25 DX
7
, sedangkan variabel lingkungan dalam penelitian ini adalah variabel kenyamanan DX
8
dan variabel keindahan DX
9
. Variabel-variabel tersebut diduga mempengaruhi besaran nilai WTP
responden, baik positif maupun negatif. Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, status tempat tinggal, dan lamanya responden
tinggal di wilayah tersebut diduga berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTP, sedangkan jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh negatif
terhadap besarnya nilai WTP. Berbeda dengan variabel demografi, semua variabel lingkungan diduga berpengaruh positif terhadap nilai WTP.
Tabel 5. Indikator Pengukuran Nilai WTP No. Variabel
Keterangan variabel Cara pengukuran
1. WTP
Willingness to Pay 2.
X
1
Usia Tahun
3. DX
2
Jenis kelamin Dummy: 1= pria ; 0 = wanita
4. X
3
Pendapatan Rpbulan
5. X
4
Lama tinggal Tahun
6. X
5
Status kepemilikan tempat tinggal
Dummy: 1= milik sendiri ; 0 = sewa
7. X
6
Pendidikan Tahun
8. DX
7
Jumlah tanggungan keluarga Orang
9. DX
8
Kenyamanan Dummy. 1=nyaman ; 0=tidak
nyaman
10. DX
9
Keindahan Dummy. 1=indah ; 0=tidak
indah
4.4.4 Analytical Hierarchy Process
Analytical Hierarchy Process adalah suatu metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah keputusan multi kriteria. Farhani 2011 langkah-langkah
dalam melakukan metode AHP adalah sebagai berikut: 1.
Menentukan hirarki dari permasalahan yang akan diselesaikan. Masalah yang ada diuraikan berdasarkan unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan
alternatif, kemudian disusun dalam hirarki. 2.
Menentukan nilai dari kriteria dan alternatif. Nilai alternatif ditentukan berdasarkan pairwise comparisons dari setiap kriteria yang ada.
3. Menentukan prioritas. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah
untuk menentukan peringkat alternatif dari semua alternatif yang ada.
26 Dalam menentukan prioritas, diperlukan adanya pengujian konsistensi
dari matriks alternatif, dimana nilai perbandingan yang dapat diterima dalam metode AHP adalah ≤ 0,1.
Model hierarki yang digunakan dalam upaya pengembalian fungsi Tahura Pancoran Mas adalalah struktur hierarki dengan empat tingkatan, yaitu
tingkatan faktor yang berpengaruh, tingkatan aktor yang beperan, tingkatan solusi yang ingin dicapai, dan tingkatan strategi alternatif yang dilakukan untuk
mengembalikan fungsi Tahura Pancoran Mas. Uraian tingkatan-tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hierarki pertama, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
permasalahan di Tahura Pancoran Mas. Faktor-faktor tersebut adalah: a
Aspek sumberdaya alam dan ekosistem, berupa ekosistem dan keanekaragaman hayati,sistem penataan lahan, daya dukung
lingkungan, dan DAS setempat. b
Aspek kesesuaian lahan, yang meliputi penataan zona dalam kawasan Tahura Pancoran Mas.
c Aspek sosial budaya, yaitu sikap masyarakat terhadap upaya
pengembangan dan keberadaan Tahura Pancoran Mas. d
Aspek ekonomi, potensi ekonomi masyarakat setempat yang berkaitan dengan kawasan Tahura.
2. Hierarki kedua, meliputi aktor-aktor yang terlibat dalam pengelolaan dan
pemanfaatan Tahura. Aktor-aktor tersebut adalah: a
Badan Lingkungan Hidup BLH. Peran BLH adalah sebagai pengelola Tahura Pancoran Mas.
b Pemerintah Kota Depok. Pemkot Depok merupakan aktor yang
berperan dalam pembuatan kebijakan pembangunan di kota Depok yang berpengaruh pada pengelolaan Tahura.
c Kementerian Kehutanan. Kemenhut merupakan salah satu aktor
yang berperan dalam pembuatan aturan pengelolaan kawasan konservasi.
d Masyarakat. Masyarakat merupakan aktor yang berperan sangat
besar pada penurunan fungsi Tahura Pancoran Mas. Aktivitas
27 masyarakat yang tidak sesuai dengan fungsi Tahura menyebabkan
kerusakan pada Tahura Pancoran Mas. 3.
