga karena kenaikan harga pada bibit ayam DOCday old chick dan pakan ternak. Menurut penelitian yang telah dilakukan Hasanah 2014, DOC dan pakan merupakan input utama dalam peternakan ayam ras, sehingga kenaikan harga pada keduanya berdampak pada naiknya biaya produksi. Upaya yang dilakukan peternak untuk mengantisipasi kerugian karena naiknya biaya produksi yaitu dengan menaikkan harga output produksi yaitu daging ayam ras. Fluktuasi harga daging ayam ras di Banten diduga terjadi karena bahan baku pakan ternak berupa jagung mengalami kenaikan harga. Tingginya harga pakan ternak akibat terjadinya gejolak harga BBM mengakibatkan tingginya harga daging ayam ras. Selain itu, masih sedikitnya populasi ayam ras di Banten menyebabkan sedikitnya supply daging ayam ras. Hal tersebut menyebabkan 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 Jan u ar i 2 1 1 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 2 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 3 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 4 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er H a rg a RpK g fluktuasi harga pada komoditas daging ayam ras. 5 Pendugaan produksi dan konsumsi daging ayam ras di Provinsi Banten tahun 2011-2013 ditampilkan pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Pendugaan produksi dan konsumsi daging ayam ras di Provinsi Banten tahun 2010-2013 Tahun Produksi ton Konsumsi ton Selisih produksi dan konsumsi ton 2010 87 647 67 099 20 548 2011 117 115 72 318 44 797 2012 112 263 63 262 49 001 2013 111 177 55 653 55 524 Sumber: Pusdatin dan BKP 2014 diolah Keterangan: Konsumsi daging ayam ras diperoleh dari rata-rata konsumsi daging ayam ras per kapita per tahun dikali dengan jumlah penduduk Provinsi Banten pada tahun berlaku

5.7 Perkembangan Harga Telur Ayam Ras

Selama periode Januari 2011 hingga Desember 2014, perkembangan harga telur ayam ras sangat berfluktuasi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.7 Rata-rata harga telur ayam ras sebesar Rp 17 545kg. Harga tertinggi telur ayam ras dicapai sebesar Rp 21 343kg yang terjadi pada bulan Juli 2013, sedangkan harga terendah terjadi pada bulan Januari 2011 yaitu sebesar Rp 14 016kg. Sumber: Pusdatin, 2015 Gambar 5.7 Perkembangan harga telur ayam ras di Provinsi Banten periode Januari 2011-Desember 2014 5 Faktor Penyebab Volatilitas Daging Ayam Ras di Provinsi Banten. http:webcache.googleusercontent.comsearch?q=cache:8JaDp7OZavMJ:storage.jak- stik.ac.idProdukHukumBankIndonesiaBOKS2KERTwI09.pdf+cd=1hl=idct=clnk . Diakses pada tanggal 15 Juni 2015. 5000 10000 15000 20000 25000 Jan u ar i 2 1 1 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 2 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 3 Ma ret Mei Ju li Sep tem b er No v em b er Jan u ar i 2 1 4 Ma ret Mei Ju li S ep temb er No v em b er H a rg a RpK g Laju perubahan harga rata-rata telur ayam ras di Provinsi Banten yaitu 8.664. Perubahan harga rata-rata terbesar terjadi pada tahun 2011 sebesar 10.471 sedangkan terkecil terjadi pada tahun 2014 sebesar 6.826. Pencapaian tingkat harga tertinggi terjadi pada periode menjelang puasa yang diduga menjadi faktor penyebab tingginya harga telur ayam ras di Provinsi Banten. Pendugaan produksi dan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Banten tahun 2010-2014 ditampilkan pada Tabel 5.8. Dapat dilihat pada tabel, terjadi kekurangan pasokan dalam memenuhi kebutuhan telur ayam ras. Hal ini terjadi karena sedikitnya peternak ayam petelur di Provinsi Banten. Kurangnya peminat dalam usaha ternak ayam ras petelur disebabkan dalam usaha tersebut dibutuhkan modal yang besar untuk pemeliharaan dan pemberian pakan sejak DOC day old chick hingga ayam berumur tujuh bulan. 6 Tabel 5.8 Pendugaan produksi dan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Banten tahun 2010-2013 Tahun Produksi ton Konsumsi ton Selisih produksi dan konsumsi ton 2010 41 581 92 630 -51 049 2011 57 626 89 302 -31 676 2012 47 455 89 030 -41 575 2013 46 751 73 664 -26 913 Sumber: Pusdatin dan Badan Ketahanan Pangan 2014 diolah Keterangan: Konsumsi telur ayam ras diperoleh dari rata-rata konsumsi telur ayam ras per kapita per tahun dikali dengan jumlah penduduk Provinsi Banten pada tahun berlaku 6 Minim Peternak Tradisional Banten Kelola Ayam Petelur. http:www.antarabanten.comberita21324minim-peternak-tradisional-banten-kelola- ayam-petelur . Diakses pada tanggal 15 Juni 2015.