Perkembangan Harga Telur Ayam Ras

juga berfungsi untuk melihat berapa lama pengaruh tersebut terjadi. Sumbu horizontal merupakan periode waktu dalam bulan, sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai respon inflasi terhadap guncangan harga pangan dalam bentuk persentase Firdaus, 2011. Analisis respon inflasi terhadap guncangan harga masing-masing komoditas pangan ini diproyeksikan dalam jangka waktu 36 periode ke depan dari periode penelitian. Secara umum, hasil analisis IRF menyatakan bahwa guncangan harga komoditas pangan pada periode awal belum direspon oleh inflasi. Namun, pada periode berikutnya semua guncangan harga komoditas pangan direspon oleh inflasi dalam jangka panjang mendekati suatu titik kestabilan. Hal ini menunjukkan fluktuasi komoditas pangan tidak menimbulkan dampak yang permanen. -.004 .000 .004 .008 .012 5 10 15 20 25 30 35 Response of LNIHK to LNIHK -.004 .000 .004 .008 .012 5 10 15 20 25 30 35 Response of LNIHK to LNDSM -.004 .000 .004 .008 .012 5 10 15 20 25 30 35 Response of LNIHK to LNJAG -.004 .000 .004 .008 .012 5 10 15 20 25 30 35 Response of LNIHK to LNBER -.004 .000 .004 .008 .012 5 10 15 20 25 30 35 Response of LNIHK to LNDAR -.004 .000 .004 .008 .012 5 10 15 20 25 30 35 Response of LNIHK to LNTAR -.004 .000 .004 .008 .012 5 10 15 20 25 30 35 Response of LNIHK to LNBAM -.004 .000 .004 .008 .012 5 10 15 20 25 30 35 Response of LNIHK to LNCM K Response to Cholesky One S.D. Innov ations Gambar 6.1 Hasil analisis Impulse Response Function IRF Dapat dilihat pada Gambar 6.1, bahwa pada periode pertama belum ada guncangan harga komoditas pangan yang direspon oleh inflasi di Provinsi Banten. Pada periode kedua, terdapat dua komoditas yang direspon negatif, yaitu daging sapi murni dan bawang merah. Pada periode selanjutnya, guncangan harga pada komoditas daging sapi murni dan bawang merah masih direspon negatif hingga mendekati titik kestabilan masing-masing. Komoditas daging sapi murni mencapai kestabilan pada periode ke-9. Hal ini artinya bahwa guncangan harga daging sapi murni sebesar satu standar deviasi pada periode ke-9 akan menyebabkan penurunan pada inflasi Provinsi Banten sebesar 0.000883. Adapun pada komoditas bawang merah mencapai titik kestabilan pada periode ke- 22, dimana ketika guncangan sebesar satu standar deviasi akan ditanggapi dengan penurunan pada inflasi Provinsi Banten sebesar 0.001797. Pada mulanya shock yang diberikan pada harga jagung, beras, daging ayam ras, telur ayam ras dan cabai merah keriting belum menyebabkan guncangan pada inflasi Provinsi Banten. Respon didapatkan ketika mulai memasuki periode kedua hingga akhir estimasi periode secara positif oleh inflasi di Provinsi Banten. Respon komoditas jagung mulai stabil pada periode ke-10 sebesar 0.004162, beras pada periode ke-17 sebesar 0.002104, daging ayam ras pada periode ke-11 sebesar 0.001122, telur ayam ras pada periode ke-14 sebesar 0.000741, serta cabai merah pada periode ke-22 sebesar 0.004001. Hasil analisis impuls response model VECM pada 36 periode ke depan dari periode penelitian dapat dilihat pada lampiran 9. Dari hasil analisis IRF dapat disimpulkan bahwa pada 36 periode ke depan dari periode penelitian, guncangan harga komoditas jagung, beras, daging ayam ras, telur ayam ras dan cabai merah keriting sebesar satu standar deviasi yang terjadi pada periode ke-36 akan berdampak pada peningkatan inflasi Provinsi Banten. Sebaliknya, guncangan harga daging sapi murni dan bawang merah sebesar satu standar deviasi yang terjadi pada periode ke-36 akan berdampak pada penurunan inflasi Provinsi Banten. Penurunan inflasi di Provinsi Banten diduga karena adanya kebijakan penurunan beberapa harga komoditas. Hal ini juga dapat didukung dengan membaiknya pasokan komoditas pangan tersebut. Berdasarkan hasil analisis IRF, guncangan harga daging sapi murni dan bawang merah akan berdampak pada penurunan inflasi Provinsi Banten. Potensi turunnya tekanan inflasi diduga pasokan bawang merah yang melimpah akibat panen raya di sentra bawang merah. Hal lain yang mendorong potensi penurunan inflasi yaitu impor sapi potong. Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan No.46M-DAGKEP82013 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan serta Produk Hewan. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa impor akan dibuka apabila harga daging di pasaran di atas harga Rp 76 000kg. 7