Hierarki ketiga, yaitu solusi yang ingin dicapai. Pada penelitian ini, ada beberapa solusi yang ingin dicapai dari upaya pengembalian fungsi
Tahura, yaitu: a
Rehabilitasi ruang terbuka hijau. Kerusakan Tahura menyebabkan berkurangnya area ruang terbuka hijau yang berpengaruh pada
kualitas udara di kawasan tersebut. b
Optimalisasi daerah resapan air. Berkurangnya daerah resapan air dapat menyebabkan berbagai bencana alam, salah satunya adalah
banjir. Oleh karena itu, dengan adanya daerah resapan air yang cukup dapat mencegah terjadinya banjir sehingga masyarakat
terhindar dari kerugian akibat banjir. c
Pengembangan wisata. Tahura Pancoran Mas memiliki potensi wisata yang dapat dikemas dalam bentuk paket wisata pendidikan
pengenalan lingkungan ekosistem dan iklim global yang bisa dilakukan dengan bekerjasama dengan institusi pendidikan di
lingkup kota Depok. 4.
Hierarki keempat, yaitu alternatif strategi yang dapat dilakukan sebagai upaya pengembalian fungsi Tahura. Strategi-strategi tersebut adalah
sebagai berikut: a
Pemantapan kawasan, strategi ini dapat dilakukan dengan cara pemasangan pagar keliling untuk menghindari akses masyarakat
yang tidak sejalan dengan pengelolaan kawasan, serta dapat juga dilakukan dengan penataan blok yang lebih jelas pada kawasan
Tahura Pancoran Mas. b
Pengelolaan potensi sumberdaya alam, alternatif ini meliputi inventarisasi sumberdaya alam, pemeliharaan, pengawetan
keanekaragaman hayati dan pemanfaatan potensi sumberdaya alam. c
Perlindungan dan pengawasan kawasan, meliputi pengadaan sarana dan prasarana serta pembangunan jalan patroli, serta penyuluhan
kepada masyarakat sekitar.
28 d
Peningkatan pelayanan pengunjung, dapat dilakukan dengan pembangunan sarana dan prasarana serta penyebaran informasi dan
promosi melalui media massa. e
Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan, dapat dilakukan melalui pembinaan dan pengembangan daerah penyangga dan
peningkatan peran serta masyarakat. f
Penguatan kelembagaan,
alternatif ini
dilakukan dengan
mengembangkan kerja sama atau kolaborasi pengelolaan kawasandan peningkatan koordinasi dan integrasi.
g Pengembangan investasi pemanfaatan dan pengusahaan jasa
lingkungan, alternatif ini memungkinkan adanya pemberian izin usaha pariwisata alam.
Gambar 3. Skema AHP
Aspek SDA Ekosistem
Pengembalian Fungsi Tahura Pancoran Mas
Aspek Kesesuaian Lahan Aspek Sosial-Budaya
Aspek Ekonomi
Kemenhut Pemerintah
Kota BLH
Masyarakat
Rehabilitasi RTH Optimalisasi daerah resapan air
Pengembangan wisata
Pemantapan kawasan
Pengelolaan potensi SDA
Perlindungan pengamanan
kawasan Peningkatan
pelayanan Pemberdayaan
masyarakat Penguatan
kelembagaan Pengembangan
investa
si
4.4.5 Pengujian Parameter Regresi
Parameter regresi pada penelitian ini dapat diuji melalui pengujian statistik dan pengujian asumsi klasik pada model. Pengujian statistik yang
dilakukan adalah uji keandalan, uji t dan uji f, sedangkan pengujian asumsi klasik pada model dilakukan melalui uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolineaitas,
dan uji heteroskedastisitas. 1. Uji keandalan
Uji ini dilakukan untuk menilai berhasil atau tidaknya metode yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat dari nilai adjusted R
2
nilai koefisien determinasi dari OLS Ordinary Least Square WTP. Menurut Firdaus 2004,
semakin dekat nilai R² dengan satu, maka semakin cocok garis regresi untuk meramalkan Y. Rumus perhitungan R² adalah :
...................................................................................5 Keterangan:
R
2
= Koefisien Determinasi JKR
= Jumlah Kuadrat Regresi JKT
= Jumlah Kuadrat Total 2. Statistik uji t
Uji ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh masing-masing variabel bebas secara individual terhadep variabel terikat. Menurut Firdaus 2004,
rumus umum untuk mencari nilai t
hitung
dari masing-masing koefisien regresi adalah:
.......................................................................................................6 Hipotesis statistik: H
o
: β = 0 X tidak berpengaruh terhadap Y H
1
: β ≠ 0 X berpengaruh terhadap Y Nilai t
hitung
dibandingkan dengan nilai t
tabel
. Jika t
hit
≥ t
tab
atau t
hit
≤ t
tab
maka Ho ditolak atau terima Ho jika
t
tab
t
hit
t
tab
, dengan t
tabel
= t
0,5 α;df=n-2
b
s b
t
31 3. Statistik uji f
Uji ini dilakukan melihat bagaimana pengaruh variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel terikatnya. Menurut Firdaus 2004, rumus umum
untuk mencari nilai f
hitung
adalah :
............................................................................................7 Keterangan:
JKK = jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom
JKG = jumlah kuadrat galat
K = jumlah peubah
Kriteria uji: Tolak H
jika
F
hit
≥ F
tab
, F
tab
= Fα
v
1
,
v
2
dimana
v
1
= 1
dan
v
2
= n 2
4. Uji normalitas Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang
dikumpulkan berdistribusi normal. Uji ini dilakukan dengan mengamati penyebaran data pada sumbu diagonal dalam grafik. Model memenuhi asumsi
normalitas apabila data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
5. Uji multikolinearitas Uji ini dilakukan untuk mengetahui apalah dalam suatu model terdapat
hubungan korelasi sempurna atau hampir sempurna antara variabel bebas sehingga sulit untuk memisahkan pengaruh variabel-variabel tersebut secara
terpisah terhadap variabel terikat. Pengujian untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas adalah dengan melihat tolerance dan nilai Variance Inflation
Factor VIF. Model dikatakan memiliki masalah kolinearitas apabila nilai tolerance 0,1 atau nilai VIF 10.
6. Uji heteroskedastisas Heteroskedastisitas adalah kondisi dimana ragam sisaan untuk tiap
pengamatan ke-i dari variabel bebas dalam model regresi tidak sama. Gejala heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan uji Breusch-Pagan, jika setengah nilai
dari Jumlah Kuadrat Regresi mendekati sebaran Chi-Square dengan derajat 1, maka dapat dikatakan bahwa model tidak memiliki heteroskedastisitas.