6.7 Analisis Forecast Error Variance Decomposition FEVD

Analisis Forecast Error Variance Decomposition FEVD digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi dari guncangan harga pada masing-masing komoditas pangan yang diteliti dalam menjelaskan keragaman inflasi di Provinsi Banten pada 36 periode kedepan dari periode penelitian tahun 2014. Selain itu, dalam analisis FEVD dapat diketahui komoditas pangan mana yang paling dominan dalam mempengaruhi inflasi di Provinsi Banten. Hasil analisis FEVD dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan hasil analisis FEVD menunjukkan bahwa pada periode pertama, keragaman inflasi di Provinsi Banten disebabkan oleh guncangan inflasi Banten itu sendiri, yaitu sebesar 100. Selanjutnya, pada periode ke-2 variabel lain mulai mempengaruhi keragaman inflasi. Pada periode ke-2, keragaman inflasi dijelaskan 93.07 oleh inflasi itu sendiri, kemudian mulai dijelaskan oleh daging sapi murni sebesar 0.86, 0.99 oleh jagung, 0.049 dijelaskan oleh beras, 1.58 oleh daging ayam ras, 0.51 oleh telur ayam ras, dijelaskan 0.38 oleh bawang merah, serta 2.55 oleh cabai merah keriting. Pada akhir periode ke-36, kontribusi inflasi Provinsi Banten dalam menjelaskan keragaman inflasi Provinsi Banten sendiri semakin berkurang menjadi 72.11. Berdasarkan hasil analisis, komoditas daging sapi murni, daging ayam ras dan telur ayam ras dalam menjelaskan keragaman inflasi Provinsi Banten di masa mendatang cenderung akan menunjukkan penurunan, akan tetapi masih berada pada tingkat yang relatif tinggi, sementara variabel lainnya yaitu jagung, beras, bawang merah dan cabai merah keriting cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.2. 7 Bank Indonesia, 2013. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Banten.. Triwulan III-2013. Gambar 6.2 Besar pengaruh keseluruhan variabel terhadap inflasi Provinsi Banten Berdasarkan hasil analisis tersebut, dua komoditas pangan yang paling dominan dalam menjelaskan keragaman inflasi Provinsi Banten yaitu jagung sebesar 11.07 dan cabai merah keriting sebesar 10.23. Hal ini diduga jagung merupakan salah satu bahan pangan sebagai sumber karbohidrat setelah beras, jagung digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan industri pakan ternak. Penggunaan jagung yang relatif tinggi yang disebabkan harganya relatif murah menjadikan jagung sebagai bahan baku utama dalam industri pakan. Berkembangnya industri pakan ternak di Provinsi Banten menyebabkan tingginya permintaan komoditas jagung. Oleh karena itu, kenaikan harga jagung akan memberikan pengaruh dominan terhadap inflasi di Banten. Hal ini juga dapat dilihat dari rata-rata pertumbuhan harga selama periode penelitian yang cukup besar. Rata-rata perubahan harga jagung pada periode penelitian adalah sebesar 11.195 Tabel 5.1. Setelah jagung, cabai merah keriting merupakan harga pangan yang memberikan kontribusi terbesar kedua dalam menjelaskan keragaman inflasi Provinsi Banten. Cabai merah keriting dapat digunakan dalam bentuk segar maupun olahan. Cabai merah keriting dalam bentuk segar dapat digunakan sebagai bumbu masakan dan sambal. Sedangkan bentuk olahannya seperti saus sambal dan bubuk cabai. Tingginya permintaan masyarakat terhadap cabai diduga karena belum terdapat bahan pangan yang dapat mensubstitusi kebutuhan cabai tersebut. Tidak hanya untuk konsumsi pangan sehari-hari, cabai merah juga 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 LNCMK LNBAM LNTAR LNDAR LNBER LNJAG LNDSM LNIHK