32
7. Uji autokorelasi Cara yang paling sering digunakan untuk menguji autokorelasi adalah
dengan statistik uji Durbin-Watson. Menurut Firdaus, 2004 rumus statistik uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut:
DW =
∑ – ∑
≈ 2 1 - ρ ................................................................................8 Selang nilai dan keputusan hasil uji Durbin-Watson dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Nilai Statistik Durbin-Watson Nilai Durbin-Watson
Kesimpulan Kurang dari 1,10
Ada autokorelasi 1,10 dan 1,54
Tidak ada kesimpulan 1,55 dan 2,46
Tidak ada autokorelasi 2,46 dan 2,90
Tidak ada kesimpulan Lebih dari 2,91
Ada autokorelasi Sumber: Firdaus, 2004
33
V GAMBARAN UMUM
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Taman Hutan Raya Pancoran Mas yang terletak di Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Kotamadya
Depok. Tahura Pancoran Mas terletak pada ketinggian 121 m di atas permukaan laut dengan luas wilayah 71.559 m
2
. Tahura Pancoran Mas sebelumnya merupakan Cagar Alam Pancoran
Mas, yang dulu merupakan bagian dari tanah milik seorang tuan tanah keturunan Belanda-Perancis bernama Cornells Chastelein. Status tanah ini adalah tanah
partikelir atau terlepas dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Setelah Chastelein meninggal, tanah tersebut dihibahkan kepada Pemerintah Hindia
Belanda yang selanjutnya menetapkan kawasan ini sebagai kawasan Cagar Alam pada tahun 1926. Pada tanggal 4 Agustus 1952 kawasan Cagar Alam Pancoran
Mas dikelola oleh Pemerintah Indonesia dan pada tanggal 7 Mei 1999 kawasan Cagar Alam Pancoran Mas diubah fungsinya menjadi Taman Hutan Raya
Pancoran Mas dan dikelola oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Depok. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan Nomor S.688IV-KK2007 tanggal 16 Juli 2007 yang menyatakan para pengelola kawasan konservasi harus melakukan
penataan blok dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56Menhut-II2006, sampai ada peraturan penataan blok di luar kawasan Taman
Nasional. Sesuai Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor: 129KptsDJ-VI1996 disebutkan dalam upaya
pencapaian tujuan pengelolaan, kawasan taman wisata alam ditata dalam blok perlindungan dan blok pemanfaatan sesuai potensinya.
2
Penataan blok pada kawasan Tahura Pancoran Mas Depok diperlukan dalam rangka pengelolaan kawasan dan potensi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya secara efektif untuk memperoleh manfaat yang optimal dan tetap lestari. Penetapan blok Tahura Pancoran Mas Depok ditentukan berdasarkan: 10
potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya, 2 tingkat interaksi dengan
2
Anonim, Penataan Blok Tahura Pancoran Mas Depok, hal. 3
34 masyarakat setempat, 3 kepentingan efektifitas pengelolaan kawasan yang harus
dilakukan.
3
Wilayah pemukiman terdekat dan berbatasan langsung dengan Tahura Pancoran Mas adalah RW 02 Kelurahan Pancoran Mas. Wilayah RW 02
Kelurahan Pancoran Mas terdiri dari 5 RT dengan 365 KK.
5.2 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini merupakan warga RW 02 Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas yang berbatasan langsung dengan
Tahura Pancoran Mas. Karakteristik responden yang diamati antara lain jenis kelamin, usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan
keluarga, status tempat tinggal, dan lama tinggal.
5.2.1 Usia Responden Usia responden pada penelitian ini cukup beragam yaitu antara 27-70 tahun.
Mayoritas responden berusia ≥53 tahun yaitu sebanyak 17 orang 42,5. Sebaran responden berdasarkan usia dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Karakteristik Usia Responden
5.2.2 Jenis Kelamin Responden
Responden pada penelitian ini mayoritas adalah laki-laki yaitu sebanyak 23 orang atau 57,5 dan responden perempuan sebanyak 17 orang 42,5. Sebaran
responden penelitian ini dapat dilihat pada gambar 5.
3
Anonim, Penataan Blok Tahura Pancoran Mas Depok, hal.4 12
32 13
43 26-34
35-43 44-52
≥53
35
Gambar 5. Karakteristik Jenis Kelamin Responden
5.2.3 Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini terbagi menjadi 6 kategori yaitu tidak sekolah, SD, SMP, SMA, diploma dan sarjana. Tingkat pendidikan
responden terbanyak pada penelitian ini adalah SMA yaitu sebanyak 12 orang 30. Terdapat 1 orang responden yang tidak sekolah 2,5. Sebaran tingkat
pendidikan responden dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Karakteristik Pendidikan Responden
5.2.4 Tingkat Pendapatan Responden
Tingkat pendapatan responden pada penelitian ini cukup bervariasi. Sebanyak 15 orang 37,5 responden memiliki pendapatan di antara Rp
500.001 – Rp 1.500.000 dan hanya 1 orang yang memiliki pendapatan di atas Rp
3.500.001. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan dapat dilihat pada gambar 7.
57 43
Laki-laki Perempuan
2 22
28 30
8 10
Tidak sekolah SD
SMP SMA
Diploma Sarjana
36
Gambar 7. Karakteristik Pendapatan Responden
5.2.5 Jumlah Tanggungan Keluarga
Responden pada penelitian ini memiliki jumlah tanggungan keluarga yang beragam. Sebanyak 13 orang 32,5 memiliki jumlah tanggungan keluarga
sebanyak 2 orang dan hanya 1 orang 2,5 yang memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 7 orang. Sebaran responden berdasarkan jumlah tanggungan
keluarga dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Karakteristik Jumlah Tanggungan Keluarga Responden
5.2.6 Status Kepemilikan Tempat Tinggal
Sebagian besar responden penelitian ini tinggal di rumah milik sendiri yaitu sebanyak 28 orang 70 dan 12 orang 30 responden tinggal di rumah sewa
atau kontrak. Sebaran responden berdasarkan status tempat tinggal dapat dilihat pada gambar 9.
7 37
25 28
3 ≤ 500.000
500.001- 1.500.000
1.500.001- 2.500.000
2.500.001- 3.500.000
≥ 3.500.001
10 14
19 24
33 2
3 4
5 7
37
Gambar 9. Karakteristik Status Kepemilikan Tempat Tinggal Responden
5.2.7 Lama tinggal
Lama tinggalnya responden mempengaruhi besarnya nilai wtp yang akan dibayarkan. Semakin lama tinggal responden, tingkat kepedulian seseorang
terhadap lingkungan sekitarnya cenderung semakin tinggi. Mayoritas responden di lokasi penelitian sebanyak 26 orang 65 tinggal selama lebih dari 21 tahun.
Sebaran responden berdasarkan lama tinggal dapat dilihat pada gambar 10.
Gambar 10. Karakteristik Lama Tinggal Responden
30 70
Sewa Milik sendiri
7 10
13 5
65 ≤ 5 tahun
6-10 tahun 11-15 tahun
16-20 tahun ≥ 21 tahun
38
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Tahura Pancoran Mas
Taman Hutan Raya Pancoran Mas memiliki nilai yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan kehidupan perkotaan, sebagai daerah penyerapan
untuk penyediaan air tanah, pencegah banjir, penyerap karbon, pengatur iklim mikro, dan sebagai sarana untuk rekreasi bagi masyarakat perkotaan. Pandangan
masyarakat sekitar terhadap Tahura Pancoran Mas perlu diketahui untuk memberikan gambaran sejauh mana masyarakat mengetahui fungsi dari adanya
Tahura Pancoran Mas. Hasil penelitian terhadap 40 responden menyatakan bahwa sebanyak 36
orang 90 responden mengetahui fungsi dari keberadaan Tahura Pancoran Mas, sedangkan 4 orang 10 lainnya tidak mengetahui fungsi Tahura Pancoran Mas.
Persepsi masyarakat terhadap fungsi Tahura Pancoran Mas dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Persepsi Masyarakat terhadap Fungsi Tahura Pancoran Mas Pengetahuan
Masyarakat tentang Fungsi
Tahura Pancoran Mas
Jumlah Responden Persentase
Ya 36
90,00 Tidak
4 10,00
Jumlah 40
100,00 Sumber: Data primer, diolah 2014
Dari 36 orang responden yang mengetahui fungsi Tahura Pancoran Mas, sebanyak 16 orang 44,44 menjawab fungsi Tahura Pancoran Mas adalah
sebagai daerah resapan air dan pencegah banjir, 11 orang 30,56 menjawab fungsi Tahura Pancoran Mas sebagai sarana rekreasi, dan 9 orang 25
menjawab fungsi Tahura Pancoran Mas sebagai penyerap karbon. Persentase persepsi masyarakat tentang fungsi Tahura Pancoran Mas dapat dilihat pada
gambar 11.